B. Sweet Pea

Warning spoiler CSM manga

━━━━━━ ◦ ❁ × ❁ ◦ ━━━━━━

Sweet Pea
(n.) Bunga kacang manis
-
01 : Dirinya




Tanpa ragu-ragu, Denji menghantamkan sebuah buku berukuran tebal tepat ke wajah Hayakawa. Korban sempat meringis karena efek hantaman buku tersebut cukup keras.

"Jangan temui aku dengan wajah pecundang seperti itu," tegas Denji berucap, lalu pergi meninggalkan Hayakawa.

Power yang sedari tadi hanya diam memperhatikan kini telah berani membuka suara. "Lelah juga melihat dua orang bodoh bertengkar."

Hayakawa diam membisu, sudah sebulan berlalu sejak kepergian sosoknya yang terkasih. Enggan menghilang dari hati yang terkunci rapat. Himeno yang akan selalu dikenang didalam ingatan.

"Tidak semudah itu," ucap Hayakawa, namun lebih seperti sedang berbisik.

Atensi Power kini fokus menatap sosok Hayakawa yang terlihat menyedihkan, raut wajahnya selalu terlihat murung dan area bawah matanya kini mulai menggelap, hal ini dikarenakan Hayakawa terus begadang di setiap malamnya.

"Memang berat rasanya melepaskan, kuharap kau bisa segera menjadi Hayakawa yang biasanya."

Power beranjak pergi dari tempat duduknya. Mengikuti jejak Denji serta meninggalkan ketiga gelas minuman yang berisikan teh hangat kini terabaikan karena sebuah pertengkaran. Termasuk meninggalkan Hayakawa sendirian.

Di ruangan sederhana dengan cat dinding berwarna coklat tua, terdapat 2 rak buku besar dan 1 meja yang menjadi titik perkumpulan ketiga orang tadi di ruangan ini.

Kipas angin yang tadinya menyala kini dimatikan secara sepihak oleh Hayakawa. Bibirnya menghembuskan sebuah napas secara perlahan, tanda dirinya sendiri sudah tidak kuat dengan peristiwa yang telah berlalu.

"Aku rindu."

Disaat yang bersamaan, ia ingin sekali tertawa kencang. Kata-kata yang diucapkan Power sebelum pergi terus terngiang-ngiang di indra pendengaran miliknya.

"Seperti biasa, aku yang seperti biasanya itu seperti apa dimata kalian?"

Perlahan tapi pasti kedua matanya mulai tertutup, sampai akhirnya Hayakawa tertidur sendirian di ruangan itu. Tanpa ia ketahui, Power dan Denji sebenarnya tidak benar-benar pergi jauh dari sana.

"Hey, mau dibiarkan?" tanya Power kepada Denji.

Bukannya menjawab pertanyaan Power, Denji malah mengatakan hal lain. "Kau lihat? dia seperti orang yang terkena musibah banjir."

Power tertawa, sempat ingin ditahan tapi suara tawa itu malah keluar dengan kerasnya. "AHAHAHA. Temanmu masih berduka tapi perkataan mu pedas sekali."

"Seret saja dan bawa ke kamar tidurnya." Denji menggaruk rambutnya secara kasar.

"Sinting." Tapi, Power malah melakukan hal yang dikatakan Denji.



























Hayakawa terbangun dari tidurnya. Tidurnya lumayan nyenyak, tapi ia terbangun dalam kondisi tidak segar. Bahu dan punggungnya terasa sakit, disebabkan ulah Power yang menyeret tubuh itu secara kasar dan asal-asalan.

Perlahan Hayakawa bangkit dari posisi tidurnya, beranjak keluar dari kamar tidurnya. Ekspresi wajah kebingungan kini terlihat jelas, Hayakawa bingung kenapa tempat tinggal ini menjadi sangat sepi. Padahal di setiap paginya, duo hama yang sangat mengganggu itu akan selalu membuat keributan disini.

Baru saja ia ingin membuat sebuah sarapan guna mengisi tenaga untuk menjalani hari, ponsel yang diletakkan diatas meja ruangan tengah ini berbunyi, tanda sebuah panggilan masuk.

Terbaca nama kontak 'bocah gila 1' disambungan telepon tersebut, ragu-ragu Hayakawa mengangkat panggilan tersebut. Meski akhirnya tetap diangkat juga.

"LAMA SEKALI," teriak Denji.

Menyesal Hayakawa mengangkat panggilan ini. "Berisik, ada perlu apa hah?"

"Cepat ke kantor, calon istri maksudnya Makima mencarimu." Sangat jelas Denji sebal.

"Iya," jawab Hayakawa singkat.

"Ku tunggu 10 menit, lewat dari itu aku akan memukuli mu."

"Lakukan itu pada dirimu sendiri." Hayakawa mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Hayakawa memijat keningnya pelan, kondisinya masih belum membaik, tapi Denji terus menekan dirinya agar cepat melupakan Himeno secara terus-menerus.

Tujuan Denji memang baik, yaitu agar Hayakawa tidak terus diselimuti kesedihan yang berlebihan, tapi cara Denji mengeluarkan Hayakawa dari perasaan itu terkesan sangat memaksa.

"Aku yang akan memukuli mu jika sampai disana." Hayakawa memukul meja dengan tangan kanannya.

Merasa rasa kesalnya sudah berkurang, Hayakawa bergegas mengambil handuk mandinya dan segera membersihkan diri. Perasaannya boleh saja tercampur aduk, tapi soal pekerjaan harus tetap menjadi prioritas utama.

Tidak perlu membuang waktu lama untuk membersihkan diri, Hayakawa kini sudah siap dengan setelan jas kerjanya yang telah terpasang rapi di badannya.

Sebelum menginjakkan kaki keluar dari tempat ini, Hayakawa menyempatkan diri untuk berdiam sebentar sembari memandang foto Himeno bersama dirinya yang ditaruh diatas meja kecil dekat pintu masuk kamarnya.

Melayangkan sebuah doa untuk wanita tersebut, agar tetap bahagia di dunia sana. Meski tanpa dirinya sekali pun.

"Berbahagialah," ucap Hayakawa untuk yang terakhir kalinya, sebelum meninggalkan tempat.

Pintu rumah sudah dipastikan telah terkunci rapat, kompor juga sudah dipastikan tidak dalam kondisi menyala sebelumnya. Dirasa sudah aman untuk pergi, Hayakawa pun berbalik, berjalan menuju pergi.

Belum genap ke angka 20 iya melangkah dari pintu rumah, samar-samar Hayakawa melihat sosok yang ia kenal sedang berdiri didepan pagar rumah ini.
Untuk memastikan sosok yang familiar itu, Hayakawa kembali melangkahkan kakinya.

Derap langkahnya terdengar sampai ke indra pendengaran orang tersebut, dengan cepat sosok yang dimaksud membalikkan wajahnya agar dapat melihat Hayakawa.

"Oh! akhirnya kau keluar juga."

Benar tebakan Hayakawa tentang orang ini. "Lama menunggu? Maafkan aku, tidak ku sangka kau akan datang kemari."

Hayakawa menundukkan tubuhnya, meminta maaf telah membuat seseorang menunggu dirinya.

Yang mendapat permintaan maaf menjadi merasa tidak nyaman. "Santai saja Aki, aku disini juga belum lama kok."

Jadi, siapakah yang telah menunggu kedatangan Hayakawa Aki?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top