Kemurkaan dari hati Mawar(dark crimson)-Calantha Floria
Hari ini adalah hari keempat saat ibu pergi meninggalkan rumah, juga hari ketiga dari kedatangan One Direction ke rumahku. Tentu saja aku tahu siapa One Direction, bisa dibilang kalau akj adalah salah satu directioners dulu, dan aku yakin banyak gadis yang ingin berada di posisiku sekarang. Bisa mengobrol lama dengan mereka, berteman, bahkan bercanda dengan mereka. Setiap hari, setelah hari itu, mereka selalu datang ke sini. Aku yakin mereka hanya menghabiskan uang jika menyewa villa yang mereka tempati lebih lama, karena mereka menggunakan villa ith hanya untuk tidur dan sarapan pagi. Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena setiap hari, tepat jam sembilan pagi, mereka sudah ada di tamanku, entah sedang tertidur(biasanya Zayn) atau bercanda atau khusus Niall, sedang ngemil chips.
Aku menyibak gorden yang masih menghalangi pandanganku keluar jendela. Lihat, mereka sudah asyik tidur-tiduran di tamanku. Aku membuka jendela dan berteriak, "boys, kalian masuk saja, ibuku sedang tidak ada dirumah saat ini."
Yang pertama sampai di depan pintu utama adalah Harry dan Liam. Aku harus jujur kalau mereka berdua sangat kuat, setelah menyuruh mereka masuk, aku pergi ke dapur untuk membuat minuman. Tuan rumah macam apa aku ini, kalau aku tidak menyediakan minum untuk tamu-tamuku. Saat aku membawa teh dan kue kering ke ruang tengah, aku menemukan kelima teman baruku tengah melihat-lihat. Mereka memperhatikan semua bingkai foto dan sesekali tertawa melihat foto yang menurut mereka lucu.
"Hey, jangan menertawakan masa kecilku," aku duduk di sebelah Niall yang tertawa pelan. Dia masih menggenggam kantung chips-nya, aku mengerutkan dahi saat Louis mengangkat salah satu bingkai foto. Zayn dan Harry mendekati Louis lalu tertawa keras.
"Aku tidak tahu kalau kau memasang foto memalukan di ruang tengah, Cal," aku bangkit dari tempat dudukku, mendekati mereka. Astaga, aku tidak ingat kalau memasang fotoku sewaktu kecil tersungkur di tanah dengan wajah belepotan lumpur dan bajuku terangkat sedikit. Itu sangat memalukan.
Aku mengambil bingkai yang berisikan foto memalukan itu dari tangan Louis dengan kasar. Saking lamanya tidak menerima tamu, aku lupa kalau beberapa foto yang dipajang, memang memalukan seperti foto yang sebelumnya dilihat Louis.
"Menurutku, Cal tetap imut. Di foto itu dia masih kecil, jadi, dilihat dari sisi mana pun, tetap saja imut," aku tersenyum tipis kearah Niall.
"Tapi, kalau Cal yang di foto itu adalah Cal yang sekarang, mungkin foto itu akan benar-benar memalukan," lanjut Niall. Aku memukul lengannya pelan. Kukira ia benar-benar membelaku.
"Cal? Kalau aku boleh bertanya, siapa ini?" Aku menghampiri Liam yang sedang memegang sebuah bingkai foto juga. Kuharap, ia tidak menanyakan sesuatu yang memalukan, sama seperti yang dilakukan Louis. Deg! Aku sangat mengenali sosok yang ditanyakan Liam, seorang laki-laki yang berwajah mirip denganku. Jelas saja, aku ini anaknya.
"Yang ada di foto itu adalah ayahku, ia sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Karena ibuku masih berduka, beliau memasang foto itu di ruang tengah dan ruang kerjanya. Mungkin, untuk mengingatkannya pada sosok suaminya," ujarku. Aku merasakan seseorang merangkul bahuku, dan ketika aku berbalik, Niall-lah yang merangkulku.
Mereka semua memelukku, posisiku berada di tengah-tengah, membuatku merasa kecil diantara postur badan mereka berlima yang lebih tinggi dariku. Group hugs ini membuatku merasa nyaman, pantas saja banyak directioners yang ingin memeluk mereka. Mereka melepaskan peluka setelah beberapa menit, Louis memasang cengiran khasnya, begitu juga Niall, Harry, Liam dan Zayn. Hey, mereka berlima membawa energi positif ke dalam rumah yang penuh duka selama beberapa bulan ini.
"Sudahlah, jangan sedih ok? Aku selalu tidak suka melihat seorang gadis bersedih," aku tersenyum tipis kearah Liam.
Aku kembali duduk di sofa yang ada di ruang tengahku, "kalian tidak mau mencoba kue buatanku sendiri? Aku yakin kue-ku ini tidak kalah enaknya dengan kue buatan Harry," Harry menatapku dengan sebelah alis terangkat. Seakan menerima tantanganku.
Mereka semua mengambil kue-ku lalu memakannya, aku menyeringai tipis melihat raut wajah mereka berubah seketika. Sudah kubilang, kalau kue buatanku tidak kalah dengan kue buatan Harry. Niall tanpa banyak bicara, mengambil kue yang kedua dan terus begitu. Kurasa julukan Niall si tukang makan memang benar, lihat saja, ia sudah menghabiskan kue yang ke sepuluh.
"Kurasa aku menang, ya kan Harry?" Harry menganggukan kepalanya senang.
"Aku tidak keberatan kalau kalah dengan kue seenak ini. Omong-omong, Niall, jangan semuanya di habiskan, dong! Kau kira cuma kau saja yang ingin makan kue ini? Aku dan yang lainnya juga ingin tahu!" Niall mengabaikan umpatan Harry dan tetap mengunyah makanannya. Aku tersenyum tipis melihat Niall dan yang lainnya.
Tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat familiar di telingaku. Suara yang biasanya terdengar saat ibuku pulang dari perjalanan jauhnya. Suara gerbang di buka dan suara mesin mobil. Aku memaksa kelima laki-laki yang tengah duduk untuk bangun dan mendorong mereka kearah pintu belakang rumahku.
"Ibuku sudah pulang, aku tidak tahu kalau ia akan kembali secepat ini. Maafkan aku, tapi kalian harus pulang sekarang atau kalian lebih suka menghadapi kemarahan ibuku?" Ucapku saat menyadari raut wajah mereka yang kebingungan dan meminta penjelasan.
Aku menghela nafas lega saat mereka menganggukkan kepala setuju, dan mereka menurut saat aku menyuruh mereka untuk keluar dengan pintu belakang. Astaga, aku lupa membawa nampan yang berisi minuman dan kue tadi. Terlambat, ibuku sudah masuk dengan tatapan marah yang mengarah padaku. Jelas tatapan matanya menuntut penjelasan dari keberadaan nampan dan letak bingkai foto yang berubah, belum lagi ada remah kue yang berantakan di atas meja. Tamat sudah riwayatku, kalau ibuku tahu siapa yang baru saja datang, ia pasti akan melabrak mereka. Siapapun itu, bahkan kalau yang datang adalah penyanyi bertaraf internasional, ibuku tidak akan segan.
"Nona Floria, apa yang pernah kukatakan padamu tentang membawa teman ke dalam rumah?" Ibuku melipat tangannya di depan dada. Bukan pertanda bagus, kalau ingin bertanya apa pendapatku.
"Memangnya kenapa kalau aku membawa teman? Aku ini punya kehidupan sendiri, dan kau tidak punya hak untuk mencampuri urusan dan hidupku. Aku sudah berumur dua puluh tahun, menurut hukum aku sudah bisa menetapkan keputusanku sendiri tanpa pengaruh dari orangtuaku."
Wajah ibuku memerah lagi, kurasa saat-saat yang selalu aku benci akan kembali terulang lagi, yaitu saat ibuku menamparku,"kau sudah keterlaluan, Calantha. Kau benar-benar akan kuhukum seumur hidup, dasar anak tidak tahu diri,"
Tangan ibuku sudah terangkat, mengambil ancang-ancang tang sudah sangat kuketahui. Aku menutup mataku, tidak ingin melihat ekspresi ibuku saat ingin menamparku. Eh, aku tidak merasakan apapun, bahkan setelah hampir tiga puluh detik aku menghitung. Dengan memberanikan diri, aku membuka mataku. Betapa kagetnya aku, ketika melihat Niall menahan tangan ibuku.
"Maaf, nyonya. Aku tahu, kalau aku sudah lancang menahan anda dan menyentuh anda. Tapi, semarah apapun anda terhadap anak anda sendiri, menurutku sangat tidak pantas untuk seorang ibu menampar atau bahkan memukul anaknya sendiri, bukankah kau juga berpikir seperti itu? Nyonya?"
Apa yang dia lakukan? Bukankah aku sudah menyuruhnya untuk pergi lewat pintu belakang? Aku melihat sekeliling dan menyadari kalau keempat sahabat Niall sudah berada di depanku, seakan mencoba menghalangiku dari ibuku sendiri. Aku memang terharu karena belum pernah ada orang yang membelaku seperti ini, tapi ini juga adalah sala satu tindakan paling buruk yang pernah seseorang lakukan untukku.
"Wah, siapa kau? Kau sudah di peralat oleh Calantha sampai ingin membelanya? Kuberitahu satu hal padamu, berteman dengannya sama saja dengan mimpi buruk, itu juga yang terjadi pada ayahnya saat itu."
"Ibu!!"
Aku memotong kalimatnya, sebelum ia sempat mengucapkan apapun. Aku sudah terbiasa kalau ia memperlakukanku dan berkata seperti itu padaku, tapi bisakah ia menahan amarahnya agar tidak meledak di depan teman-teman baruku?
Ibuku kembali menatapku dengan tatapan lebih tajam dari biasanya, ia melepaskan tanganbya dari genggaman Niall, "kau. Lebih baik kau pergi dengan teman-temanmu itu, dan jangan pernah kembali lagi kesini. Dan untuk kalian, aku sudah memperingatkan kalian tentang Calantha. Jangan salahkan aku ketika kalian mendapatkan kejadian buruk saat bersamanya."
Aku berlari ke kamarku. Aku hanya ingin membawa satu barang, yaitu notesku. Tidak ada lagi barang-barangku selain itu, mereka berlima menungguku di depan pintu utama dengan sorot mata kasihan dan meminta maaf. Aku menggelengkan kepala karena ini bukan salah mereka. Toh, aku juga yang mengundang mereka ke dalam rumah dan ini adalah salahku. Dari peristiwa hari ini, hanya satu yang kusesalkan. Aku tidak akan bisa melihat tanamanku lagi. Sebelum benar-benar pergi, sudut mataku melihat setangkai bunga mawar berwarna merah-keorangean gelap, sangat cocok untuk ibuku. Duka cita, itu adalah arti dari bunga yang baru saja kulihat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top