Chapter. 1

Seringkali dalam hidup, kita mendapat kejutan dari Tuhan. Entah itu mukjizat, berkat, atau anugerah. Anjir! Pembukaan kayak gini, bukan sok mau radikal atau dikira orang suci. Gue cuma berusaha menyampaikan sesuatu yang lucu atau berkesan.

Okay, skip! Intinya, gue hanya ingin bercerita.

Lulus kuliah, jujur aja, gue nggak tahu mau ngapain. I mean, I need a break. Gue sekolah dari TK sampe kuliah, yang artinya udah belasan tahun cuma gelutin hal sampah yang orang-orang bilang belajar.

Lantas, setelah gue udah kelarin kuliah, dimana akhirnya Mami nggak perlu ngurut dada untuk ingetin rajin  belajar, which is anaknya adalah kaum rebahan pecinta vagina, sekarang berubah jadi kepohin hidup gue dengan pertanyaan 'kapan kerja?'

Dalam hati, gua cuma bisa bilang ngehe. Apa dia nggak tahu susahnya jadi anak? Belajar belasan tahun, orang tuh maklum aja kalo anaknya butuh hiburan dikit. Ini malah suruh langsung kerja, nggak sekalian suruh gue mati aja?

Daripada ngebatin di rumah, gue pun dapet info dari teman baik untuk magang di sebuah perusahaan penerbitan. Kerjanya nyantai, nggak ada yang susah, selama lu suka baca dan tulis, yang artinya lu nggak buta huruf, lu diterima.

Dari magang itulah, gue temuin satu orang yang secara kebetulan memiliki kesan kuat. I don't know why, she seems cute and I like her.

Here's the thing, berbekal dengan basa basi busuk lewat email, yang intinya ngajakin kenalan, doi kasih balasan yang gue anggap sebagai lampu hijau. Namanya Joy, yang berarti sukacita.

And the story goes...

She's pure, lovable, cute, and such a sweetheart. Ibaratnya, untuk ngerjain atau isengin aja,  gue malu ati dan nggak tega.

Some said like this : A good people deserves better. And I'm so appreciate her because good people is hard to come by.

"Kenapa lu harus nangis? Kalo udah putus, ya putus aja," tanya gue saat dia terisak pelan.

"Lu nggak pernah rasain gimana rasanya sakit hati," jawabnya serak.

Sakit hati? Rasanya gue ingin tertawa. Untuk apa orang sibuk sakit hati, saat dia sendiri yang menyerahkan dirinya pada cinta? Lagi pula, buat apa pacaran kalo nggak mau putus? Sok banget kayak udah ketemu jodoh.

Jika orang lain yang begitu, mungkin gue akan mengejek atau memaki karena kebodohannya. Tapi Joy? Yang ada, dia makin nangis dan itu nambahin kerjaan gue untuk nggak nelangsa sekarang.

I know her heart. Really. So fragile like tofu lol.

Sejak seharian, gue nggak bisa menghubungi Joy. Tapi akhirnya, dia membalas sms yang udah gue kirim sejak pagi. Guess what? She's broke up. Heck.

"Lu masih punya gue," kata gue dan berhasil membuat isakannya terhenti.

Apakah dia terharu? No.
Sebaliknya, dia liatin gue kayak ngeliat orang gila. Sialnya lagi, dia meringis jijik dan nggak percaya. Damnit.

"Sama gue, jangan kualat. Harusnya lu bersyukur masih punya temen kayak gue yang mau diajak susah," tambah gue ketus.

"Susah kenapa?" tanyanya heran.

"Lu ngajakin gue duduk di pinggir jalan, anjir! Apa nggak bikin gua susah kalo ada hansip ngegerebek kita di sini?" jawab gue sambil melotot dan dia tertawa pelan.

Setelah mendapat balasan sms-nya, gue langsung telepon dan suara Joy sedang menangis tersedu-sedu. Of course, gue panik. Di pikiran gue, mungkin nih cewek lagi dikerjain orang atau lagi nggak ada ongkos buat pulang.

"Iya, makasi banyak udah mau dateng dan temenin gue duduk di pinggiran," ucapnya pelan.

"Lagian, nggak usah nangis-nangis. Ini bukan sekali dua kali, lu nangis karena putus dengan orang yang sama. Heran gue, kayak nggak ada cowok lain aja," sewot gue kesal.

Joy tersenyum dan menatap gue lirih. "Gue bego banget, yah?"

"Nggak bego, cuma tolol! Buat apa lu buang waktu untuk stuck di hubungan sampah kayak gitu?" balas gue judes.

"It will be the last," sahut Joy.

"I heard that for a hundred times."

"Emangnya lu pikir gue nangis karena apa? Karena putus sama dia, gitu?" tanya Joy bingung.

"Ya, kalo bukan, terus apa?" balas gue nyolot.

"Gue kesal kenapa harus buang waktu sampe selama itu buat beneran putus sama dia! Gue tuh capek banget jalanin drama kayak gini. Bener kata lu, cinta itu nggak ada."

"Cinta bukannya nggak ada, Joy. Hanya aja, lu belum ketemu dengan orang yang tepat," koreksi gue.

"Karena gue belum temuin orang yang tepat, gue anggapnya cinta itu nggak ada, gimana?"

Gue berdecak kesal sambil menoyor kepalanya. "Kesel banget yah, kalo ladenin lu kayak gini!"

Joy terkekeh sambil memeluk lengan gue. "Sorry, yah, udah bikin lu kesal. Gue janji, gue bakalan tegas kali ini. Nggak akan ada yang namanya nyambung lagi."

"Kalo lu nyambung lagi, itu namanya lu tolol banget! Apa sih yang lu liat dari cowok banci kayak gitu? Secara performance, sama sekali nggak oke."

"Gue juga bingung, apa yang oke dari dia, yah?" celetuk Joy dengan kening berkerut, lalu terkekeh geli sambil mengeratkan pelukan di lengan gue. "Gantengan lu kayaknya."

"Jangan naksir gue, karena gue nggak terima pelarian," ujar gue sambil nyengir.

"Selingkuhan, boleh?" tawarnya geli.

"Gue terlalu oke buat jadi selingkuhan, ada juga gue yang selingkuh."

"Sombong."

Itu adalah saat dimana hubungan kami lebih dekat dari sekedar berteman, dalam keadaan apapun.

Jika gue sedang ada masalah, dia datang untuk memberi jalan keluar. Sebaliknya pun begitu. Gue akan selalu datang untuk menemaninya di masa tersulit.

"Jadi, kita udah sama-sama single. Boleh ngapain aja, kan?" tanya gue di suatu hari.

"Maksudnya?" tanyanya polos.

"Ngajak lu ngedate, atau nonton bareng," jawab gue gemas.

"Ban serep, maksud lu? Boleh aja sih. Daripada gue kelayapan sama cowok nggak jelas, mendingan sama lu aja yang udah dikenal sama bokap," balasnya cuek, sambil mengunyah siomay abang kesukaan kami, yang mengitari komplek rumahnya di setiap sore.

Ban serep? Hm. Meski kedengaran nggak oke, tapi hal itu sangat penting jika sedang dalam keadaan darurat. Sama kayak hubungan, lu single, tapi punya temen buat diajak kondangan. Atau lagi males jalan sendiri, ada doi yang bisa temenin.

Gue anggap itu sebagai peluang untuk sekedar have fun. Dengan Joy, rasanya memang semenyenangkan itu. Apalagi, kami sama-sama enjoy dalam kedekatan ini. No strings attached, no drama ahead.

So, ini adalah catatan hidup tentang seorang yang berusaha jalanin hidup di jalur yang benar. Pengennya sih lurus-lurus aja. Sayangnya, banyakan mampir kesana kemari. Namanya juga lagi usaha.

Btw, nama gue, Chandra. Bukan hal penting untuk lu tahu banyak tentang gue. Catatan ini gue tulis untuk sekedar nyampah, kali aja ada yang lupa kebuang lol.

◾◾◾

Friday, May 8th 2020
18.30.

No visual. Just imagine whoever you want.

Oh, hi, Joy 😛

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top