Start Over Again // Reece Bibby
Hai, apa yang sedang kau lakukan? X
Sudah hampir dua jam sejak aku mengirimkan pesan, dan masih belum ada tanda-tanda bahwa kau akan membalasnya. Kau bahkan tidak membacanya, padahal aku berani bersumpah aku melihatmu menyukai beberapa foto di Instagram beberapa menit lalu.
Aku mendesah. Sepertinya aku benar-benar menghancurkan segalanya.
Kubiarkan otakku untuk kembali mengulang segala hal yang terjadi kemarin. Segalanya dimulai ketika aku begitu senang karena akhirnya aku akan membawamu ke kencan pertama kita. Aku terus menerus mengatakan pada diriku sendiri bahwa kencan ini harus menjadi kencan yang terbaik seumur hidupku dan hidupmu.
Aku menghabiskan banyak waktu memilih baju, tak dapat memilih antara kaus putih atau kaus hitam. George, yang datang ke rumah, hanya mendengus kesal dan berulang kali memutar bola matanya.
"Kau bisa memakai yang berwarna hitam," kata George.
Kini gantian aku yang memutar bola mata. George memiliki tendensi untuk memilih warna hitam ketika ia tak tahu warna apa yang harus ia pakai. Meski demikian, aku tetap menerima saran dari George dan memakai kaus hitam yang kemudian kulapisi dengan jaket jins cokelat. Setelah itu, aku berdiri di depan kaca, menyisir rambutku dan membuatnya rapi dengan berbagai produk rambut yang kumiliki.
"Pukul berapa kau akan menjemputnya?" George bertanya dari tempatnya duduk yakni atas kasurku.
"Lima," jawabku, masih sibuk menata rambut dengan jemari-jemari tanganku.
"Uh ... aku benci mengatakan ini,tapi sekarang sudah pukul lima lebih lima belas menit."
Mendengar itu, aku segera menoleh ke arah George dengan mata membulat. "Kenapa kau tidak memberi tahuku?!"
"Aku tidak tahu, oke! Dan kau menghabiskan banyak waktu memilih pakaian."
Aku tak mempedulikan George dan segera memakai sepatuku. Setelahnya, aku meraih ponsel dan dompetku, memasukkan dua benda itu ke dalam saku celana dan berlari keluar rumah.
Di koridor, aku bertemu dengan Mom. "Aku pergi!" teriakku sambil terus berlari.
Aku bisa mendengar Mom berkata pada George, "ada apa dengan dia?"
George menjawab, "dia terlambat--" aku tak mendengar kelanjutan dari jawabannya karena aku sudah berada di luar rumah dan menutup pintu dengan keras-keras.
Aku segera berlari menuju ke rumahmu. Aku bersyukur rumah kita berada di wilayah yang sama. Tak butuh waktu lama bagiku untuk sampai di rumahmu. Kau sudah berdiri di samping pohon depan rumahmu, memainkan ponsel.
"Hey!" aku menyapa dengan senyum kecil. Jantungku berdetak dengan cepat karena gugup serta lari. Aku berharap kau tidak marah karena keterlambatanku.
Kau mengangkat kepalamu, memberikan senyum kecil. "Hai. Aku hampir berpikir kau membatalkan semuanya."
Aku menggeleng cepat. "Tidak tidak tidak, tentu saja tidak. Aku sungguh meminta maaf. Aku tidak bermaksud--"
"Tidak apa-apa, Reece," jawabmu. Matamu memandangku dengan saksama. "Kau terlihat tampan."
"Terima kasih. Kau juga," jawabku sebelum menggeleng dan tertawa, "cantik. Maksudku, kau terlihat cantik, bukan tampan."
Kau tertawa kecil. Aku suka mendengar tawamu, tapi aku harap kau tak tertawa akibat kebodohanku.
Aku serius. Kau terlihat cantik dengan gaun musim panas yang mmbalut tubuhmu dengan sempurna.
"Jadi...," kau bergumam.
"Ah yeah, ayo! Kita akan pergi ke restoran, aku harap kau sedang ingin memakan masakan Jepang."
"Tentu saja! Aku suka masakan Jepang!" katamu.
Kita mulai berjalan menuju ke salah satu restoran. Sepanjang perjalanan, kita hanya terdiam. Aku mencoba untuk mencari topik pembicaraan, tapi aku tidak mau mempermalukan diriku sendiri. Aku sudah begitu memalukan sejak pertama. Aku hanya berharap kau tidak menganggapku aneh.
Sesampainya di restoran, kita duduk di meja bagian tengah. Entah kenapa, semua meja di bagian pinggir sudah dipenuhi oleh banyak orang. Kau kemudian memesan sebuah sushi, dan aku memesan hal yang sama denganmu.
Ketika sang pelayan pergi, kau memandang ke arahku dengan senyum lebar. Kau kemudian membicarakan tentang kakakmu yang suka menghabiskan semua makanan yang kau simpan di dalam kulkas.
Kakakmu. Aku dan dia mengenal cukup dekat. Aku tidak memberitahunya soal kencan kita karena aku tahu dia begitu protektif terhadapmu. Aku harap dia akan baik-baik saja ketika mengetahuinya. Aku sedang tidak ingin mencari musuh.
Tak lama, ketika kita mulai membicarakan tentang beberapa guru di sekolah, sang pelayan kembali ke meja kita dengan memberikan pesanan. Kau berterima kasih kepada sang pelayan sebelum dia berbalik pergi.
Kita memakan sushi dalam keheningan. Aku ingin sekali mengatakan sesuatu. Apapun. Tapi aku benar-benar begitu gugup.
Ketika semua sushi sudah kulahap habis, aku mengangkat minumanku, sebuah teh. Aku menegaknya sedikit sebelum kembali menaruhnya ke atas meja dan menaruh tanganku ke atas meja. Siku tanganku mengenai gelas, membawa benda itu terjatuh dengan suara lantang, sebelum aku sempat bereaksi, cairan yang masih berada di dalam gelas beramai-ramai keluar, membasahi meja, dan bahkan ada beberapa yang sampai mengenaimu.
Kau berteriak dan bangkit berdiri.
"Astaga! Aku minta maaf!" aku berkata, panik. Dengan cepat, aku kembali menegakkan gelasku dan mengelap meja, seorang pelayan datang dan membantuku. Aku bisa melihatmu mengambil tisu, menggunakannya untuk membersihkan gaunmu. Gaunmu yang cantik itu basah akibat tehku.
"Aku minta maaf," aku berkata sekali lagi, penyesalan terdengar dengan jelas keluar dari mulutku.
"Tidak apa-apa," jawabmu dengan senyum kecil. "Aku rasa kita harus pulang."
Aku mengangguk. Kita membayar makan. Aku berusaha untuk membayar untuk kita berdua, tapi kau berkata ingin membayar makananmu sendiri. Aku akhirnya membiarkanmu melakukan itu.
Di perjalanan pulang. Kita kembali berdiam diri. Aku terus menerus berpikir betapa bodohnya aku hari ini. Aku bersumpah aku tidak selalu menjadi teman kencan yang buruk.
Tak lama, kita sudah berada di depan rumahmu. Kau tersenyum, tanpa mengatakan apapun dan tanpa melakukan apapun, kau berbalik dan berjalan memasuki rumahmu.
Aku mendesah, melihat punggungmu yang menjauh. Setelah tubuhmu tak terlihat, aku berjalan kembali ke rumahku.
"Kau baik-baik saja?"
Mendengar suara, aku terlempar dari lamunanku, dan menoleh ke arah pintu di mana George sudah berdiri dengan salah satu alisnya yang terangkat naik.
"Dia tidak mau membalas pesanku," jawabku diikuti dengan helaan napas pajang.
George berjalan mendekat ke arahku dan duduk di atas kursi menghadapku yang masih berbaring di atas kasur.
"Bagaimana kemarin?"
"Berantakan. Benar-benar sangat amat berantakan."
George tertawa. Aku tak mempedulikannya, akibat ponselku yang bergetar. Aku mengambil benda pintar itu, mendapati bahwa kau akhirnya membalas pesanku. Tapi, kau tidak membalasnya sesuai dengan harapanku.
Hey, Reece! Aku minta maaf, tapi aku rasa kita tidak akan pernah bisa berhasil. Aku harap kau mengerti. Tapi, aku masih ingin menjadi temanmu. :)
----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top