Day 04 • Cruel yet Beautiful World

Erick tiba di rumah ketika hari sudah gelap. Di sepanjang perjalanan dia berusaha keras melupakan pemandangan aneh di kafe, tetapi tidak bisa. Melihat orang makan spageti bersama nasi saja dia sudah heran setengah mati. Sepertinya ia tidak akan pernah siap melihat kombinasi makanan yang lebih aneh lagi.

Sehabis dari ruang depan, dia berniat langsung menuju kamar. Namun, pintu ruang baca yang terbuka menarik perhatiannya. Erick mengintip, demi melihat adiknya sibuk dengan sebuah buku. Ah, tidak, dia sekarang merebahkan diri di sandaran kursi.

"Di dunia manapun kita, pada akhirnya sejarah akan terus berulang," terdengar gumaman samar ketika Erick melangkah masuk.

"Hah?" Dia masih tidak habis pikir dengan Dante. Lihatlah, sekarang adiknya malah bertingkah aneh.

Laki-laki itu, Steve, melirik sang kakak sekilas. Hanya untuk kembali bergumam, "Dunia ini kejam ... tetapi juga begitu indah," lirihnya seraya mengulurkan tangan pada langit-langit, lantas menggenggam pelan, seakan berusaha menggapai semangat hidupnya yang melayang pergi.

Menunggu penjelasan langsung sepertinya tidak akan membantu. Erick mengamati sampul buku yang dipegang Steve, mencari tahu bacaan macam apa yang membuat ekspresi adiknya menjadi suram begitu. Dia bisa melihat sekilas beberapa halaman, tetapi judulnya terdengar asing. "Aku nggak tau kamu suka baca komik."

"Hm, Kira bilang ini manga favoritnya. Terus kasi pinjam dan maksa aku buat baca," terangnya. Dia memperbaiki posisi duduk, hanya untuk membuka kembali halaman yang membuatnya trauma. "Kalo mau dibilang suka, nggak juga, sih," akunya.

Erick memicing. "Oke, nggak suka, ya. Terus kenapa di sana ada sisa sembilan volume lagi?" Terdapat tumpukan komik di sebelah kursi. Siapa pun pasti akan bertanya curiga kalau melihatnya. "Itu kamu udah selesai baca, kan?"

Steve menoleh ke arah benda yang ditunjuk sang kakak. "Oh, itu ...." Dia juga kehilangan kata-kata. Ternyata sejak tadi ia sudah membaca sejauh itu. Dirinya sendiri pun tidak sadar sama sekali.

*

"Bang Haji jahat! Bunuh aja semua sekalian!"

"Di mana, ya, aku bisa dapet Levi versi real? Dia keren banget."

"Eren, kamu kapan pekanya, sih?"

"Beristirahatlah dengan tenang, Komandan Erwin. Kami akan mengingatmu selamanya."

Steve biasanya tidak betah mengobrol dengan perempuan. Apalagi kalau sudah meracau tidak kenal henti tentang hal-hal tak penting yang tidak ada menariknya. Dia biasanya memilih tidak peduli dan melupakannya dalam lima menit.

Akan tetapi, entah kenapa ada yang berbeda dengan celotehan Kira. Kalimat-kalimat random yang sering dilontarkan ketika mengobrol itu entah kenapa membuatnya sedikit penasaran.

Tidak hanya saat bicara, bahkan tingkah gadis itu kadang-kadang aneh dan di luar nalar. Pernah sekali sewaktu cuaca di kota sedang panas-panasnya, dia mengenakan syal merah tebal saat di sekolah.

"Liat, nih. Cocok nggak?" Dia tersenyum lebar, bertanya antusias. "Kayaknya aku mau potong rambut sekalian, biar beneran jadi Mikasa."

"Aku bahkan nggak tau Mikasa itu siapa." Steve mengembuskan napas panjang. "Atau Levi, Eren, Komandan Erwin, dan yang lain," lanjutnya sambil melenggang menuju kelas. Berharap Kira berhenti mengikuti, tetapi malah sebaliknya.

Gadis dengan muka oriental itu terkekeh. Senyum miring di wajahnya membuat Steve seperti bisa merasakan hal buruk mendekat. "Seingatku, kamu suka baca novel-novel tema dark, kan. Nggak mau sekalian coba baca manga Attack on Titan?"

"Nggak yang asal gelap. Kalo plotnya biasa aja, aku nggak tertarik."

Kira menggeleng, tampak penuh percaya diri. "Aku yakin kamu yang segenius ini juga pasti nggak bakal nyangka ceritanya bakal dibawa ke mana." Dia terkekeh lagi, terdengar jumawa. "Beberapa chapter awal memang agak lambat. Tapi percaya sama aku. Nanti misterinya bakal terungkap satu-satu. Dan konflik politiknya juga makin seru buat diikuti."

Steve berpikir sejenak. Akhir-akhir ini dia memang sedikit bosan karena bacaannya punya akhir yang bisa tertebak semua. Dia memang tidak yakin seri ini sebagus yang diceritakan, tetapi sepertinya tak ada salahnya mencoba jenis bacaan baru.

"Jadi gimana? Kamu boleh pinjam koleksiku."

Steve mengangguk, sebuah keputusan yang mungkin akan disesalinya selama beberapa waktu ke depan.

Dia memang mendapatkan yang sesuai harapan, cerita penuh misteri dan konspirasi. Namun, semua pasti ada bayarannya. Dalam hal ini adalah rasa ngeri dari kebrutalan yang digambarkan begitu jelas, keputusasaan melihat manusia bertahan hidup di tengah kehancuran dunia.

"Dunia ini kejam ... tetapi juga begitu indah."

*

7 Februari 2024, 06:35 WITA.

DAY 4:
Buatlah cerita dengan tema apocalypse.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top