Eucalypthus
Eucalypthus : perlindungan
***
3rd Persons POV
Sudah akhir bulan Mei. Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Angin lembu berhembus menyapa dirimu yang sedang duduk di ayunan. Taman siang itu tampak sepi. Hanya kau seorang yang berada di sana.
Kau menggerakkan ayunan perlahan. Menikmati hembusan angin sisa musim semi selagi menunggu seseorang.
Pikiranmu mulai terbang mengkhayal. Membayangkan hal hal yang akan kalian lakukan untuk hari ini.
Kau berhenti menggerakkan ayunan, menatap aneh bayangan besar dihadapan kemudian mendongak.
"Yo!"
"Hei.." kau tersenyum menatapnya. Kau berdiri, menepuk nepuk rok hitammu agar tidak menyisakan debu kotoran. Meraih tasmu lalu berjalan bergandengan dengan Aomine.
"Jadi, mau kemana?" tanya Aomine datar.
"Hm hm~ kita pergi ke taman bermain saja, bagaimana?" dengan nada imutmu kau berujar, membuat Aomine tak bisa menolak.
Kalian berjalan santai menuju taman bermain. Obrolan ringan terjadi diantara kalian. Banyak sekali hal menarik yang dibicarakan, sekolah dengan jadwal yang padat, kejadian lucu akhir ini dan jangan lupakan topik utama kalian tentang ujian nasional. Kalian berdua sama sama harus melewati ujian tersebut agar bisa lulus dan melanjutkan kuliah.
Kau terus menyemangati Aomine, mengatakan bahwa dia pasti bisa melewatinya-----ini kaulakukan agar dia jadi sedikit termotivasi dan prihatin pada nilainya selama ini, menjanjikannya belajar bersamamu selama sepekan sebelum ujian.
Angin berhembus dengan kencang, kebetulan di dekat kalian ada sebuah pohon sakura yang besar. Kelopak bunga bunganya ikut beterbangan bersama dengan angin. Takjub kau amati bagaimana kelopak bungan tersebut dibawa oleh angin, sampai akhirnya hilang tidak terlihat.
Mengganti arah pandang, dapati figur Aomine dengan wajah dan rambut yang tertutup kelopak sakura. Sontak saja, hal itu membuatmu tertawa lepas. Di sisi lain Aomine kesal. Kenapa hanya dia yang tertimbun oleh kelopak bunga? Bukankah kau juga berada di depannya, yang bahkan lebih dekat dengan pohonnya?
Aomine mengacak rambut dengan kasar, tapi tetap saja beberapa helai kelopak setia menetap di rambutnya.
Kau yang berusaha menghentikan tawa, menawarkan bantuan padanya. Sebab tinggi kalian terlampau jauh, Aomine harus berjongkok agar kau bisa membersihkan kelopak bunga di rambutnya. Ia tampak seperti anak kecil yang sedang menurut pada Ibu di hadapannya. Wajah Aomine yang seperti itu membuat dirinya patut disalahkan dalam banyak hal. (͡° ͜ʖ ͡°)(͡° ͜ʖ ͡°)
Selesai membersihkan rambut Aomine, kalian kembali berjalan bersama menuju taman bermain.
Antri memesan dua tiket masuk, kau menanti Aomine di bangku kosong yang dekat loket. Dalam 10 menit Aomine sudah kembali dengan melambaikan 2 tiket padamu, isyarat untuk segera menuju pintu masuk bersamanya.
Kalian memasuki taman bermain. Menatap satu per satu wahana, bingung putuskan mana yang lebih dulu dimainkan. Kau menarik tangan Aomine, mengajaknya memainkan roler coaster duluan.
Roler coaster dengan lintasan yang panjang berkelok kelok sukses membuat Aomine muntah saat turun. Kau hanya tertawa biasa dan berkata ingin menaikinya lagi, dan langsung saja ditolak oleh pacarmu.
Menunggu Aomine agak baikan, kalian menuju wahana rumah hantu. Awalnya kau menolak karena alasan sudah pasti, kau takut dengan hantu. Namun Aomine yang mengetahuinya justru makin memaksamu masuk, dan berakhir dengan kau yang terus berteriak saat melihat para aktor hantu yang berseliweran.
Bersamaan dengan tiap teriakan darimu, harapan Aomine hancur sudah. Harusnya suasana di dalam sini romantis. Karena Aomine sudah tahu kau takut dengan hantu, dia berpikir mungkin saja kau akan memeluknya disaat melihat hantu. Tapi tidak, itu semua hanya ekspetasi Aomine. Nyatanya, kau malah mencubit dan memukuli badan Aomine saat kaget. Parahnya, kau benar benar melakukan itu dengan serius.
Pintu keluar sudah terlihat, Aomine yang sudah berusaha bertahan sejak tadi menghela napas lega. Tidak lucu kalau dia menangis karena dirimu.
Kau menghela napas berat dan panjang, cobaan wahana rumah hantu itu telah selesai. Lain lagi dengan Aomine, dia sibuk mengusap usap daerah bekas cubitanmu.
"Hei, Aho!" serumu.
"Apaan?"
"Ayo coba permainan di sana! Dari tadi aku sudah gatel kepengen mencobanya," kau merengek pada Aomine.
"Ya sudah, tapi—"
"—Yes!!" kau langsung melompat kegirangan, melesat ke arah permainan tujuanmu tanpa mempedulikan ucapan Aomine yang terpotong.
"Teme, dia itu kadang menyebalkan." Aomine mengeluh sendiri sambil berusaha mencarimu di tengah kerumunan orang. Tinggi badannya yang tidak biasa membuatnya mudah menemukanmu.
"[Name] apa yang kau—"
"WUOHH!!" lagi-lagi, ucapan Aomine terpotong oleh jeritan kagummu. Rasa penasaran menggelitik, Aomine segera mengikuti arah pandangmu dan menemukan mesin yang akan menentukan score berapa kuatnya pukulan orang tersebut.
Yang baru saja mencobanya adalah bapak bapak gendut dengan otot yang bisa dibilang cukup bagus. Score yang didapatkannya adalah 307. Kau melirik pacarmu, menyenggolnya dengan sikut, "Hei, hei Daiki...coba sana!" menyuruhnya mencoba-----meskipun itu hanya bercanda.
"Oke." tapi ditanggapi oleh Aomine dengan serius. Maka Aomine bersiap, mengambil ancang ancang untuk melayangkan tinjunya.
BUAG!
"Wah! Kau tidak buruk juga ya, Daiki!" Kau bersidekap, menatap layar yang tunjukkan buah hasil, "467" dengan angka yang menyala merah. Jika hijau berarti di bawah rata-rata, kuning sudah cukup, maka merah berarti di atas rata-rata.
Aomine mendengus. "Ini bukan apa apa, hanya setengah dari kekuatanku." ujarnya sombong, padahal tadi tinjunya udah level maksimal.
"Yosha! Berarti sekarang giliranku!" seolah tak tahu malu, kau berjalan mantab ke mesin tersebut kemudian merebut sarung tinju dari tangan Aomine. Menarik napas, kau bersikap tenang sebelum,
"SHANAROO!"
BUAGH! TET TEET!!
Kau membulatkan mata tak percaya, ternyata hasil latihan tinju selama 4 tahun masih tetap sama. Lihat score yang ditunjukkan untuk pukulanmu, "494" bukankah itu hasil yang sangat sangat lumayan? Ditambah lagi mesin itu sampai mengeluarkan asap.
Senyum gemilang menghiasi wajahmu. "Yatta! Aku berhasil mengalahkan Daiki!" serumu layaknya anak kecil. Semua orang yang berkeliling menatap ngeri ke arahmu, termasuk Aomine yang melongo. Keringat dingin mengalir dari sekitar wajahmya, ingatkan dia untuk lebih berhati hati padamu sekarang.
Sang penjaga mesin tinju yang tadinya juga ikut mematung cepat-cepat pergi untuk mengambil hadiah. Pasalnya, baru sekarang ada mahkluk yang bisa mendekati score 500 dan ya, mahkluk mengerikan itu adalah dirimu.
"Wah, terima kasih!" Kau sambut bahagia boneka beruang raksasa di pelukan, tersenyum ramah pada sang penjaga. Melepas sarung tinju di tangan kemudian melemparkannya pada penjaga. Kau peluk erat boneka beruang, sementara sebelah tangan menarik Aomine pergi dari kumpulan orang yang takjub, "Daiki, ayo buruan!"
***
Waktu menunjukkan pukul 1 siang, artinya kalian sudah berada di taman bermain selama hampir 4 jam. Banyak sekali wahana dan permainan yang sudah kalian coba.
Kau sendiri sudah mendapatkan hadiah yang tak terduga.
Kalian berdua dalam perjalanan pulang, bergandengan seperti biasa. "Ah!" seruan Aomine pun berhasil mengagetkanmu.
"Kenapa?"
"Tunggu sini sebentar, [Name] aku akan segera kembali," Aomine berlalu memasuki toko bunga. Ada suatu jenis bunga yang sangat harus dia beli.
Kau menatap punggungnya yang menghilang di balik tumpukan bunga. "Haah.." merebahkan diri di bangku jalan, ingin beristirahat sejenak.
"Hai nona cantik~" namun tidak jadi karena ada gangguan.
Kau memicingkan mata. Darimana datangnya orang orang sialan ini? "Apa?" tanyamu ketus.
"Jangan galak begitu~"
"Wah wah, lihat dia manis sekali."
"Sayang jika sifat dinginmu membuat kau tidak punya pacar,"
"Lebih baik kau temani kami saja~"
Oh, mereka mengoceh dengan baik sekali, kau jadi kesal mendengarnya. Tidak lihatlah mereka jika kau membawa boneka beruang raksasa? Untuk apa kau membawanya kesana kemari jika itu bukanlah hadiah? Bodoh.
Mendangak, hitung jumlah mereka dengan teliti. Total ada 7 orang. Memang, kau cukup jago dalam bela diri tinju, bahkan berhasil memenangkan beberapa medali emas tapi untuk jumlah ini kau tidak bisa melawan mereka sendirian, apalagi ada boneka beruang barumu yang masih mulus, sama sekali tidak ada buatan untuk membuatnya lecek. Kau berharap Aomine cepat kembali, itu saja.
Para pemuda yang tak mendapat responmu mulai berjalan mendekat. Kau dalam keadaan waspada, bersiap jika terpaksa harus meninju mereka tapi,
"Hoi kalian, minggir dari pacar orang!"
Aomine kembali. Dia berdiri tegap di hadapnmu, tangannya telentang-----menjagamu tetap aman di belakangnya. Rasa lega menjalar di dada, kau tidak perlu repot lagi untuk mengurus mereka. Para pemuda itu mendecih ketika melihat Aomine yang lebih tinggi dari mereka. Wajah Aomine yang tergolong serem juga bikin niat mereka ciut.
Akhirnya mereka ngacir sambil senggol-senggolan, nyesel kali deket deket pacarnya si item.
Kau mengelus dada, menghela napas lega karena Aomine kembali.
"Maaf, [Name] lain kali aku berjanji akan selalu menjagamu..." Aomine merengkuhmu dalam dekapannya. Tangannya mengelus pucuk kepalamu lembut.
"Tak apa Daiki dan terima kasih sudah mau berjanji seperti itu padaku." kedua tanganmu balik memeluk Aomine. Bersyukur mempunyai pacar seperti dirinya.
Kalian berpelukan selama beberapa menit. Aomine akhirnya melepas dekapannya darimu, menyodorkan sebuket bunga Eucalypthus.
"Ini, untukmu..." Aomine berucap pelan.
"Makasih Daiki..." kau menerima bunga pemberian nya dengan wajah cerah, membatin sesuatu dalam hati,
"Jangan ingkari janjimu padaku ya, Daiki."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top