📝 QnA Perbedaan dari Thriller dan Horor
Sesi Tanya Jawab
***
Q: Bagaimana caranya mengentalkan genre horor pada cerita yang temanya apokalips? Ini aku kesulitan karena timku pas turnamen sebelumnya kedapatan genre Horor tapi temanya malah Kiamat.
A: Yang cermin Gio-Phoebe (Cermin di turnamen Grup pada pertandingan Andrew) itu udah bisa disebut horor. Kenapa? Kan dia keliatannya lebih ke ketegangan-aksi dibanding ketegangan-emosi. Yang perlu ditekankan lg itu, thriller bakal masuk akal konfliknya, sementara horor ga.
Phoebe yang berubah jadi monster/makhluk pada 'kiamat' di cermin Gio-Phoebe itu masuknya ke supernatural teh. Dan itu adalah elemen dari horor. Jd intinya gimana? Gini:
1. Daripada fokus ke atmosfer, fokus ke perasaan dan pengalaman tokoh. Cermin Gio udah melakukan itu, karena dia fokus ke perasaan ngeri si Gio.
2. Elemen klasik, seperti ketakutan pada makhluk-makhluk yg ga masuk akal. Kaya yg ada di cermin Gio-Phoebe. Makhluk apa yg bisa ngubah kita jd zombie, serangga, dan segala macemnya?
3. Gambarin atmosfer ceritanya dengan jelas. Jadi, kengeriannya nyampe ke pembaca. Cermin Gio-Lhoene udah melakukan ini di pembukaan dan melalui dialog.
4. Teteh juga bisa eksploitasi sisi buruk manusia. Elemen lain dari horor itu manusia yang bertahan hidup dari situasi aneh ga masuk akal yang mengerikan.
5. Bisa dipadukan sama genre lain kalo kesulitan. Nah cermin Gio-Phoebe itu genrenya horor-thriller
Q: Untuk cover work genre horor baiknya vibe-nya seperti apa? Warna dominan dll nya
A: Sebenernya cover itu ga ada batasan kan, asal masih nyambung sama cerita. Misal warnanya putih atau pink tapi ada elemen utama di ilustrasinya yang berkaitan sama konflik ya gas aja.
Tapi kalo mau sesuai, spesifik horor, biasanya skemanya gelap. Yang dipake itu warna warna kaya hitam, merah, ungu, dan hijau (hijau gelap, kaya pohon" di hutan).
Ilustrasinya yang kaya gimana? Bisa pake:
1. Tempat. Misal rumah, lorong, apartemen, atau rak buku. Apa aja yang berkaitan sama cerita Akang.
2. Sosok. Bisa bayangan, manusia, atau cuma salah satu dari anggota tubuh (kebanyakan sih mata ya)
3. Font-nya biasanya gede-gede dan keliatan tegas. Kaya american frites, berylium, atau yang lumayan bertekstur kaya font witch house.
Q: Bagaimana mengawali cerita bergenre horor, lebih ke implisit atau eksplisit?
A: Bebas teh, karya fiksi mah ga ada batasan ga sih? Batasan yang ada dalam cerita itu cuma tujuan teteh aja. Misal gini deh:
Awal Implisit
Tujuan dari awal yang dibuka implisit itu buat membangun ketegangan dan misteri. Ini biasanya buat narik hook pembaca biar bertanya-tanya lebih lanjut. Kaya, "Kenapa sih kaya gini? Aku butuh lebih banyak informasi. Ayo tambah chapter."
Kalo Teteh pake awal implisit, berarti tujuan Teteh lebih untuk menarik minat pembaca biar stay di cerita itu. Ini bisa dicapai dengan:
- Foreshadowing. Kasih clue yg samar-samar dan ga biasa biar pembaca penasaran.
- Teteh bisa pake bahasa sensoris pas nulis emosi dan atmosfer mencekam dalam cerita horor teteh. Misalnya mendeskripsikan efek dari ketakutan ke si tokoh itu kaya gimana pada tubuhnya, atau jijiknya jd bikin dia ngerasa mual, dan lainnya.
Jadi kalo implisit, bakal lebih fokus ke atmosfer dan bangun perasaan.
Saya coba kasih contoh ya:
Juminten merapatkan selimutnya lebih dekat ke dagunya saat dia mendengar suara ketukan di jendela kamarnya. Hujan deras mengguyur di luar, dan angin menderu-deru di sekitar rumah tua itu. Dia menegangkan tubuhnya, jantungnya berdebar kencang di dadanya. Suara ketukan itu datang lagi, lebih keras kali ini.
Yang teteh rasain pas baca narasi di atas apa? Oh, pasti deg-degan ga sih si juminten, malem-malem, hujan deras, kedengerannya gelap dan sunyi banget. Dia lagi sembunyi, tapi dari siapa?
Awal Eksplisit
Ini bisa juga, saya pernah baca ada naskah yang dibuka pake awal langsung nakutin sebagai element of surprise. Teteh bisa pake awal eksplisit kalo tujuan Teteh emang mau menimbulkan perasaan takut yang besar aja di pembaca. Kalo awal implisit itu buat hook karena penasaran, awal eksplisit buat hook karena takut. Adrenalin itu bikin manusia ketagihan, much like a rollercoaster. Udah tau bisa aja jatoh, eh masih naik, kan?
Teteh bisa membangun awal eksplisit pake ini Teh:
- Bisa langsung dimulai dengan adegan kekerasan atau tiba-tiba si tokoh dikejar setan.
- Di awal pembukaan ini bisa dijelasin juga ancaman dan bahayanya dengan jelas. Misal dia dikejar setan yg kaya gimana, di mana, dan dia kondisi fisiknya kaya apa.
- Biasanya pake teknik tell yg dominan.
- Tetep jangan lepas dari foreshadowing ya Teh.
Saya cobaa kasih contoh:
Darah mengalir di lantai dapur saat pisau berlumuran itu jatuh dari tangan Maemunah. Tubuh suaminya tergeletak di depannya, matanya melotot ketakutan. Dia tersadar dari pingsannya, panik dan ketakutan. Suara ketukan keras di pintu depan membuatnya menjerit. Dia tahu dia harus melarikan diri, tetapi ke mana?
Apa yg Teteh rasain setelah baca narasi di atas? Oh, ngeri. Tapi kok Maemunah bisa ya ngebunuh suaminya, dan dari narasi kayanya dia ga sadar ngebunuh. Apa mungkin disuruh orang? Siapa yang nyuruh? Mungkin orang yg ngetuk pintu. Kenapa dia harus lari?
Q: Tadi kan katanya thriller ini lebih ke cerita yang pake logika, gitu. Bagaimana cara mengentalkan genre thriller tapi ada fantasinya. Sebagaimana yang kita tau, fantasi kan termasuk genre yang di luar logika. Terus, ada tips nggak buat pemula di genre ini?
A: Tergantung juga. Yang mau disampaikan dalam cerita teteh apa? Gini deh, kalo misal lg nulis suatu novel dan genrenya ada dua, itu kita pasti harus punya keseimbangan kan Teh?
Fantasi itu illogical, sementara thriller itu tactical. Ini kan masalahnya? Nah kita cari keseimbangannya. Keseimbangannya apa? Ya elemen fantasi dan elemem thriller ini harus setara. Misal:
1. Tokoh Teteh harus bisa melarikan diri dari suatu pulau, tapi pulai itu penuh sama makhluk-makhluk supernatural yang bisa ngebunuh dia. Seimbang tuh Teh: masalah bertahan hidup dengan kengerian nyata dan makhluk mitologi dari elemen fantasi cerita. Ini bentukannya bebas kaya gimana, tapi yang penting dua-duanya seimbang.
2. Yang saya pahami dari fantasi itu walau dia ga realistis, dia tetep harus punya logic basis. Logic basis maksudnya gimana? Maksudnya, pasti ada world building kan? Nah buat elemen fantasinya mengikuti logic basis dalam cerita fantasi-thriller teteh. Misalkan dalam cerita Teteh tokohnya harus bertahan hidup atau memecahkan teka-teki biar bisa kabur, tapi kuncinya cuma bisa dibuka pake kulit kerang ajaib yang ada di pesisir pantai sebelah selatan. Bikinlah cara dapet kulit kerang ajaib ini sesuai sama ketentuan dalam dunia tersebut. Misal harus bisa melewati banyak rintangan magis lain, tapi rintangan magisnya juga berupa teka-teki. Kaya wizard yg suka ngasih riddle.
3. Thriller-nya apa dong harutipen? Ya bisa dengan kejar-kejaran misalnya, tokoh Teteh salah nebak riddle terus sebagai punishment, dia diburu sama makhluk supernatural dan dia kabur dari sana.
Contoh yg seimbang fantasi-thriller itu Coraline, karya Neil Gaiman.
Terus tips buat pemula thriller itu apa ya? Teteh harus mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:
- Karena masih awam, saya saranin Teteh baca banyak karya thriller untuk referensi.
- Coba pake elemen elemen plot twist yg samar tapi masih keliatan, kaya red herring, cliffhanger, atau foreshadowing biar clue cerita teteh tersampaikan walau ga secara eksplisit.
- Karakternya relatable. Bikin karakter yg punya motivasi jelas dalam situasi yang sedang teteh tulis. Karakter dalam cerita thriller itu biasanya fokus, cukup lincah, logical, dan tentu punya kelemahan yg harus dia hadapin.
- Jangan lupa buat gambarin atmosfer ceritanya. Biasanya bisa digambarin lewat indra pendengaran, penglihatan, peraba, bahkan penciuman tokoh.
- Dialognya biasanya to the point dan ga terlalu banyak.
Q: Ini subjektif, tapi opening film horor yang kutonton lebih banyak membosankan sampai 5 menit diputar dah ngantuk. Padahal ya tahu bagian horornya tuh serem nanti pas pertengahan. Tapi gimana sih menurut kalian biar yang lihat cerita genre horor itu ga ngantuk dari awal alias boring?
A: Kayanya ini berkaitan sama pertanyaan kedua ya, pembukaan implisit dan eksplisit. Tapi biar pembaca ga bosen, menurut saya kalo di tulisan itu tergantung sama cara eksekusinya. Horor itu identik sama perasaan dan atmosfer manusia kan? Setiap film dan karya yang udah saya baca pun semuanya fokus sama perasaan tokoh. Jadi, bakal domininan show ketimbang tell. Ini sebenernya yang harus dipertimbangkan.
Iya, show itu diperlukan dalam cerita horor. Tapi ada baiknya diseimbangkan dengan tell juga. Kemarin kemarin waktu saya riset soal materi ini, saya nemuin banyak karya yang show nya terus terusan dipake, jadi terlalu banyak detail ga penting, atau dikenal sebagai info dump.
Berarti, biar ga bosen itu bisa seimbangi teknik show dalam cerita dengan teknik tell biar bisa membatasi informasi seperti apa yang harus disampaikan melalui narasi.
Saya bisa coba kasih contoh narasinya.
Jejak kaki berdarah itu menuntunku ke sebuah gubuk tua yang ditinggalkan di tepi hutan. Pintu depannya terbuka lebar, mengundangku untuk masuk. Aku ragu-ragu sejenak, merasakan firasat buruk yang merayapi pikiranku. Namun rasa ingin tahu mengalahkan ketakutan, dan aku melangkah ke dalam kegelapan.
Q: Bagaimana cara membuat suasana yang horor? Karena kan teknik showing dan telling itu bisa fatal kalau takarannya gak pas. Nah, aku rencana mau bikin cerita horor, cuma karena mainku selama ini di romance, aku takut ntar terlalu showing/telling dan malah bikin ceritanya garing. Sama satu lagi, aku jarang baca buku horor.
A: Kalo gitu mulai sekarang perbanyak baca cerita horor, Teteh bisa mulai dari cerpen kalo horor memang bukan selera Teteh. Kalo susah nemunya, Teteh bisa mulai nonton film horor ringan kaya Smile atau Insidious.
Suasana horor itu bisa dibangun dari mana? Balik lagi, dari perasaan tokoh dan pembaca. Perasaan tokoh dalam cerita horor itu selain takut, bisa gelisah, bisa jijik, bisa tegang. Kalo teteh berhasil menggambarkan perasaan perasaan itu buat pembaca, pembaca juga bakal merasakan hal yang sama
Jadi harus gimana? Teteh bisa melakukan ini:
1. Detail. Kalo lagu menjelaskan suatu peristiwa, jelaskan dengan detail. Tokoh sedang apa? Perasaannya berdampak seperti apa ke bahasa tubuh nya? Apa ada udara di sini? Nah poin ini bisa teteh pake setiap mau menggambarkan suasana atau perasaan yang harus dimengerti oleh pembaca. Misalnya dia terjebak di ruang bawah tanah, otomatis Teteh pengen pembaca ngerti dong rasanya terjebak dalam ruang bawah tanah kaya gimana? Jadi bisa ditulis kaya gini teh:
Udara di ruang bawah tanah itu dingin dan lembab, dengan bau tanah dan jamur yang menusuk. Suara tetesan air dari langit-langit yang bocor bergema di keheningan, dan tikus-tikus berlarian di balik tembok. Cahaya redup dari lilin nyala hampir tidak menembus kegelapan, hanya menyinari bayangan-bayangan yang menari di dinding.
2. Di narasi penggambaran suasana atau perasaan tokoh, Teteh juga bisa ngasih foreshadowing. Biar apa? Biar keliatan gelisahnya. Misalkan si tokoh yang terjebak di ruang bawah tanah ini berhasil kabur dan naik ke atas. Nah rumah ini Teteh rancang sebagai rumah setan misalnya. Bisa aja Teteh gambarin kegelisahannya kaya gini:
Semakin dalam aku menjelajahi rumah tua itu, semakin aku merasa seperti diawasi. Suara-suara aneh berbisik di telingaku, dan bayangan-bayangan tampak bergerak di sudut pandanganku. Aku merasakan hawa dingin di tulang belakangku saat aku menyadari bahwa aku tidak sendirian. Sesuatu yang jahat bersembunyi di sini, dan aku adalah mangsanya.
3. Teteh tau pembuka cerita klasik "matahari masuk dari jendela" ga? Teteh juga bisa mainin elemen itu di sini buat merepresentasikan bahaya dan ancaman atmosfer cerita.
4. Selain mainin elemen cahaya dan gelap dari atmosfer, teteh jg bisa mainin elemen bau dan bunyi. Jelasin bau dan bunyi yg dicium/didenger tokoh kaya gimana. Ini bisa ngebangun rasa was was pembaca.
Tapi takut ya show nya terlalu show dan telling nya terlalu telling? Teteh bisa nyeimbanginnya kaya gini Teh:
1. Pake show kalo Teteh mau membangkitkan rasa was was, gelisah, dan takut.
2. Pake tell kalo Teteh mau ngegambarin aksi tokoh yang ga berkaitan sama elemen horornya (misalkan dia bangun tidur, dia jalan, atau dia keliling di rumah).
Q: Gimana cara menggabungkan genre scifi sama horor atau thriller atau keduanya? Dari materi, supranatural kan masuknya ke horror & horror itu tentang sesuatu yang enggak masuk akal. Sedangkan scifi itu harus masuk akal. Itu sih yang aku bingung cara gabunginnya.
A: Ini jawaban nya sama aja kaya jawaban pertanyaan keempat, tapi ganti elemen fantasi ke elemen scifi. Elemen yang ada di scifi itu apa sih? Sains dan teknologi kan, sedangkan horor itu supernatural yang bikin manusia bingung cara hadapinnya gimana
Kamu bisa nyari keseimbangannya. Tapi kalo susah, kamu bisa pake elemen horor buat memperkuat scifi dalam cerita kamu. Hah gimana maksudnya?
Misalkan latarnya udah di masa depan nih, futuristik kan. Teknologi udah maju, orang orang juga udah hidup berdampingan sama makhluk luar angkasa. Kamu bisa bikin elemen horornya menyesuaikan sama latar scifi kamu.
1. Kalo ada makhluk sains, kamu bisa bikin horornya itu dari ketegangan monster, yang merupakan makhluk supra, buat menyerang peradaban.
2. Lah kalo sainsnya teknologi gimana? Gas bikin makhluk/entitas ga bisa diliat dan orang orang mulai bikin alat buat melacak makhluk ini (ghost detector 3.0).
3. Bisa juga nih kamu bikin ada ilmuwan gila buka portal ke dimensi lain dan portal itu tuh isinya setan semua.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top