Chapter 10.0 - The Others
Kabupaten Bandung tampak ramai dari biasanya. Beberapa pasangan muda-mudi, tampak duduk mesra di jok motor mereka masing-masing. Diantaranya bahkan ada yang berkumpul bersama teman-temannya, duduk di atas tikar yang digelar di trotoar jalan. Hal itu membuat si Cepak mengalah dan turun ke jalanan.
Dengan perlahan si Cepak melangkah. Sesekali, ia berhenti. Memberi jalan kepada kuda besi di jalan beraspal yang sempit. Tubuh buncitnya tidak menjadi penghalang baginya untuk menyelinap di antara motor-motor yang bertengger di bahu jalan.
"Dik!"
Si Cepak menoleh ke belakang, mencari sosok yang memangil namanya. "Eh, Zar!" balas si Cepak seraya memberikan salam tinju kepada pria berambut ikal bernama Azhar.
"Darimana?"
"Biasa ... malmingan di warnet," jawab Dika seraya terkekeh, "lo mau kemana?"
"Nyari sesuatu buat 'digiling'. Di kosan gak ada makanan."
"Yaudah, ikut gue aja ke AADC, sekalian makan," ajak Dika pelan.
"Kagak. Gue cuma mau ngemil."
Dika mengangguk pelan. Tiba-tiba terdengar deru mesin ber-cc besar dari dalam area kampus. Dika dan Azhar, sontak menoleh ke arah gerbang utama. Sebuah mobil minibus berwarna silver tanpa plat tampak mengaungkan mesin mobilnya ke arah berlawanan.
"Anjir, nge-drag," celetuk Azhar pelan.
"Emangnya, Need for Speed," ujar Dika seraya menatap mobil tersebut, "paling tuh kedinginan atau accu-nya lemah."
Azhar terdiam menatap sahabatnya dengan aneh. "Lagak lo ngomong gitu, disuruh nunjukin karbulator motor juga gak tahu. Jangankan itu ... lo dulu pas SMA, ke bengkel buat ganti oli aja sampe survei ke si Aldena, 'kan?"
Kini, Dika hanya terdiam mendengar perkataan sahabatnya.
"Orang tinggal datang, terus ngomong, 'Mas mau ganti oli' ... udah."
"Diem lu, ah!" pinta Dika seraya mengambil handphone-nya yang bergetar. Sesaat setelah melihat handphone-nya, Dika hanya menghela napas kasar.
"Kenapa?"
"Notif LINE. Grup kelas pada rame."
"Tugas?"
"Gak tahu ... eh bentar, ada notif dari email kelas."
"Anjir beneran tugas."
Dika menghela napas kasar. "Moga aja ...," imbuhnya. Dibukanya aplikasi Gmail di handphone-nya, lalu sebuah helaan napas lega kembali terdengar. "... yes!"
"Bukan?"
"Bukan. Ini temen si Reinard ngirim email."
"Apaan?" tanya Azhar seraya mengintip dari bahu si Cepak. "File '.wav' apaan?"
"Format. Bukan, file," ujar Dika ketus.
"Iye apaan."
"Semacam lagu sih ... biasanya kalo lo ngeremix lagu, 'kan ada yang mono atau stereo kaya ... spektrum, gelombang gitu. Nah, kurang lebih gitu," jelas Dika singkat, "tapi lebih jelasnya lo googling aja."
"Kalo gitu ... kenapa harus file '.wav'?" tanya Azhar lagi, "iye, format maksudnya," imbuhnya tatkala sahabatnya memasang pandangan dingin.
"Ya entah, yang ngirim juga bukan gue."
"Enggak, maksud gue gini ... kenapa enggak '.mp3'? Apa karena '.wav' lebih bagus? Macam '.3gp' dan '.mkv' gitu?"
"Entah, gue juga gak tahu," jawab Dika.
Tiba-tiba, handphone-nya kembali bergetar karena notifikasi LINE. Mendapati hal itu, Dika berdecak pelan. Dibukanya aplikasi pesan instan itu. Namun, ekor matanya menangkap sebuah kalimat yang membuat ia tergeming. "Zar ... coba lo liat ini."
________________________________________________
S-40-02 (41)
Gue gak kuat denger lagunya! Sumpah (cry)
Aldena
Anjir (dad)
DCL (27)
nadya alyana mengirim sticker.
Basket Komputasi (139)
Invite cewek atuh, meh rada haneut heuheuheu
Scriptwriter Embun (22)
Eh, dsini yg ikut lmb sapa?
AF
Anda mengirim sticker.
________________________________________________
Sejenak, Azhar terdiam menatap log-chat LINE. "Lo masih chating-an ama dia?" tanya Azhar seraya menunjuk ke log-chat bernama AF.
"Yang CS-40-02 goblok!"
Azhar hanya terkekeh dan melempar pandanganya ke layar datar bercahaya itu. Sejenak, ia mengangkat satu alisnya tinggi-tinggi. Raut wajah cerianya berubah dengan ekspresi penasaran. "Coba buka ...," pinta Azhar pelan.
"Ih, Akang maunya main buka-bukaan," goda Dika dengan suara yang dibuat seperti wanita.
"Anjing! Jijik gue, maho lu kampret!"
Dika hanya tertawa mendapati sahabatnya melangkah mundur. "Gue gak maho kali, lagian ... gue maho pilih-pilih juga."
"Najis anjir kenal sama lo!" celoteh Azhar seraya meludah ke sisi kirinya. "Udah ah, gue cabut dulu."
"Zar! Sini dulu! Belom di buka ini!"
"Gak jadi!"
"Coba dulu aja, kali sama-sama nyaman, sama-sama khilaf."
"Najis gue!"
Dika hanya tertawa dan berlari mendekati Azhar. "Eh bentar, ini serius ...."
Azhar terdiam dan menghentikan langkahnya. Diputar tubuhnya setengah lingkaran seraya memandang dingin sahabatnya itu. "Ape?"
"... nego bisa kok," bisik Dika pelan.
Azhar tergeming. Ditatap kedua mata sahabatnya, dengan tatapan dingin. "Lo perlu gue ruqiah kayanya, udeh ah!" jawab Azhar seraya pergi meninggalkan Dika. Sementara Dika kembali berjalan dengan penuh kemenangan.
Tidak sampai satu menit, ia sudah mampu melihat tujuan akhir perjalananya. Nuansa kuning dan merah tampak mendominasi di restoran cepat saji itu. Sebuah papan iklan kecil bertuliskan "AADC" menempel di dinding yang menjorok ke arah luar.
Namun, ekor matanya menangkap beberapa orang yang tampak berdiri dengan ekspresi tegang. Di jalanan, terdapat kantong cokelat berlogo AADC, dua potong ayam, nasi, dan burger tampak berserakan.
"Kenapa Om?" tanya Dika sesampainya ia di kerumunan orang.
"Ah, telat manehmah Dik! Ada accident tadi!" jelas pria botak yang dipanggil Om, "si John ek ketabrak."
"Sama?"
"Mobil. Warna silver."
"Plat nomorna?"
"Eweuh. Gak di pasang, platnya," jelas si Om.
Dika terdiam sejenak. Dirinya teringat dengan sosok mobil yang sama kala ia berbicara bersama Azhar. Di sapunya setiap area restoran, tapi sosok si Korban tidak terlihat di mana pun. "Terus, si A John-na mana?"
"Tuh ... keur beli udud[1]," jawab si Om seraya menunjuk salah satu warung di ujung jalan. Tidak lama kemudian, seorang pria bertubuh kecil dengan topi berwarna hitam berjalan mendekati mereka berdua.
Kedua jemarinya tampak dipenuhi berbagai cincin batu akik dengan ukuran yang berbeda-beda. "Eh! Juragan udah datang," ujar pria itu seraya menepuk-nepuk bahu Dika.
"Ceunah ketabrak A John?"
"Enya, tadi, tapi pan John refleks langsung lompat ngehindar."
Dika mengangguk pelan. "Syukur kalo selamat, mah," imbuhnya pelan. "Om, lapar euy ...."
"Tuh, Dik ...," ujar si Om seraya menunjuk arah jalan, "mubajir."
"Anjir, tega!"
Pria Botak bernama Acep itu hanya tertawa, "Jug, bawa sendiri aja."
Dika mengangguk pelan. Dibiarkan kakinya melangkah, menembus empat meja kecil dari kayu. Kedua matanya memicing, mengamati satu per satu ayam yang ada di dalam etalase kaca.
"Dek makan, Dik?"
Sejenak, Dika menoleh. Seorang pria berambut panjang lengkap dengan celemek berwarna pink muncul dari dapur.
"Aa Bud, dada ada gak?"
"Paling goreng, heula. Mau?" jawab pria yang dipanggil A Budi.
Dika mengangguk pelam seraya meletakan handphone-nya di meja.
"Dada kanan atau kiri, Dik?"
"Ha ha ...," ujar Dika sengaja tertawa. Tiba-tiba, handphone-nya bergetar hebat. Dilayarnya, terdapat sebuah tulisan "Incoming call". Dibagian bawahnya, terdapat sebuah nomor asing yang tidak terdaftar di kontak handphone-nya.
Siapa?
***
Catatan:
[1] Udud = Rokok.
Dipublikasikan pertama kali:
25 Juli 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top