🌸Sakura
🌸🌸🌸
.
.
.
.
.
Telapak tangan dibentangkan keluar-menadah menangkap kelopak bunga sakura yang jatuh dari pohonnya. Melihat kembali dengan seksama kelopak bunga pada telapak tangannya, gadis bersurai hitam dengan hijau di ujung rambutnya-Kanna, tengah memikirkan sesuatu. Saat sedang sibuk berpikir, tiba-tiba tangannya dipenuhi setumpuk bunga sakura. Kanna tersadar dari lamunannya, mengangkat wajahnya, ingin mengetahui siapa yang menaruh banyak bunga sakura di tangannya.
"Gin-san!"
Yang dipanggil 'Gin-san' itu tersenyum sembari mengangkat sebelah tangannya-melambai kecil di depan wajah Kanna. "Yo, Kanna-chan" sapa pria itu, Gintoki.
"Halo Gin-san. Jadi apa ini?" balas Kanna sembari menunjukkan tangannya yang penuh dengan bunga sakura.
"Bunga sakura," jawab Gintoki.
Kanna memutar kedua bola matanya. "Iya, aku tahu ini bunga sakura. Lalu?"
Gintoki tak menjawab, ia malah mengeluarkan sebuah plastik berukuran sedang pada Kanna. Kanna semakin dibuat bingung oleh kelakuan pria berombak itu. "Masukkan kesini." Perintah Gintoki tiba-tiba.
Kening Kanna mengkerut, lantas bertanya sembari mengikuti apa yang disuruh Gintoki. "Untuk apa?"
"Untuk kuemu!" jawab Gintoki.
Mata Kanna membulat sempurna mendengar ucapan Gintoki, sedikit terkejut. "Bagaimana kau tahu aku memikirkan itu?" tanya Kanna lagi.
Selesai Kanna memasukkan semua kelopak bunga di tangannya, Gintoki langsung memberikan plastik itu pada Kanna. "Karena sedari dua minggu lalu, kau selalu mengoceh perihal kue baru."
Kanna sedikit mengangkat kedua sudut bibirnya. "Oh, begitu. Mau mencobanya?"
"Tentu saja aku mau, aku membantumu mencarikan bunga sakura itu tidak cuma-cuma ya!"
"Cih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi. Padahal hutangmu masih banyak, tapi kau selalu meminta gratisan dariku!" balas Kanna, lalu berjalan duluan meninggalkan Gintoki yang pura-pura tak mendengar ucapan Kanna soal menyinggung hutangnya.
"Tetap saja, kau harus membiarkan aku mencoba sepotong!" paksa Gintoki mengikuti Kanna dari belakang.
"Tak dengar!"
"Ayolah, Kanna-chan!"
***
Kenangan musim semi kala itu terputar. Matanya yang tertutup rapat itu terbukaㅡ menampilkan iris mata merah yang tajam. Bunga sakura di tangannya ia remas, mencoba melupakan kenangan yang muncul kala memegang bunga itu. Remasan bunga sakura langsung dibuang begitu saja. Rasanya begitu menyakitkan mengingatnya setiap musim semi kembaliㅡtapi apakah sekarang musim semi masih tetap ada? Setelah wabah putih menyerang kota Edo lima tahun yang lalu hingga membuat banyak orang yang mati karenanya.
Tidak diketahui apa penyebabnya wabah ini, tapi yang dapat kita ketahui jika ada yang terjangkit penyakit ini rambutmu akan mulai memutih sedikit demi sedikit dan penglihatanmu mulai berkurang atau lebih parah kau tidak akan pernah bisa melihat dunia lagi. Seperti halnya pada Kanna-gadis itu kini memiliki potongan rambut pendek sepundak, hilang sudah rambut hitam panjang dengan warna hijau di ujung rambut-sekarang berganti menjadi hitam dengan beberapa helai yang berubah menjadi putih karena wabah putih. Untungnya penglihatan Kanna masih belum separah itu.
"Nannan ....," sebuah suara menginterupsi Kanna, gadis itu segera menoleh ke belakang.
"Oh, Rie-san. Ada apa?" tanya Kanna mengembang senyum.
"Kau harus istirahat," jawab Rieshaㅡgadis yang memanggil Kanna--ia berjalan mendekati Kanna yang tengah berdiri di depan pohon sakura tak jauh dari markas Shinsengumi--ah ralat, mantan Shinsengumi yang kini menjadi pejuang Joui bersama Katsura. Entah bagaimana ceritanya mereka menjadi bersama, padahal di masa lalu Shinsengumi dan Joui adalah musuh bebuyutan dan ironinya mereka sekarang malah berkerja sama untuk menggulingkan pemerintahan.
Kanna menggeleng, menolak apa yang dipinta Riesha. "Tidak apa Rie-san. Aku baik-baik saja kok!"
Riesha menatap sendu Kanna, kemudian menatap pohon Sakura yang masih berdiri segar dan indah meski di tengah situasi yang sedang kacau. Riesha tahu kenapa Kanna sering kali pergi keluar hanya untuk melihat pohon Sakura ini, walau tengah dalam kondisi seperti itu, bahkan Kanna selalu memaksakan diri untuk ikut Kondo dan yang lain mencari Gintoki.
Mencari Gintoki.
Kenapa mereka mencari Gintoki? Kanna sendiri tidak tahu mengapa-mengapa Gintoki harus dicari? Bukankah ia mudah sekali ditemukan saat kita membutuhkannya? Bisa saja dia berada di pachinko atau berjudi menghabiskan uang dan berakhir terkena omelan Kanna.
Ah, andai saja semudah itu. Namun kini berbeda, sebelum wabah putih semakin parah, Gintoki tiba-tiba saja menghilang tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
Kanna jelas orang yang paling terpukul mengetahui itu. Jelas siapa yang tidak sakit hati ketika seseorang yang disayang meninggalkannya secara tiba-tiba tanpa memberitahu tentang apapun. Apa dirinya sudah tidak sepenting itu bagi Gintoki hingga ia pergi begitu saja?
"Nannan ... Kau menangis?"
Kanna tersentak dari lamunannya, dengan cepat ia menyentuh wajahnya yang sudah basah. "Ah, apa ini? Kenapa aku menangis? Aneh sekali, haha" ujar Kanna tertawa kaku.
Riesha meraih pundak Kanna kemudian memeluknya. Ia tahu, saat ini Kanna sedang tidak baik-baik saja. "Tidak apa Nannan ... Ia pasti akan kembali kok. Mungkin saja si keriting ubanan itu tengah mencari cara untuk meluruskan rambutnya." Ucap Riesha mencoba menenangkan Kanna.
Kanna hanya terkekeh mendengarnya. Namun itu tidak cukup untuk Kanna merasa sedikit lebih baik-rasanya dia ingin menangis sekali lagi. Dan air mata pun langsung berjatuhan, isakan kecil itu sekarang terdengar lebih keras. Riesha semakin erat memeluk Kanna.
***
"Kanna," panggil Gintoki
Kanna yang tengah membuat rangkaian dari sisa bunga sakura yang ia kumpulkan tadi bersama Gintoki langsung terhenti. Kepalanya ia tolehkan pada Gintoki. "Ada apa, Gin-san?"
"Kau ... Ada niatan bersamaku selamanya?"
Mata Kanna berkedip berkali-kali mendengar pertanyaan yang dilontarkan Gintoki. "Ada apa denganmu Gin-san? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"
Atensi awal menatap keluar jendela kini beralih pada Kanna. Rangkaian bunga sakura yang dibuat Kanna menjadi sebuah mahkota itu diambilnya tanpa menjawab Kanna. "Kau ini kenapa sih?" tanya Kanna lagi semakin tak paham.
Gintoki meletakkan mahkota yang terbuat dari bunga sakura itu di atas kepala Kanna. Gintoki tersenyum-senyuman manis yang membuat pipi Kanna sedikit memerah melihatnya. "Oho, siapa perempuan cantik yang berdiri di hadapanku ini?" goda Gintoki disertai kekehan kecil.
Kanna mendecih. "Tentu saja kekasihmu!"
"Mau pergi ke pohon sakura tadi?" tawar Gintoki. Kening Kanna mengkerut, sekarang ia mengajaknya keluar menuju pohon sakura yang mereka kunjungi pagi tadi? Ada apa dengannya? Kenapa hari ini Gintoki sungguh random. Tapi, tetap saja Kanna mengiyakan ajakkan Gintoki.
Kini mereka sudah berada di sana. Kanna berdiri tak jauh dari pohon sakura, sedangkan Gintoki sendiri berdiri dekat sekali dengan pohon itu. Tubuhnya membelakangi Kanna, pandangannya terfokus pada bunga sakura. Kanna bingung-sebenarnya apa yang ingin Gintoki lakukan? Hari ini sikapnya sedikit lebih aneh dari yang biasanya.
"Gin-san?" panggil Kanna. Gintoki membalikkan badannya, matanya memandang Kanna lurus. "Kanna ... Ada yang ingin aku berikan padamu, juga ada yang ingin aku katakan," ucap Gintoki dengan nada serius.
Kanna hanya terdiam tak menjawab. Menunggu apa yang akan Gintoki ucapkan selanjutnya. Tiba-tiba tangannya ditarik mendekat oleh Gintoki. Kanna menatap bingung pria yang menjadi kekasihnya itu.
Gintoki membenarkan mahkota bunga sakura di atas kepala Kanna, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam yukata miliknya. "Ulurkan tangan kananmu," pinta Gintoki. Kanna dengan segera menuruti apa yang disuruh Gintoki.
Gintoki meraih jari Kanna kemudian memasangkan sesuatu di jari manis milik Kanna. Kanna berkedip berkali-kali tak percaya dengan apa yang dilihatnya pada jari manisnya. Berkali-kali ia menatap bergantian Gintoki dan jari manisnya. "Gin-san ... Ini?" Kanna bertanya bingung.
Gintoki tersenyum melihat reaksi Kanna, kemudian menunjukkan jari manisnya yang terpasang sebuah cincin di sana. "Sekarang kita sepasang," ujar Gintoki.
Kanna mendengkus disertai tawa kecil--masih tak percaya dengan apa yang terjadi sekarang ini. "Jadi ... Sebenarnya apa yangㅡ" perkataan Kanna terpotong kala tubuhnya ditarik mendekap oleh Gintoki.
Wajah Kanna menjadi memerah--pelukan Gintoki sangat erat;tangannya mengelus lembut kepala Kanna. "Kanna ... Mari bersama selamanya," ungkap Gintoki.
Kanna balas memeluk Gintoki. Ia mengangguk-angguk, mengiyakan apa yang diungkapkan Gintoki. "Tentu saja, Gin-san." Jawab Kanna.
"Berjanjilah padaku, bahwa kau akan selalu bersamaku meski aku tak ada di sampingmu," bisik Gintoki menenggelamkan wajahnya pada pundak Kanna.
Kanna tergemap mendengar bisikan Gintoki. Rasanya ada sesuatu di balik perkataannya itu. Namun ia segera menepis jauh pikirannya.
"Pasti Gin-san. Aku tak akan pernah meninggalkanmu."
***
Kembali mengingat kenangan musim semi lalu, Kanna terkekeh sembari memandang cincin di jari manisnya. Tatapannya kini berganti pada pohon sakura yang menjadi saksi bisu janji keduanya. "What a bullshit" desis Kanna.
"In fact ... you who left me, Gin-san"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top