5. Nara
So far, aku seneng kerja bareng Aghi. Anaknya makan mulu dan aku selalu diajak. 2 bulan kerja, berat badanku sudah naik 3 kilo. Gila kan ya??
2 bulan ini juga aku tahu Aghi yang sebenarnya.
Pembawaanya aja emang agak melambai, tapi masalah kerjaan dia tegas parah, bijak, dewasa, dan kalau kehidupan... ini anak agak liar. Syok laah aku.
Hari ini, Mas Ijul menjemputku pagi sekali, kami ada rapat di Tangerang, salah satu partner kerja mengadakan rapat di sana, jadi untuk menghindari kemacetan, kami berangkat pagi.
Sebagai tamu undangan yang baik, aku dan Aghi mendengarkan rapat ini dengan seksama, sesekali Aghi memberikan pendapatnya tanpa diminta, dan tentu saja aku langsung mencatatnya, biar ada laporan juga.
"Bungkus Nin, jan lupa lu!" Aku mengangguk.
Aghi tiap selesai rapat di manapun, pasti minta makanannya dibungkus, makanya aku selalu sedia ompreng. Bukan buat dia, tapi buat supir, katanya, apa yang dia makan supir dan sekretaris harus makan juga.
Gile ya?? Untung ini anak gak ngajak aku makan babi. Bisa keenakan aku hahahaha.
Rapat selesai pukul 2 siang, Aghi langsung minta dianter ke kantor karena Mbak Putri tadi mengabari kami soal menumpuknya surat yang harus Aghi tandatangani.
"Nin??" Panggil Aghi, ia baru saja selesai menelefon pacarnya.
Nah, asli sih gak ada privasi, aku kalau di kantor gak punya tempat khusus kaya mbak Putri. Aku dapet meja di ruangan yang sama bareng Aghi, meskipun dipojokan, tapi ya tetep, Aghi ngomong mesum sama pacarnya aku ikutan denger.
"Kenapa Ghi?" Tanyaku.
"Aneh gak kalo gue minta lo tinggal bareng gue??"
"Hahhh??!" Aku tahu itu gak sopan, tapi itulah responku tanpa dibuat-buat.
"Gak cukup Ghi dari setengah tujuh pagi sampe jam enam sore? Kadang overtime sampe jam 9 lo recokin gue??"
"Bukan soal recokin, tapi efisian Mas Ijul, gak harus jemput kita di dua tempat. Terus lo gak usah telefon gue kaya nagih utang kalau gue telat bangun. Ngerti gak sih lo?"
"Ya ngerti, tapi ya gimana?"
Baru Aghi akan menyauti, pintu ruangan diketuk, Mbak Putri masuk.
"Mas Aghi, tamunya sudah datang. Mau saya antar ke ruang meeting atau di sini saja?"
"Ajak masuk sini aja Mbak Putri, makasi ya!" Gak ngerti ya aku, Aghi kalau ke Mbak Putri tuh sopaaannn banget.
Mbak Putri mengangguk, tak lama kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan ini.
Aku sedikit berfikir mengenai tamu Aghi sore ini. Mukanya kaya kenal, tapi gak kenal. Gak pernah juga kayaknya rapat bareng mas-mas ini. Tapi asli, mukanya familiar.
Karena gak punya clue siapa tamunya Aghi ini, aku memutuskan menyelesaikan laporanku.
Stuck di salah satu paragraf, aku memutuskan keluar untuk membuat kopi, sambil mencari sedikit pengalihan.
Me:
Kangen gak seeh????
Sinta:
Sorry
Kaga!
Hidup gue enaaak
Punya cowok juga enak
Me:
Lo gak mau mampir
tempat gue gitu, Nyet??
Sinta:
Boleh numpang ngumprut gak di tempat lo?
Me:
Ada kamar kosong,
lumayan kedap suara.
Sinta:
Tar gue mampir dah!!
Me:
Padahal, gue kangen
duaan sama lo, Ceu
Sinta:
Gue sengangenin itu yak
Wkekekekwk
Me:
Tau ahhh
Sinta:
Gue PKL di kantor lo boleh gak?
Me:
Tanya Aghi aja
Sinta:
Yaudah, gue mampir deh ke tempat lo!
Me:
Ditunggu!!
Sinta tak membalas. Jujur, sejak bekerja di Jakarta dan tinggal di apartment yang disediakan kantor, aku agak sedikit kesepian.
Berasa robot yang gak punya kehidupan lain selain kerjaan.
"Hey you! Hello again!" Sapa seseorang.
Aku mendongkak, melihat tamunya Aghi berdiri tak jauh dariku.
"Eh iya, hallo! Udah Mas urusan sama Pak Aghi-nya?" Ucapku basa-basi.
"Gak inget ya?"
"Maksudnya?" Tanyaku bingung.
"Pantesan tadi di ruangan diem aja. Udah lupa ternyata ya? Serius gak inget??" Ucap pria ini.
Aku bengong memandang wajahnya, seperti yang tadi kubilang, ia terlihat familiar, tapi aku tak mengenalinya.
"Nara!" Ia mengucapkan namanya, tapi aku belum inget juga. Makin bengong aku.
"Nara??"
"Yang waktu itu dapet lemparan boneka, kita pertama kali ketemu di kondangan."
"Ohhhhhhh!!" Aku yakin mukaku merah. Pantesan aku gak inget, wong itu momen memalukan.
"Kerja sama Aghi sekarang?" Tanyanya.
"Iya. Mas Nara kenal sama Pak Aghi?"
"Kenal karena satu kantor."
"Satu kantor? Kok gak pernah ketemu?" Tanyaku.
"Ya kan kerjanya gak di kantor terus."
Aku mengangguk.
"Daah yaa, balik ke ruangan dulu." Ucapnya.
"Oke Mas Nara!"
Aku tersenyum ketika ia berlalu. Baru lagi kayanya aku ngobrol sama orang bahas bahasan santai, bukan urusan kerjaan.
Ya ampun, kehidupan sosialku berntakan banget kayanya!!
****
Sinta mampir ke tempatku, dan ia sendiri. Aku udah watir aja dia bawa cowok, soalnya ada Aghi juga mampir, kan gak enak kalo aku sama Aghi di luar lha si Sinta sama cowoknya ngeue di dalem kamar.
"Ihhh, kemana aja lo Bang Ganteng??"
"Lo yang kemana?" Ucap Aghi.
"Gue ada di Bogor, kalian aja sok iyeh jadi makhluk-makhluk Ibu Kota!"
Seperti dugaanku, mereka berdua memonopoli percakapan. Aku heran kapan si Aghi pulang, padahal aku pengin cerita banyak sama Sinta. Eh malah jadi nemenin mereka berdua ngobrol. Gabut, kesel, bikin ngantuk!
"Nin?? Nina!" Kubuka mataku, ya, tak diragukan lagi, aku ketiduran ketika duo ini asik mengobrol.
"Sinta mana?" Tanyaku saat kulihat Aghi hanya sendiri.
"Ada cowok tadi dateng, terus dia pamit masuk kamar lo, gak apa-apa tuh?" Ia balik bertanya.
"Ohh, udah biasa gue si Sinta begitu mah."
Aghi mengangguk.
"Lo gak balikk? Ehh bukan maksud ngusir nih yaa."
"Mas Ijul udah gue suruh balik dari dua jam lalu."
"Lha? Terus lo gimana?"
"Nginep sini deh ya?"
"Kamar gue udah dipake Sinta, padahal harusnya dia pake kamar tamu. Kalau kamar tamu lo pake, gue tidur di sofa gitu sampe pagi? Atulah Ghi, besok libur, izinin gue bangun siang dulu nape!" Keluhku.
"Lo tau gue punya pacar kan?"
"Ya tau lah! Kan lo tiap hari telponan!"
"Naah, yaudah, kita bareng aja. Gak ngapa-ngapain, tidur beneran merem."
"Cowok mah sepiknya gitu! Gue gak mau ya Ghi jadi sekretaris yang nyeleweng jadi temen tidur bos-nya. Gue gak begitu!"
"Ya siapa juga! Lo kira gue napsu liat dada lo yang rata gitu? Ama telor ceplok di warteh juga lebih berisi telor ceplok."
"Lo jangan gitu dooonggg!!! Mulutnya dijaga!! Gak semua cewek diberkahi tetek gede." Gak tau kenapa, aku mendadak sewot.
"Iyee iyee maaf, yuk tidur ngantuk gue."
Pasrah karena dia bosku, akhirnya aku mengangguk. Aku tahu sih aku punya hak untuk menolak, tapi aku udah gak punya tenaga buat tegas, capek banget. Jadilah kami masuk ke kamar kedua di apartment ini lalu aku langsung berbaring menghadap tembok.
"Untung si Sinta gak kedengeran yaa!"
"Hemm!"
"Dia sering begitu??"
"Hemm!"
"Lo begitu juga?"
"Hemmn!"
"Na? Nina?"
"Hemmm?!"
"Yeee, orang ngajak ngobrol juga, lo malah hemm hemm hemm!"
"Hemmm."
"Bulan depan gue off, mau ke Amrik semingguan. Seminggu yang ganti gue ada tuh sepupu, tapi dia udah punya asisten sendiri. Lo sama Mbak Putri ikut training yaa, di puncak! Kalian kan karyawan baru."
"Hemm!"
"Gila lu dasar!"
"Hemmm."
Kuputuskan untuk terpejam, berusaha untuk tidak mendengar omongan Aghi lagi. Walaupun dalam hati sedikit bersorak.
Seminggu lebih bebas dari Aghian Prawiradilaga. Bahagia banget ya Allah!
*******
"Hay Nina!"
"Eh mas Nara."
Mas Nara nih ternyata CDO di kantorku, jadi dia agak sedikit mengisi materi pada training yang sedang kujalani. Dan saat makan siang ini, aku dan Mbak Putri yang kebagian di tempat VIP, bertemu dengan para petinggi perusahaan dan keynote speaker yang ada di acara ini.
"Eh iya, kenalin ini Mbak Putri, Mas. Sekretarisnya Pak Aghi juga."
"Udah kenal kita, sering nanya Aghi ke Putri soalnya." Ucap Mas Nara.
Aku mengangguk. Kemudian melanjutkan memakan makan siangku ini.
Sepanjang sisa hari, Mas Nara jadi ikut-ikut aku dan mbak Putri, bahkan lanjut sampai makan malam, bikin aku sedikit risih, karena.... ngapain woy??
Yaaa, bisa jadi sih dia deketin mbak Putri tapi kan Mbak Put sudah menikah.
Yaa meskipun Mas Nara nih kece, tapi tetep, kalau aku pribadi sih agak risih deket sama cowok. Bukan risih, tapi.... gimana ya? Aku gak pernah pacaran, jadi gak paham aja kalau deket-deket cowok tuh harus gimana.
"Nin, nonton apa bengong?" Mbak Putri yang sudah selesai mandi mengangetkanku.
Ya, kami ditempatkan di kamar yang sama.
"Bingung mbak nonton apa, tadi sih nonton acara masak tapi udah kelar."
"Nin, kalau aku tinggal bentar gimana?"
"Mau kemana mbak?"
"Itu, suami sama anakku nginep di hotel deket sini, aku mau makan malem sama mereka sekalian ketemu, kangen."
"Yailah mbak, sekalian aja nginep dongs, masa Pak Suami udah nyamperin cuma ditengok doang, gak dikelonin hehehe!"
"Hush kamu kaya ngerti aja."
"Ngerti mbak, kan udah gede."
"Daah ah, abis ini kamu aku tinggal gak apa-apa ya?"
"Iya mbak siap!"
"Tar kamu aku cariin temen deh Nin."
"Idiww, apaan banget mbak."
"Gapapa ya ditinggal?"
"Iya Mbak, gapapa banget!" Ucapku mantap.
Sepeninggal Mbak Putri, aku cuma bengong aja, gak ada tontonan menarik di TV, gak ada juga orang yang bisa diajak chat. Jadi aku cuma scrolling-scrolling HP mantengin timeline.
Sampai akhirnya sebuah chat masuk.
+628××××
Nina?
Nina?
Nina?
Hahaha
Sorry annyoing
Ini Nara!
Me:
Hallo, Mas Nara.
Ada apaan?
Nara CDO:
Laper gak?
Me:
Kan tadi udah makan
Nara CDO:
Yaahhhh
Laper doong
Me:
Lha, emang kenapa?
Nara CDO:
Pengin cari makan di luar
Temenin mau gak?
Me:
Temenin aja kan?
Nara CDO:
Ya makan bareng lahh
Biar uhuy
Wkwkwkwk
Me:
Kenyang Mas
Nara CDO:
Yaudah temenin yuk, mau gak?
Janjian di lobby
Me:
Boleh Mas
10 menit ya aku di bawah
Nara CDO:
Sipp
Aku udah di lobby
Me:
Buset!
Nara CDO:
Hahahahaha 😉
Aku tak membalas chat tersebut, langsung memilih meletakkan ponsel dan berganti baju, biar keluar gak cuma pake baju tidur gini.
Hanya dengan celana jeans dan kaus yang dilapisi jaket karena di Puncak ini dingin banget. Aku meninggalkan kamar dan turun ke lobby.
Begitu keluar lift. Aku berjalan sedikit untuk mencapai lobby dan... masya allah, aku baru ngeh kalau Mas Nara nih ganteng yaa.
"Lama ya Mas?"
"Gak kok, gak sampe 10 menit. Yuk!" Ajakknya, ia langsung bangkit kemudian mempersilahkan aku berjalan dengan gesture-nya
"Jalan kaki aja ya? Cari yang deket-deket hotel." Katanya sambil berjalan di sampingku.
Aku mengangguk.
"Udah berapa lama Nin, kerja di sini?" Tanyanya.
"Belom ada setahun, Mas. Baru banget."
Mas Nara mengangguk.
"Tapi udah lama kenal sama Aghi dan keluarga ya? Kan yang nikahan itu ada kali setahun."
"Iya emang ya?? Iya berarti hehehehe." Aku sok iye aja. Padahal pas nikahan si Mbak... aduh namanya siapa teh?? Itu kan aku baru kenal deket sama Aghi, karena sebelumnya Aghi posisi kerja magangnya gak satu lantai bersamaku.
"Ikan bakar aja apa ya? Enak nih kayanya." Ucap Mas Nara ketika di samping trotoar tempat kami berjalan ada resto keluarga yang menjual ikan bakar.
"Makan ikan mah di pinggir pantai atuh."
"Eh? Kamu orang Sunda? Lucu logatnnya, hehehe."
"Iya mas, Sunda."
"Makan apa dong? Warkop aja deh, makan indomie."
"Naah, itu baru mashok!"
"Yuk!"
Kami berjalan kembali, sampai menemukan sebuah warung kopi yang menjajakan kopi instan siap seduh, indomie siap rebus dan camilan siap makan. Mantap laah.
"Pesen gak Nin?"
"Teh tawar anget aja Mas, dua gelas."
"Serius itu doang? Masa order yang gratisan? Didemo nanti."
"Apa dong? Mau pesen kopi takut gak bisa tidur semaleman." Kataku.
"Ya kalo gak bisa tidur kan bisa aku temenin."
"Teh tarik aja, Mas Nara!"
***********
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
******
Anomali × Metanoia
Sudah tersedia di google play book
****
The Sambadha's pun suda tersedia yaak
Silahkan dibeli xoxo
******
Nara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top