Chapter 18.0 - The New Partner
"Kok bisa?" tanya Azhar.
Dika hanya tersenyum, dan berjalan melewati Azhar. Diletakan pantatnya di atas kursi plastik berwarna biru. "Bisa dibilang ini hipotesis sementara, tapi tingat ketelitiannya bisa ... lima puluh persen. Eh, tingkat kebenarannya," jelas Dika seraya memakan cakuenya.
"Gimana lu bisa sampe ke kesimpulan di sana?"
Dika mengangkat telunjuk kanannya. Dengan tenang, ia mengunyah makanan di rongga mulutnya, lalu menelan dengan bantuan air. "Lo inget soal game Pokémon FireRed Dept. Store lantai 4?"
"Inget, terus?" tanya Azhar pelan. Kemudian, kedua matanya terbelalak. "Jangan-jangan ... dia ngasih kode kalo ini semua tentang narkotika?"
Dika mengangguk pelan. Dengan cepat, ia kembali mengoperasikan laptop milik Azhar dengan jari manis kanannha. "Apalagi gue sempet searching di Google soal itu. Dan hasilnya ... ini."
Azhar berjalan mendekati Dika. Direndahkan tubuhnya itu, dan membaca sebuah artikel dari Bulbapedia.
"Dari bulbapedia ini gue dapet kalo ... nah, di Kanto hanya ada satu departement store, tepatnya di kota Celadon. Namanya Celadon Departemen Store, atau dalam bahasa Jepang ... Tamamushi Departemen Store.
"Di sini terdapat lima lantai dengan fungsi berbeda-beda, plus rooftop. Lantai pertama, service's counter. Lantai kedua, Trainer's market. Lantai ketiga, TV Game shop/ TM shop. Lantai keempat, Wiseman Gift. Lantai kelima, Drugs store. Dan rooftop square, tentang vending machine."
Azhar terdiam cukup lama. Ditekannya tombol panah ke arah di keyboard bawah selama dua detik. "Wiseman gift is a shop ...." Azhar terus membaca informasi itu dengan tenang. Setiap kata dalam bahasa Inggris itu, diucapkan dengan benar dan lancar.
"Terus ... jadi narkotika? Gue paham kalo misal, lantai lima, tapi ini, 'kan lantai empat. Masa lu cuma cocoklogi?"
"Sembarangan gue make cocoklogi. Eh, tapi ... hipotesis gue emang bisa dibilang cocoklogi, sih," ujar Dika pelan, "gue cuma kepikiran aja soal bahasa yang dipake si Reinard."
"Maksudnya?"
"Gue tanya sama, lo lantai pertama bahasa Inggrisnya apa?"
"First floor."
"Lantai kedua?"
"Second floor."
"Ketiga? Keempat? Kelima?"
Azhar hanya berdecak kesal. "Third floor, fourth floor, fifth floor. Terus ape?"
"Kita lupa, ada dua gaya dalam bahasa Inggris. US[1] dan UK[2]. Bahasa yang lo sebutin tadi, itu gaya bahasa orang US. Sedangkan, bagi orang UK ada perbedaan mendasar. Contohnya, orang US cenderung menyebut taxi, sedangkan UK menyebutnya cab.
"Perbedaan itulah, yang ngebuat gue nebak, kalo Reinard punya kebiasaan gaya bahasa UK, atau game yang dia mainin, pake gaya bahasa UK. Di UK, lantai pertama disebut ground floor. Setelah itu, mulai dihitung dengan first floor dan seterusnya. Jika kita pake sistem gaya bahasa UK maka ...."
"Lantai lima disebut fourth floor," potong Azhar.
"Bener. Itu artinya, Reinard pengen ngomong kalau dia di sana, karena drugs store. Terus gue coba baca-baca berita beberapa hari ke belakang. Khususnya, yang tanggal pembuatan file '.wav' tadi. Ternyata gue nemu ini ...."
"Hmm ... Lagi, BNN bongkar penyelundupan ganja," ujar Azhar membaca sebuah tajuk dari koran online, "bisa juga, sih. Pantes, lo sendiri ngomong cocoklogi tadi."
"Gue anggap itu sebagai pujian."
Azhar hanya terdiam 'tak menanggapi perkataan sahabatnya. "Kalo gitu, hubungan dengan narkoba dan file itu apa?"
"Nah, ini yang gue gak tahu. File ini penting bagi mereka, tapi gue gak tahu pentingnya apa," jawab Dika seraya memainkan file tersebut. Sejenak, kedua sahabat itu memejamkan kedua matanya kala mendengar suara frekuensi tinggi, yang memekikan kepala. Kemudian, keduanya kembali terdiam menikmati alunan lagu instrumen.
"Gue gak tahu, apa yang aneh di sini. Malah, gue semaleman dengerin nih lagu sampe ketiduran. Dan sampe detik ini, gue gak tahu apa-apa," jawab Dika seraya berdiri dan mengistirahatkan tubuhnya di kasur.
Kedua tangannya terlipat. Bertransformasi menjadi bantal yang menahan kepala botaknya. Kedua matanya menerawang datar. Memandang lekat ke langit-langit kamar yang berwarna putih. Dalam kesunyian, Dika kembali mengingat semua informasi yang mungkin saja luput dari ingatannya.
"Stuck gue," ujar Dika seraya menutup kedua matanya dengan boneka panda miliknya. "Lo ada ide gak?" tanya Dika tanpa menoleh ke arah Azhar.
"Ada sih ... tapi, gak yakin."
"Shot'em!" pinta Dika tanpa beranjak dari kasurnya.
"Lo tahu soa I-Doser?"
"Hape jenis apa lagi?"
"Ini aplikasi, Bego!"
"Gue pikir sejenis iPhone KW," celetuk Dika, "terus?"
"Ada gosip kalau I-Doser itu aplikasi yang nyedian lagu instrumen, yang disebut binarual beat. Jadi, semacam lagu sepanjang hampir 30-40 menit yang bisa memanipulasi mental si pendengar.
"Lalu, ada isu kalau I-Doser itu sejenis narkoba digital. Karena setelah pengguna, mendengar satu lagu, mereka akan terus menerus mendenar dengan dosis yang berbeda, dan durasi lebih lama."
"Itu bukan narkotika," potong Dika cepat.
"Lah? Pan ini juga memberian efek yang sama juga bikin kencaduan."
"Lu kalo nonton bokep keseringan juga bakal kecanduan, kalau enggak main BlackSquad aja. Apa itu mau dikategoriin narkoba juga?"
Azhar terdiam mendengar pendapat Dika.
"Pengertan narkotika sendiri, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintesis atau semi-sintesis, yang menyebabkan turunnya kesadaran, mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit, dan menyebabkan ketergatungan.
"Itu sih, mungkin balik ke kita. Sama kaya Ayah gue yang suka nangis tiba-tiba kalau denger alunan shalawat yang, 'Ya Nabi salam' alaika, Yaa Rasul salam, salam'alaika, Ya Habib salam'alaika, Shalawatullah alaika.'," ujar Dika seraya menyanyikan alunan tersebut, "Ayah gue gitu juga karena ... punya kenangan tentang itu sama almarhumah Ibu gue."
Azhar hanya mengangguk pelan.
"Kalo misal lagu masuk ke kategori narkotika. Masa, gue perlu direhabilitasi gegara mewek denger lagu 'Mencintai kehilangan' karya Anandito Dwis. Terus direhab dengerin lagu Avenged Sevenfold dua album?" tanya Dika lagi.
"Iyeh juga, sih ... terus lo punya ide gak?"
Dika menghela napas kasar. "Gue gak tahu, bingung juga. Lagian ... gue agak bego juga soal dunia permusikan," jawab Dika pelan, "mungkin emang kita jangan ngirim cowok buat tugas cewek."
"Maksud lo?"
"Iya ... kita ini cuma menikmati musik dengan mendengarkan doang. Suruh orang yang jago musik buat bedah nih, lagu."
Azhar mengangguk paham. "Mau siapa?"
Dika hanya menghela napas. Sesaat sebelum ia menjawab, ponselnya kembali bergetar. "Zar, pass ...," pinta Dika seraya membentangkan tangannya.
Dengan malas, Azhar menggapai handphone Dika dan terdiam sejenak. "Dasar ...."
"Siapa?"
"Pacar lo," jawab Azhar seraya terkekeh.
"Hoo ... baguslah, gak perlu basa-basi."
***
Catatan:
[1] US : United States
[2] UK : United Kingdom
Dipublikasikan pertama kali:
6 Agustus 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top