F. This Is The End?
"Aku terlalu naif jika suatu hari berharap memilikimu. Kini lihatlah. Berapa pilu yang telah si bodoh ini dapatkan?"
*****
"ADOHAII, CALON SUAMI GUE GANTENG BANGET ASTAGAA!!"
Tanpa menoleh pun, Kunimi sudah tahu siapa sosok yang sedang bersorak dari atas tribun itu. Tentunya cewek menyebalkan yang akhir-akhir ini semakin mengusik dirinya. Lagipula, ia juga takkan mengakui perasaan apa yang turut mengusiknya sejak hari itu.
"KUN!"
"KUNTII!" Kunimi terlonjak kaget, dirinya mendapati Kindaichi yang berteriak tepat di telinganya.
"Ck, gak usah teriak bisa?" Geramnya yang malah dibalas cengiran dari Kindaichi. "Kalem bro, tuh pacar lo udah mau nyamperin." Tunjuknya pada sesosok cewek berbalut cardigan yang hendak turun membawa sebotol air dan juga buket bunga seperti biasa.
Kunimi hanya memandang (Name) dari jauh, tak berminat untuk menghampirinya. Pikirannya sedang kacau saat ini bahkan sebenarnya ia enggan untuk melihat wajah cewek itu. Entah karena apa, namun Kunimi sungguh ingin menghindari cewek itu sehari saja.
"KUNIMIII!!" Cowok yang dipanggil itu tak bereaksi sama sekali. Ia hanya duduk termenung di kursi cadangan dengan tatapan kosongnya.
"Kun?" (Name) menggerakkan telapak tangannya di depan wajah cowok itu. Kunimi mengernyih dengan tatapan sinisnya. "Apa?"
(Name) tertawa kecil. "Gapapa, nih gue udah bawain lo a-EHHHH!" Cewek itu memekik kaget saat menyadari bahwa ia tanpa sengaja menumpahkan isi air itu hingga mengenai baju Kunimi.
"Eh, Kun, soriii. Bentar nih gue bawa tis-" (Name) hendak mengelap tumpahan di baju Kunimi namun dengan kasar, cowok itu malah menyentak tangan cewek itu.
"Kun, lo kenap-"
"KEMARIN GUE BILANG APA, HAH? GAK USAH GANGGU GUE LAGI!" (Name) terkejut kala dirinya dibentak langsung di depan umum oleh Kunimi.
"Sori, gue gak mak-"
Kunimi menggeram kesal, tangannya mencabik kasar rambutnya dengan tatapan yang menggelap. "CK, LO KENAPA SIH NGURUSIN GUE TERUS? BUAT APA, HAH? SENGAJA BIAR GUE LULUH? SENGAJA BIAR GUE SUKA SAMA LO!?"
(Name) terdiam, membiarkan Kunimi meluapkan semua amarahnya. Cowok itu berganti menuding (Name). "LO GAK LEBIH DARI CEWEK SAMPAH! LO SAMA AJA KAYAK JALANG YANG NGEREBUT BAPAK LO DARI IBU LO! LO CUMA NYERITAIN MASA LALU LO BIAR GUE KASIAN KAN? NGAKU LO!"
Mendengar apa yang barusan Kunimi ucapkan, cewek itu beranjak pula dari duduknya dengan tatapan yang tajam. Orang lain boleh saja mengejeknya, namun menyamakannya dengan wanita sialan itu, sungguh bahkan sampai mati pun ia takkan pernah sudi.
"SOPAN LO KAYAK GITU!? LUCU YA? KEMARIN LO TIBA-TIBA MERLAKUIN GUE DENGAN PERHATIAN! SEKARANG APA!?" Bentak (Name) ikut tersulut emosi.
Cowok itu bahkan tak kalah tajam menatap cewek di hadapannya. "LO CUMA DIBAWA TINGGI SEKALI, (NAME)! LO TERLALU PERCAYA DIRI SAMPAI LUPA, KALO REALITA SEKEJAM INI!"
Nyali (Name) menyiut, otot tangannya menegang sebab mencengkram kuat cardigannya. "BRENGSEK! GUE BENCI SAMA LO, KUN! LO TERNYATA GAK ADA BEDANYA SAMA BAJINGAN ITU!"
Kunimi menyeringai menghadap (Name). "MEMANG! TERUS KENAPA LO GAK PERGI AJA? NYUSUL IBU LO MISALNYA! GAK GUNA LO DI SINI!" Sentaknya.
Cewek itu terkejut, tak menyangka hanya karena masalah sepele sudah menyulut emosi Kunimi hingga cowok itu mengusirnya. (Name) tersenyum miris. "Oke, kalau itu mau lo."
(Name) berbalik arah menuju pintu gym dan melempar kasar buket bunga lili itu di lantai. Ia sudah tak peduli dengan apapun itu. (Name) sempat dihadang oleh Oikawa kala ia akan keluar, namun melihat Kunimi yang tampak tak berempati kepadanya, cewek itu menggeleng.
Gue pergi, Kun.
*****
"GOBLOK! TAI LO KUN!"
Cowok itu memukul-mukul kasar tembok di depannya. Persetan dengan tangannya yang mulai terluka dan memerah akibat terlalu keras menghantam benda padat itu. Buku-buku jarinya mengepal seolah menyalurkan emosi terpendam.
"BEGOO! LO ORANG PALING GOBLOK DI DUNIA! TAI! ORANG KAYAK LU YANG GAK PANTES HIDUP, BODOH!"
Kunimi masih setia menghantam temboknya. Matanya sudah memerah akibat emosinya yang benar-benar tak terkontrol.
Untuk pertama kalinya, Kunimi menangis karena seorang cewek. Cowok itu meraung, menyesal tak menyatakan perasaannya atau setidaknya menahan emosinya pada (Name).
"Bisa-bisanya, lo lepasin cewek sebaik dia..." Lirihnya. "Bodoh! Lo bodoh! Gue bodoh banget astaga!" Rengeknya tak beraturan.
Kunimi terkekeh miris. "Kadang gue lupa, kalau orang yang paling berjuang sekalipun, bakal capek suatu saat."
*****
"Sudah seminggu dan dia belum pernah muncul di sekolah lagi?" Matsukawa mengangguk, mengiyakan pertanyaan adik kelasnya.
Sore itu setelah mereka latihan, Matsukawa mendapat informasi mengenai keberadaan (Name) dari adik kelasnya. Semua anggota voli itu berkumpul tak terkecuali Kunimi yang akhir-akhir ini semakin terlihat kusut semenjak (Name) pergi.
Kindaichi tahu bahwa temannya memang salah, namun ia lebih memilih menenangkannya ketimbang memperkeruh suasana. "Lo udah cari tahu lagi bro?" Kunimi menggeleng dengan lemasnya.
Mereka akui, melihat Kunimi yang galau karena cinta membuat mereka terhibur karenanya. Bayangkan saja, cowok mageran dengan raut wajah malasnya itu akhirnya bisa merasakan gila karena gadisnya apalagi dengan drama yang terjadi di hadapan mereka kemarin.
Jahat betul temannya.
Bahkan setelah berhari-hari terlewati, tak ada kabar pasti mengenai cewek itu. Kunimi takkan munafik kali ini, ia benar-benar merindukan sorakan cewek itu atau mungkin pemberian (Name) tiap kali ia selesai latihan.
"Fuck, i really miss her."
Kunimi mengusak kasar rambutnya, berharap tiba-tiba muncul di hadapannya cewek yang akhir-akhir ini ia cari. Kepalanya menoleh ke samping dan melihat setangkai lili putih entah milik siapa yan tertinggal di sana.
"Senyum lo bahkan lebih indah dari pada bunga yang lo kasih, (Name)." Tatapan cowok itu menyendu menikmati angin sepoi yang menerpa dirinya. Ia benar-benar ingin meminta maaf padanya, memeluknya, dan mencium kembali aroma favoritnya itu.
"(Name)! Selamat ya!"
"Hehe, makasih bu."
Mata Kunimi terbuka sepenuhnya sebab suara samar itu. Ia yakin tidak salah mendengar. Baru beberapa detik yang lalu, ia mendengar suara cewek yang selama ini ia rindukan. Cowok itu beranjak dan segera berlari ke arah mana pun mengikuti instingnya.
Matanya membulat, juga jantungnya yang berdebar semakin kencang kala melihat cewek berbalut cardigan rajut khasnya itu tengah berjalan menuju area luar sekolah.
"(Name)!"
Cewek yang dipanggil menoleh. "Ap-"
Grep! Didekapnya erat cewek yang lebih pendek darinya itu. Kepalanya ia sembunyikan pada ceruk leher cewek itu dan menghirup dalam-dalam aroma yang membuatnya candu itu. Cowok itu mungkin menangis kalau saja ia tidak ingat bahwa dirinya masih berada di sekolah.
"(Name), gue bener-bener minta maaf. Tolong maafin gue, gue nyesel." Pinta Kunimi yang masih mendekap (Name) erat.
"Kun, lepas."
Kunimi tersentak namun ia segera melepas tubuh mungil itu. Ah, cowok itu tahu. Setelah ini, ia yakin akan mendapatkan tamparan di salah satu pipinya.
"Gapapa, tampar aja gue. Gue pantes kok buat lo tampar. Tapi asal lo tahu (Name),"
"Gue cinta sama lo." Imbuhnya dengan tatapan miris.
Plak! "Sudah puas kan?" Tanya cewek itu setelah menampar pipi kiri Kunimi. Cowok itu mengangguk. Dia pantas mendapatkannya.
(Name) menarik panjang-panjang napasnya dan kembali angkat bicara.
"Kun, gue minta maaf sudah ngata-ngatain lo kemarin. Gue bener-bener emosi kema-"
Cewek itu tak melanjutkan ucapannya kala ia menyadari kepalanya yang bersandar pada dada Kunimi. "Gue yang harusnya minta maaf. Maaf kemarin gue ngomong banyak hal yang menyakitkan buat lo. Maafin gue ya?"
(Name) menggeleng. "Sakitnya setimpal karena gue udah ganggu lo," Ucapnya sambil menenggalamkan kepalanya pada dada bidang cowok itu.
"Sekarang gue tanya, seminggu kemarin ngilang kemana?" Kunimi menatap tajam (Name) namun cewek itu malah nyengir.
"Sori, gue gak ngabarin. Setelah kejadian kemarin, gue langsung karantina buat olimpiade kimia. Dan lo tahu, ternyata gue dapet juara 1 aaaa, seneng banget. Gue sebenernya pengen ngabarin lo, cuma ya..."
"Apa, hm?"
"Gue takut ganggu lo." (Name) meringis sementara Kunimi hanya membuang napas pelan.
"Sekarang, lo mau hadiah gak?" Tanya Kunimi sambil mengusap pelan rahang (Name). Cewek itu mengangguk dan berbinar menatap cowok yang lebih tinggi darinya itu.
Cup!
Kedua mata (Name) membola kala bibirnya merasakan benda lunak di sana. Cewek itu lebih terkejut lagi saat bibir bawahnya dilumat pelan oleh cowok itu.
(Name) memilih menutup mata namun setelahnya ia merasa sedikit sesak.
Kunimi tahu (Name) kehabisan napas, dengan cepat ia melepas pungutannya dan menatap sendu cewek di depannya yang masih sibuk mengatur napasnya. "Maaf," Ucapnya pelan yang dibalas gelengan pelan oleh cewek itu.
"Jadi kita.."
"pacaran?" Tanya (Name) dengan muka yang sedikit memerah. Entah karena ia malu atau karena aktivitas bercumbu mereka barusan. Siapapun tolong Kunimi sekarang yang sedang menahan diri untuk tidak mencubit gemas pipi (Name).
Cowok itu tersenyum kecil dan mengusap pelan pipi (Name). "Langsung nikah aja, gimana?"
*****
Omake
"Anjrit si Kunimi..." Hanamaki melongo melihat dua insan yang tengah bercumbu itu.
Matsukawa pun juga melotot. "Ku pikir cupu ternyata suhu," Komentarnya sembari merekam adegan ciuman mereka barusan.
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top