E. Sweet Pea 0.4
━━━━━━ ◦ ❁ × ❁ ◦ ━━━━━━
04 : Belum Terlambat
"Lakukanlah sebelum datang badai yang membuat mu menyesal. Waktu orang itu tidaklah lagi lama. Setidaknya ucapkan sesuatu sebelum dirinya pergi jauh."
Hayakawa merasa malu, bahkan Angel Devil yang tidak satu tim dengannya sudah lebih duluan tahu tentang (name) yang akan segera pindah divisi.
Lakukanlah sebelum datang badai, apakah itu berhubungan dengan suruhan Denji kepada Hayakawa untuk menemui (name) lusa nanti sambil membawakan sebuah bunga?
Tidaklah lagi lama, benar. 48 jam sebelum (name) berganti tim serta divisi, waktu itu tidaklah lagi lama.
Tapi mengapa...Hayakawa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan? Mengapa hanya dirinya yang bertemu dengan (name) dihari lusa nanti?
"Denji! Power! Kenapa tidak ikut menemui (name) lusa nanti? Kalian juga satu tim dengannya." Hayakawa menaruh berkas penting diatas meja.
"Kau yang telat, aku dan my buddy ku Denji sudah merayakan pesta perpisahan kemarin," ujar Power.
"Makanya jangan tidur kemarin," ejek Denji.
Kini Hayakawa yang terpojok kan. Tapi setidaknya, alasan mengapa hanya dia yang akan menemui (name) nanti sudah terjawab.
Denji merebahkan tubuhnya tidak jauh dari Hayakawa yang sedang duduk, Power ikut melakukan hal yang sama.
"Cafetaria, meja nomor 4, jam makan siang. Kau dengar?" tanya Denji pada Hayakawa.
"Cafetaria, meja nomor 4, jam makan siang. Kau dengar?" Power mengucapkan ulang perkataan Denji.
Hayakawa menutup kedua matanya, menghembuskan napas pelan sebanyak 2 kali sambil memijat lembut kedua keningnya. Dua orang ini sangat memancing amarahnya.
"Soal bunga, bunga apa yang harus ku bawa?" Hayakawa bersabar.
Denji menyilangkan kedua lengannya diatas dada. "Entahlah."
"Entahlah." Power juga ikut menyilangkan kedua lengannya diatas dada.
Ah. Power teringat sesuatu. "Waktu itu, gadis kuncir dua, hmmm Konbeni? Beni? Siapapun itu. Memberikan bunga kelahiran pada om tua."
Denji merass tertarik. "Bunga kelahiran? Tau dari mana?"
Power melirik Denji. "Tidak sengaja ku lihat, lalu ku tanyakan bunga apa. Dia jawab bunga kelahiran yang memiliki makna."
"Bunga kelahiran...bulan apa?" kepo Denji.
"Bunga kelahiran."
"Bulan apa?"
"Ya bunga kelahiran."
Denji menyerah, menanyakan hal yang sama pada Power hanya akan memancing keributan. Dia sedang tidak mempunyai tenaga saat ini.
Hayakawa berpikir. "Bunga kelahiran punya makna...."
Tubuh yang sudah nyaman duduk sedaritadi, kini sudah beranjak pergi mengambil sesuatu dari dalam kamar. Keluar dari kamar, tangan Hayakawa terlihat membawa sesuatu.
Kembali Hayakawa duduk, laptop yang dibawa keluar dari kamar telah ia taruh rapi diatas meja. Jempolnya dengan terampil menekan tombol on untuk menyalakan laptop tersebut.
Denji dan Power telah berada disamping kiri dan kanan Hayakawa. Denji berada disamping kiri, dan Power berada disamping kanan. Keduanya ingin tahu bunga apa yang akan Hayakawa pilih.
"Bunga mawar bagus." Mata power berbinar ketika melihat bunga mawar muncul pada layar laptop.
"Pilih yang warna merah," ucap Denji.
"Mawar memang merah."
"Kau dari goa ya? Ada warna lain."
"Hitam?"
"Ada."
"Aku mau satu!"
"Akan ku bawakan di pemakaman mu nanti."
Pertengkaran hebat pun dimulai. Tidak ada yang menjadi wasit, jadi kedua peserta itu melakukan pertengkaran secara bebas dan tanpa batas. Bukti pertamanya adalah kanvas bunga yang jatuh.
Hayakawa lanjut mencari bunga yang cocok serta memiliki makna tersendiri untuk dibawa ke perpisahan (name) dari timnya nanti.
Fokusnya penuh pada layar laptop, jari jemari sibuk menekan papan keyboard. Tiba-tiba mata itu menatap satu bunga yang dirasa sudah sesuai dengan kriteria.
"Maaf terlambat," ujar (name).
Kursi makan ditarik, lalu (name) duduk diatasnya. Hayakawa hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Sudah lama menunggu?"
"Santai saja, belum lama."
(Name) tersenyum sekaligus merasa sedih, ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka di dalam tim yang sama. Pertemuan yang akan datang nanti rasanya hambar, karena mereka sudah berbeda divisi juga.
Acara makan siang berdua dimulai, kembali suasana yang kemarin itu terulang. Hanya ada keheningan dalam pembicaraan dengan suara sendok dan piring yang beradu sebagai pengalihan.
"Ku harap tim barumu dapat berjalan lancar."
(Name) terkejut, matanya berkedip secara cepat. Tidakkah salah kata-kata yang ditangkap indra pendengarannya itu?
"Makasih, tidak ku sangka kau memikirkan hal itu." (Name) mulai tersipu.
(Name) juga wanita, pastilah akan luluh mendapatkan perhatian kecil dari sang pujaan hati. Walau baru kali ini Hayakawa perhatian, rasanya sudah lebih dari cukup.
"Ah ini." Hayakawa mengambil buket bunga yang ia simpan di samping kursinya. "Untukmu." Ia berikan buket tersebut untuk (name).
"Oh?" (Name) menerima buket bunga tersebut. "Kacang manis? Langka sekali melihatnya."
Tanpa direncakan, senyuman (name) merekah begitu saja. Bahagia hatinya setelah mendapat perlakuan manis dari Hayakawa.
"Terima kasih, akan ku simpan divas bunga terbaik ku!" Mendengar hal ini, Hayakawa tersenyum tipis.
"Tapi, kenapa bunga kacang manis?" tanya (name).
"Sempat ku baca soal makna bunga ini. Kau bergabung dengan tim kami pada bulan April, ku anggap itu sebagai hari lahirnya kau di tim ini." Hayakawa menghela napas sebentar.
"Simbol dari kesenangan dan kebahagiaan. Aku senang dapat mengenal dirimu, terima kasih sudah membantu mengurus dua bocah tua itu."
"Selain itu, bunga ini juga dapat menjadi lambang kemajuan seseorang, sangat cocok untukmu yang telah maju dan dapat masuk ke dalam divisi terbaik kantor ini."
"Selamat ata—." Tidak sempat Hayakawa menyelesaikan kalimatnya, dirinya kaget melihat (name) tiba-tiba menangis.
"Kau baik? Ada apa?" Hayakawa khawatir.
(Name) menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Maaf, ini memalukan. Entah mengapa aku menangis."
Hayakawa menunggu sampai (name) tenang sebelum masuk ke obrolan selanjutnya.
"Terima kasih, Aki." Kedua mata (name) menyipit hingga terlihat seperti bulan sabit, senyumnya melebar dan terlihat sangat tulus.
Dirinya, cantik sekali.
"Selamat atas kerja kerasmu."
Hayakawa merasa tidak nyaman untuk mengatakannya, tapi ini juga demi kebaikan mereka berdua.
"(Name), maafkan aku. Tapi carilah pria lain, diriku masih belum bisa menerima seseorang yang baru, itu hal yang buruk jika aku paksakan."
(Name) menyeka air matanya. "Terima kasih sudah jujur, sekarang aku lega mendengar jawabannya. Terima kasih sekali lagi."
"Maaf, berbahagialah. Kau berhak untuk itu (name)."
"Kau juga Aki, ku harap kau menemukan pengganti untuk dirinya yang telah pergi."
Keduanya saling berjabat tangan, kini status mereka sebagai rekan satu tim telah resmi menghilang. Namun, status mereka sebagai seorang teman tetaplah ada selamanya.
Meski jiwa telah berpisah dari raga sekali pun.
Angel Devil menangis, kali ini ia gagal lagi untuk memberi tahukan fakta kepada seseorang secara langsung tanpa harus memberi pesan tersirat.
Dibawah sinar rembulan, diatas atap rumah. Angel Devil mengucapkan permintaan maaf sebanyak bintang yang menghiasi langit.
Power mencoba memberikan semangat, tapi ialah yang menangis paling kencang. Merasa bersalah karena terpaksa ikut menyembunyikan sesuatu. Namun, itu tetaplah untuk kebaikan temannya.
Denji memberanikan diri untuk menelepon orang yang paling tersakiti hatinya. Kalaupun tidak diangkat, sudah jelas apa alasan dibalik itu.
Yang ditelpon telah menerima panggilan.
"Kau pasti sudah mendengar kabar itu dari penyebar informasi kantor. Tenangkan lah dirimu kawan, umur memang lah sesingkat itu."
Yang ditelpon tidak mengatakan apa-apa, semuanya sangat mendadak untuk di terima.
Denji mematikan panggilan secara sepihak. Matanya menatap sayu kearah bulan yang menjadi sumber cahaya di gelapnya kehidupan malam
Diseberang sana, Hayakawa kembali menitikan air matanya. Padahal siang tadi mereka masih saling berkomunikasi dan melakukan makan siang bersama.
Namun, yang lebih kuasa telah memanggilnya untuk pulang.
Selamat tinggal, dirimu. (Name) (last name).
Selesai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top