Chapter 15.0 - The Hyphotesis
"Jadi, gimana Bang?" tanya Reinard dari seberang.
Dika hanya terkekeh pelan sambil menunjuk ke arah Laptop yang digunakan oleh Azhar. Dengan cepat Azhar memberikan laptopnya dan duduk di samping Dika. "Lu udah buka laptopnya?" tanya Dika lagi.
"Udah."
"Hape pegangin," bisik Dika seraya memberikan handphone-nya kepasa Azhar, "udah belom?"
"Yey! Udah!"
"Sip, kalau gitu ... teken simbol 'Windows' di keyboard sama huruf 'R' bersamaan ...," pinta Dika seraya melakukan hal yang sama. Lalu, sebuah jendela program 'Windows Run' berwarna abu-abu muncul di sudut kanan bawah. "udah?"
"Kebuka 'Windows Run' terus?"
"Ketik, 'cmd' ... enter ....," jawab Dika pelan. Sejenak, terdengar suara keyboard yang ditekan secara perlahan-lahan dari handphone hitamnya. "... udeh belom! Lama amat lu!"
"U-udah, Bang!"
"Udah itu, lo liat flashdisk lo di data keberapa? Maksud gue, 'kan kalo ada Data C, Data D, Data E, nah ... flashdisk lo apa? E atau F?" lanjut Dika lagi. Ditekannya tombol 'Windows' dan huruf 'E' bersamaan, hingga jendela 'windows explorer' terbuka.
Sejenak, ekor matanya menatap handphone qwerty berwarna hitam lainnya. Sebuah gelombang berwarna putih, sesekali bergerak ke atas bersamaan dengan suara yang menggema. Di atasnya, terdapat tiga digit angka yang terus berubah setiap detiknya.
"Udah belom!"
"Be-bentar, Bang!"
"Elah, lo lama amat ... kebanyakan ngeremes toket ya, sampe gak bisa nulis?" Azhar hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ditatapnya kedua mata, Dika dengan tatapan datar.
"I-iya, Bang, tahu aja," jawab Reinard seraya terkekeh pelan.
Dika tertawa terbahak-bahak seraya mengambil spidol hitam di samping laptopnya. Ditulisnya, "TANGAN TAK BERFUNGSI" di atas kertas HVS, dan diletakannya kembali spidol tadi.
"Udeh?"
"Udah, Bang."
"Apa?"
"E, Bang."
"Oke, kalo gitu ... ketik di 'Windows Run' tadi E 'titik dua'."
"Titik dua?"
"Iya, simbol bagi itu lho!"
"Oh, iya-iya ... terus?"
"Enter," ujar Dika lagi, "udah?"
"Udah."
"Nah, sekarang, ketik 'attrib strip s, strip r, strip h, slash s, slash d', bisa?"
"Hah? Apa?"
'''Attrib -s -r -h /s /d. Udah?"
"Attrib?"
"Iye! Busyet! Lu budeg ya? Apa karena ngeremix lagu mulu? Emang lu solo?"
"Kagak sih, Bang! Ada enam orang, Bang ... termasuk gue sama Nayla," jawab Reinard lagi seraya terkekeh pelan. Dika kembali tertawa seraya menulis, "4 ORANG" di kertas putih tadi.
"Pada jago mainin alat masing-masing?"
Sejenak, ada keheningan beberapa detik dari seberang. "Lumayan sih, Bang," jawab Reinard lagi seraya tertawa pelan. Dika kembali tertawa mendengar perkataan Reinard. Dengan cepat ditulisnya, "AHLI BERSENJATA" di kertas tadi.
"Tapi, Bang ... gue kalau boleh jujur ... udah capek. Mau keluar dari grup band itu, tapi kayanya susah. Perlu waktu dan usaha yang lama," ujar Reinard pelan.
Dika tergeming mendengar hal itu. Ditatapnya Azhar dengan tatapan datar, yang sepertinya paham akan maksud perkataan Reinard. Sejenak, Dika menghela napas panjang. Disenderkan tubuh besarnya ke dinding kamar kostnya.
"Gini Rei ... gue cuma bisa ngomong lo harus berusaha maksimal. Okelah, lo bisa capek, tapi lo harus percaya kalo harus bisa ... sukses. Lagian ... gue juga siap bantu lo," ujar Dika pelan.
"Iye, Bang! Thanks ya."
"Anytime, bro ... asal jangan lupa ... bayarannya," canda Dika pelan.
Terdengar suara kekehan pelan dari seberang.
"Udah selesai? 'Attrib ... -s -r -h ... /s /d'."
"Attrib ... udah, Bang, terus?"
"Enter, nanti ada tulisan di bingkai program itu, kalau udah ilang coba cek di flashdisknya " jawab Dika pelan. Terdengar jawaban, "Ok" dari handphone Dika.
Sementata itu, dipandangnya langit-langit kamar miliknya dengan tatapan kosong. Kaki kanannya ditekuk. Menjadi tiang penahan bagi sikut tangan kanannya. Dijepitnya spidol hitamnya itu, dengan jari telunjuk dan tengah. Dengan satu tarikan napas, diembuskan karbon dioksida dari paru-parunya lewat mulutnya secara perlahan.
Sejenak, diarahkan pandangan kosongnya ke arah sahabatnya. Pandangan mereka bertemu. Suasana kost yang sepi dan sunyi, menambah atmosfer kamar bernomor delapan itu semakin dingin.
"Udah, Bang," ujar Reinard yang membunuh kesunyian.
"Oke, sip!"
"Oh iya, Bang ... lo pernah maen Pokémon FireRed di GBA gak? Kalo iya, gue udah sampe di departemen store lantai ke lima. Dan sampe sekarang gue stuck di sana."
Dengan cepat Dika menulis, "POKEMOM FIRERED GBA DEPT.STORE F5" di atas kertas baru. Lalu, ditukarnya kertas tadi dengan handphone yang dipegang oleh Azhar. "Cari coba di google," bisik Dika lagi.
"Yaudah, terus ...."
"Udah ya Bang! Gue mau ngeremix dulu, entar gue kasih tempat nongkrong gue sama yang lain. Soalnya gue gak tahu di mana alamatnya, bye!"
"Rei ...." Belum sempat Dika menyelesaikan perkataanya. Sebuah nada tanda panggilan sudah berakhir berbunyi.
"Udeh ditutup?" tanya Azhar.
"Udah. Matiin rekamannya," ujar Dika pelan seraya meletakan handphone-nya. Diambilnya kertas yang sempat ditulisnya tadi dan dibacanya secara lantang. "Saat ini, Reinard lagi sama Nayla. Kondisi Reinard saat ini, tidak bisa menggunakan tangannya ...."
"Kemungkinan diikat?"
"Itu bisa jadi. Dan kata Reinard tadi, mereka semua bersenjata dengan jumlah empat orang."
"Tunggu ... kenapa lo yakin mereka bersenjata?"
"Itu yang gue tangkep dari jawaban dia."
"Terus apa yang jadi dasar, lo dan dia saling memahami? Maksud gue, itu cuma penganalogian, 'kan?"
"Ya ... apa ada cara lain buat kita mengetahui itu?"
Azhar terdiam mendengar pertanyaan Dika.
"Gue juga gak tahu apakah hipotesis gue bener atau enggak. Makanya gue buktiin dengan cara telepon dia. Lo mungkin gak tahu, kalo hari ini ada osjur[1]. Dan harusnya dia bisa nebak alasan gue telepon, tapi sepanjang tadi ... gue yang nge-lead pembicaraan.
"Gue awalnya juga iseng. Gue pikir paling karena males. Tapi, sehabis gue baca chat dari si Rangga di grup soal Reinard yang bertengkar dengan si Nayla. Terus, Nayla yang gak datang ke susulan pemograman. Belum soal Reinard yang datang ke rumah Nayla. Gue ada perasaan, 'Kok bisa kebetulam gitu ya?'
"Ditambah fakta, gue liat Reinard kaya orang bingung di warnet. Sampe capslock aja dia lupa. Terus, email aneh dari Reinard kemaren malem. Sampe tadi, telepon gue sama dia, gue malah tambah yakin, ada something dengan mereka.
"Dan gue jadi inget kemaren sore. Kemaren gue ada matkul pemograman terstuktur. Kebetulan, gue duduk di belakang. Terus, dua kali Reinard jalan ke belakang gue sambil nelpon Nayla. Dan gue denger kalo dia lagi marah-marah sama Nayla.
"Gak lama kemudian, Nayla dateng sambil ngos-ngosan, terus sibuk nyariin cutter. Kemudian, dia ngeluarin beberapa lembar yang gue liat itu screenshot program. Bisa gue tebak, itu buat tugas TP susulan pemograman tadi.
"Sekarang, kalo Nayla udah siap buat susulan, kenapa gak hadir? Karena pertengkaran sama Reinard? Bisa jadi, terus kenapa sampe sekarang Reinard gak hadir? Semua pertanyaam tadi itu terus bermunculan, dan semua itu berhubungan dengan file ini," jelas Dika seraya menunjuk file .wav di layar handphone-nya.
Azhar terdiam dan mengangguk pelan. "Terus rencana lo apa sekarang?"
Dika terdiam dan menatap hamparan kertas yang bertebaran di depannya. "Kita mulai dari sana."
***
Catatan:
[1] Osjur : Ospek jurusan
Dipublikasikan pertama kali:
2 Agustus 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top