C. Sweet Pea 0.2
━━━━━━ ◦ ❁ × ❁ ◦ ━━━━━━
02 : Juara Kedua
Benar tebakan Hayakawa tentang orang ini. "Lama menunggu? Maafkan aku, tidak ku sangka kau akan datang kemari."
Hayakawa menundukkan tubuhnya, meminta maaf telah membuat seseorang menunggu dirinya.
Yang mendapat permintaan maaf menjadi merasa tidak nyaman. "Santai saja Aki, aku disini juga belum lama kok."
(Name) tersenyum, seminggu setelah bertugas di kota seberang, akhirnya ia akan kembali bekerja dengan timnya. Siapa lagi isi timnya jika bukan Denji, Power, serta Hayakawa.
Terdengar suara klakson mobil, ternyata jemputan kantor telah datang menjemput mereka berdua. Kini keduanya berangkat bersama menuju kantor, sempat keadaan menjadi hening karena ini pertemuan pertama mereka sejak seminggu yang lalu.
Basa-basi kini dibuka (name) untuk mengusir suasana canggung. "Bagaimana kabar Denji dan Power, apa masih penuh energi seperti biasanya?"
Hayakawa tidak merubah ekspresi datarnya sama sekali. "Masih seperti orang bodoh."
"Ahahaha, begitu ya?"
"Iya."
Suasana kembali menjadi canggung, ditambah lagi menjadi sedikit hening dari sebelumnya. Supir yang menjemput mereka pun ikut tertekan dengan hawa suasananya yang sedikit suram.
"Sudah sarapan? bagaimana kalau kita mampir sebentar?" ajak (name) kepada Hayakawa.
"Kita sudah terlambat, cukup makan siang saja," tolak Hayakawa untuk ajakan (name).
Benar kata Hayakawa, mereka sudah telat datang ke Kantor. Bahkan sangat-sangat telat.
"Ehm, kalau begitu. Siang nanti mau makan siang bersama?" ajak (name) sekali lagi.
"Boleh," jawab Hayakawa dengan cepat. Tetap dengan tidak adanya perubahan nada pada ucapannya.
Memang sudah begini lah sosok Hayakawa, apa yang (name) harapkan dari itu? Bahkan membayangkan Hayakawa bersemangat dengan ajakannya pun rasanya percuma.
Obrolan mereka pun berakhir sampai disana.
Denji mendecih sesaat setelah kedatangan Hayakawa serta (name) di kantor. "Lihat pecundang ini tetap beruntung dapat berangkat bersama bidadari tim kita."
Power yang berada disamping kanan Denji langsung memuji dirinya sendiri. "Aku juga bidadari, karena aku senior (name)."
Bagaikan kecepatan cahaya, Denji langsung memasang raut wajah jijik dan terkesan mengejek. "Tidak, kau itu setan."
Plak.
Telapak tangan kanan Power menampar pipi Denji dengan kerasnya. "Akan ku kirim kau ke Neraka," ucap Power penuh penekanan serta amarah.
Sedetik kemudian, aksi saling tonjok-menonjok berlangsung. Para pekerja yang kebetulan sedang berada disekitar pintu masuk Kantor, langsung berhenti melanjutkan aktifitas mereka untuk sementara dan fokus menonton pertengkaran duo paling terkenal di kantor.
(Name) yang melihat aksi kedua seniornya, dengan cepat bergerak maju dan mencoba melerai perkelahian yang telah terjadi.
Hayakawa yang sudah dalam kondisi pusing sedari tadi, memilih untuk tidak mempedulikan timnya dan melangkah pergi ke ruangan Makima, atasan mereka berempat.
"Aki? loh?" (Name) terkejut karena Hayakawa sudah menghilang dari tempat.
Karena lengah dan posisi (name) yang sangat dekat dengan Denji, Power. Pukulan Power yang ditujukan untuk Denji, malah mengenai pipi kiri (name).
Setelahnya, (name) oleng dan sebagian tubuh bagian atasnya jatuh menghantam lantai. Melihat hal tersebut, buru-buru Denji, Power membantu (name) bangun.
"Sayang, eh (name)! kau tak apa?" tanya Denji khawatir.
"(Name)! (Name)! Ada yang luka? Rumah sakit! Rumah sakit!" ucap Power sambil berteriak.
"Berisik bodoh! Ini semua karena ulahmu!" teriak Denji.
Wajah Power memerah, efek dari Emosi. "Kau yang memulai, anjing jelek!"
"Apa katamu?!"
"Babi bodoh!"
"Cewek iblis!"
"Pecinta wanita!"
"Ketiak mu bau!"
Denji dan Power kembali bertengkar. Namun, kali ini lebih parah. Karena setelah pertengkaran mereka selesai, keduanya harus ke ruang kesehatan kantor untuk mengobati luka yang mereka dapatkan.
Tentu saja, (name) yang harus mengurusi mereka berdua.
"Lihat hasil perbuatan mu ini!" Power mencubit pipi Denji dengan kerasnya.
Denji mengerang kesakitan, bagian yang dicubit Power ternyata bekas luka yang sudah diobati (name) barusan.
"Akh lepas!" Denji meninggikan suaranya.
Dengan cepat Power mengiyakan lalu duduk tenang. Oh? Semudah ini?
(Name) menghela napas lagi, terhitung sudah yang kelima belas kalinya ia menghela napas. Baru saja (name) ingin menyeret paksa kedua pembuat onar itu keluar dari ruang kesehatan, tiba-tiba handphone miliknya terdengar berdering.
Gerakan cepat dikeluarkan, panggilan telepon yang masuk kini telah diterima oleh (name). "Halo? Ada apa, Aki?"
"Makan siang." Singkat dan padat Hayakawa menjawab.
Tarikan garis senyum telah menghiasi wajah (name), senang sekali rasanya seseorang yang spesial mengingat ajakan darinya. Di lain sisi, Denji yang melihat raut wajah senang (name), hanya bisa mengeluarkan senyum tipis palsu.
Power yang sangat peka dengan keadaan langsung merangkul tubuh Denji. "Auhm, makan siang ya? Denji ayo."
Karena tidak ada aba-aba yang diberikan, Denji malah hampir jatuh saat Power mengangkat dirinya untuk berdiri.
"Ah sial," ucap Denji kesal.
"Apa sial-sial? Kau mau ku pukul lagi?" tanya Power seperti sedang menantang.
(Name) yang terkejut langsung mengeluarkan sebuah pertanyaan. "Loh, tidak pergi bersama?"
Power menjawab. "Tidak, kami duluan saja."
Alis Denji mengerut. "Apa-apaan?"
Power dengan sengaja menginjak punggung kaki kanan Denji dengan kuat. Setelahnya, ia berjalan sambil merangkul paksa Denji dibagian leher. Membuat Denji merasakan sesak napas.
"Jangan pedulikan kami! Cepat temui dia!" teriak Power yang sudah berlari keluar dari ruangan. Jangan lupakan Denji yang setengah nyawanya telah melayang.
(Name) bengong. Telepon tadi pun telah dimatikan oleh Hayakawa.
Denji menarik kerah baju Power. "Akan ku masukkan kau ke rumah sakit selama setahun."
Power menepis tangan Denji. "Kau menjengkelkan saat menjadi lemah, kenapa tidak langsung nyatakan saja perasaan mu?"
Denji terdiam. Power tersenyum remeh.
"Heh, payah."
"Payah. Denji payah. Sangat payah."
"Payah, Denji payah."
Denji tertawa kencang. "HAHAHAHA."
"Kenapa kau? Otakmu menjadi miring setelah ku katai payah?"
"Sudah jelas aku kalah, dia lebih menyukai pria menyedihkan itu." Denji menjatuhkan pandangannya.
Bugh.
Power memukul area dada Denji. "Kata-kata mu juga sama payahnya."
Denji memegangi bagian dadanya yang terkena pukulan. "Bre—." Belum selesai ucapannya, kini Power menarik pergelangan tangan Denji dan mengajaknya berlari menuju kantin bawah kantor.
"Suka ini, suka itu. Selama belum dinyatakan, mana kita tau jawabannya akan seperti apa."
Terjadi keheningan berkepanjangan selama makan siang (name) dan Hayakawa berlangsung. Tidak ada basa-basi yang dilakukan sedari tadi.
Hanya terdengar suara sendok makan bertabrakan dengan makanan diatas piring putih bersih, serta suara mengecap makanan.
"Aki, apa ada makanan yang sangat kau sukai?" (Name) mencoba memulai obro9 basa-basi.
Aki menaikkan alis kirinya. "Ada apa?"
"Tidak. Hanya saja, aku berpikir untuk membawa bekal makan siang besok."
"Lalu kenapa menanyakan makanan kesukaan?" Aki meletakkan sendok makannya diatas piring.
"Karena aku bawa bekal, sekalian saja bukan aku buatkan untukmu? Sesekali sebagai rekan kerja."
Jujur saja, (name) kurang suka dengan kata 'sebagai rekan kerja' yang ia ucapkan.
"Tidak perlu."
"Tidak perlu sungkan, katakan saja."
"Sudahlah tidak perlu." Hayakawa menolak dengan keras.
Kondisinya kini semakin canggung, basa-basi yang dimulai (name) berjalan tidak lancar.
"Begitu ya? Ahaha, maaf jika terkesan memaksa."
Hayakawa mengangguk sebagai balasan.
Namun, (name) tidak menyerah untuk itu. Kembali ia mencoba membuka obrolan. "Aku rindu Himeno.''
"Iya, aku juga."
Terjadi perubahan ekspresi pada wajah Hayakawa, (name) dengan jelas melihat perubahan ekspresi itu. Ekspresi yang tadinya begitu datar, kini tergantikan dengan tatapan mata sendu, serta bibir yang tersenyum tipis.
"Ah...," batin (name).
"Aki, masih menyukai Himeno ya?" Sengaja (name) menanyakan hal yang sensitif.
"Entahlah." Raut wajah Hayakawa kembali berubah menjadi datar.
"Tidak mau mencari pengganti?"
"Pengganti? Himeno bukanlah sebuah barang." Bahkan nada suara Hayakawa pun sangat lah datar terdengar ditelinga.
(Name) panik. "Ah bukan, maksudku...."
"Iya. Aku paham. Tidak perlu dilanjutkan lagi."
Keduanya kini terdiam seribu bahasa, (name) juga sudah tidak berani membuka percakapan lagi. Padahal ia hanya ingin Hayakawa membuka sedikit ruang dihatinya, agar (name) dapat dengan berani menyatakan perasaan.
Berawal dari rekan kerja yang merangkak naik menjadi sosok yang spesial, terdengar klise. Tapi memang itulah kisah cinta yang (name) alami saat ini.
Padahal (name) telah sadari, bahwa dirinya hanyalah sebatas rekan kerja. Tidak perlu dirinya mengharap lebih, karena yang dicintai juga telah memiliki sosok yang akan selalu terkenang di hati.
(Name) mengambil tas kerja miliknya. "Ah maaf, aku baru ingat ada janji dengan seseorang. Aku pamit, makasih sudah menemani ku makan siang."
Hayakawa mengiyakan, tidak menaruh rasa curiga sama sekali. Melihat hal itu, (name) kembali merasakan adanya dinding besar yang akan terus menghalanginya maju ke tempat dimana hati Hayakawa berada.
Semenit setelah kepergian (name), muncul seseorang dari balik tubuh Hayakawa.
"Lihat betapa tidak pekanya dirimu."
Suara yang berucap terdengar sangat tidak asing untuk Hayakawa. Tampang kaget terpasang dengan rapi di wajah Hayakawa saat ini.
"Hmmm? Kenapa kaget?"
"Tumben kau berada di kantin atas?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top