3. Aghi
"Gimana Nin? Udah lo pikirin? Massa kerja gue di sini sisa dua bulan loh, abis itu kudu magang lagi di satu perusahaan, baru deh gue dapet kursi di kantor keluarga gue."
"Belom gue pikirin Ghi, nanti deh, masih 8 bulan juga kan berarti itungannya?"
"Gak kerasa loh!"
Aku mangut-mangut gak jelas.
"Pikirin yaaa, gue kasih lo waktu 5 bulan, kalo lo belom ada jawaban posisi itu diisi asisten yang dikasih Bokap gue."
"Nah itu udah ada, ngapa lo nyari lagi?"
"Yee, kan biar udah akrab."
Lagi-lagi aku mengangguk. Aku masih gak tau harus terima tawaran Aghi apa engga.
"Na, Nina? Lo kemarin yang ketemu Pak Fadli? Aman kan lo?" Tanya Fahira.
"Gapapa, syukur udah kelar, gue pusing banget kalo ketemu dia. Ada aja alesannya, tapi bagusnya sih rajin dateng, ngasih tau kalau telat bayar, tapi ya itu, pusing.
"Belum aja lu ketemu Pak Erwin, mau matik gue." Tambahku, Fahira nyengir.
"Dia mah, gue senyumin aja ganjen, apalagi ke kalian yang cewek yaa?" Ucap Aghi.
"Naah iyaa!"
"Ehh, malem karokean yuk?" Ajak Lia.
"Boleeh deh, udah lama gue gak latinan vocal." Jawabku asal.
"Oke, balik kantor langsung cuss yah?"
Aku, Fahira dan Aghi mengangguk.
***
Sore hari, setelah kantor tutup pelayanan, aku membereskan kerjaanku hari ini, sambil menunggu teman-teman yang lain.
"Kelar, Nin?" Aghi tiba-tiba muncul dan duduk di mejaku.
"Dikit lagi, yang lain mana?"
"Masih banyak kerjaan, tau dah, rusuh banget."
Aku mengangguk, fokus membereskan kerjaanku lalu merapikan meja.
"Lo mau dibonceng Lia apa sama gue?" Tanya Aghi.
"Cusss yuk!" Duo Fahira dan Lia datang.
"Siapa bonceng siapa nih?" Tanya Lia.
"Ihh gue kan sama elo, Yaa!" Ujar Fahira.
"Yaudah Nin, lo di mobil gue aja ayok!"
"Macet tapi." Keluhku.
"Yailah, bisa nyanyi-nyanyi kita, persiapan karokean."
"Yaudah sana mangkat duluan kalian, biar kita gak nunggu kelamaan." Titah Fahira.
"Okee, okee, ayok Ghi!"
Aku dan Aghi dia sama sepanjang perjalanan, abisnya lagu-lagu yang diputer kaga aku tahu sihh. Coba setelnya lagu blackpink, hapal aku!
"Ghi!"
"Nin!'
Kami memanggil nama masing-masing bersamaan.
"Lo dulu aja." Ucap Aghi.
"Lo aja Ghi, pertanyaan gue gak penting kok."
"Gue apalagi. Udah, ladies first!"
"Kenapa di keluarga lo kudu ada magang-magang gitu di perusahaan lokal? Emang gak cukup pengalaman dan ilmu lo kuliah di luar negeri?" Tanyaku.
"Heheh, gimana ya? Ini sebenernya ide Eyang gue. Karena dulu pas pulang kuliah dari Inggris malah jadi gak ngerti apa-apa pas balik ke Indo. Jadi gini, ilmu dan pengalaman di luar itu buat bekal mengurus dan memajukan perusahaan, tapi kan gak bisa langsung diterapin gitu aja, jadilah nih cucu-cucunya kudu magang di sini, untuk belajar lagi situasi perkantoran di Indo tuh kaya apa, jadi gampang kalau mau mengaplikasikan ilmu yang kita punya. Gak cuma 'Heyyy!! Gue baru balik dari Amrik looh, di sana sistemnya ini-itu-anu! Ayokkk ganti!' Kan gak bisa gitu, keblenger nanti semua karyawan gue."
Aku mengangguk mengerti.
"Lo mau ngomong apa tadi? Giliran lo."
"Apa ya? Gue jadi lupa lagi, heheheh!" Aghi terlihat bingung sambil garuk-garuk pelipis.
"Inget-inget cobaa!"
"Lupa gue, asli hahaha!"
Aku hanya geleng-geleng kepala melihat Aghi.
**
Karokean selesai, Fahira langsung pulang bersama Lia sedangkan Aghi berjanji akan mengantarku pulang ke kostan.
"Besok libur, beneran mau langsung balik lo? Baru jam 9 nih."
"Terus lo mau ke mana?" Tanyaku.
"Gue pengin makan indomie tek-tek, mau gak lu?"
"Emmm, sounds good!"
"Okee, yuk caw!"
Aghi menyetir dalam diam, jalanan tidak macet, jadi kami gak perlu ngobrol sok asik untuk membunuh waktu.
Sesampainya di Warkop yang dituju Aghi, ia langsung mengajak turun.
Aku hanya memesan teh tawar hangat dan roti bakar kornet. Gak apa-apalah dosa sama badan malem-malem gini.
"Lo gak makan mie juga? Kenapa?"
"Udah malem, Ghi."
"Diet?"
"Emang gak mau makan malem aja."
Aghi mengangguk. Ia lalu asik dengan ponselnya, jadi aku melakukan hal yang sama.
Sinta:
Lo kemana dah belom pulang?
Gak diculik gadun kan?
Gue mau ngajak makan tadinya
Huffttttt 😖
Membaca pesan yang dikirimkan Sinta 3 jam lalu itu, segera saja aku membalasnya.
Me:
Sorry
Gue main sama temen kantor
Karokean
Gofood aja sih lu
Riweh gek
Sinta:
Ihhhhhhh gue mah melang
Monyet sia
Gue sampe nanya Mang Nja
Takut lo kenapa-napa
Goblog sia mah
Aing melang
Sia malah jadi biduan
Anying!
Me:
Lebay lu
Masih dapet???
Hormon oh hormon
Sinta:
Ih aseli aing teh melang
Monyet lah sia
Mun kitu mah aing ulin
Lapar deui urang teh
Ah sia
"Ghi, balik yuk!" Ajakku ketika Aghi selesai makan.
"Lha? Itu roti bakar lo aja belom disentuh, Nin. Kenapa?"
"Dibungkus aja, ini temen kost gue nunggu."
"Yaudah, bentar gue bayar."
Aku langsung mengeluarkan selebar dua puluh ribu yang telah kusiapkan sebelumnya.
"Udah, gue aja yang bayar. Selow aja Nin!"
"Okee deh, makasih." Kataku lamgsung, gak baek kan ya nolak rejeki.
"Yok!" Ajaknya setelah selesai membayar.
Kami saling diam lagi di perjalanan, karena... bingung juga mau ngomong apa, asli.
"Oh iya Nin, lo kalo emang minat bikin lamaran dari sekarang ya?"
"Kalau gue kerja bareng lo, di Jakarta tuh berarti?" Tanyaku.
"Iya, Nin. Tapi kayanya lebih sering ke pabrik sih."
Aku mengangguk.
"Kenapa? Lo ada masalah tinggal di Jakarta?"
Aku menggeleng.
Sebenarnya, aku belum siap berhadapan dengan ibu kota yang katanya kejam itu... yeah meskipun bentar lagi ibu kota pindah ya, tetep aja. Di kepalaku, kalau aku dengar nama 'Jakarta' langsung terbayang bagaimana kerasnya hidup di kota itu. Dan, lagi aku belum siap pisah sama Sinta.
Mobil Aghi berhenti, aku menengok ke samping dan ternyata kami sudah sampai.
"Kostan lo selalu rame gini?" Tanya Aghi.
Aku melihat lurus ke depan dan bingung dengan orang-orang yang berkrumun di depan. Bahkan tetangga yang paling cuek aja ikutan nimbrung.
"Ada apaan ya?" Penasaran, aku langsung keluar, mendekati krumunan tersebut sambil mendengarkan obrolan mereka demi mengumpulkan informasi.
"Nekat ya sekarang maling-maling teh."
"Dikiranya maghrib sepi kali ya pada gak ada."
"Untung si teteh gak kenapa-kenapa."
Aku mendengar sedikit obrolan itu, lalu mendesak masuk agar melihat apa yang terjadi.
Kaget juga aku, saat melihat Sinta duduk di teras dengan tampang pucat, di sampingnya ada Bi Yayah (istrinya Mang Nja) yang merangkulnya.
"Lo kenapa Sin?" Tanyaku panik.
"Mau ada maling di kamarnya, Neng." Ucap Bi Yayah. Sementara Sinta terlihat masih syok.
"Terus Sinta? Gak kenapa-napa kan?"
"Gapapa, iya kan Neng?" Bi Yayah mengelus rambut Sinta, dan ia mengangguk.
"Yaudah Bi, sini biar Nina aja yang temenin Sinta, gak enak juga pada ngumpul gini."
"Yaudah atuh, ayok Bibi bantuin ke kamar."
Aku mengangguk, kami berdua membopong Sinta sementara kulihat Mang Nja merapikan gelas bekas teh hangat yang ada di lantai, lalu kulihat juga krumunan orang mulai memudar.
"Gapapa ya ditinggal? Mang Nja jaga malem kok sama Aa-aa di depan, tenang aja ya Neng." Ucap Bi Yayah.
"Iya, siap Bi. Makasi udah jagain Sinta." Kataku.
Bi Yayah pamit keluar.
Saat aku hendak menutup pintu kamar Sinta, kulihat Aghi berdiri di depan teras.
"Ngapain lo?" Tanyaku.
"Lo tau? Gue punya trauma sendiri sama maling yang berani nyamperin rumah. Ngeri." Katanya, tak menjawab pertanyaanku.
"So?"
"Kayanya gue stay di sini deh malem ini, terlalu berat buat gue nyetir malem-malem dengan pikiran buruk yang ada di kepala. Dan, kayanya lo juga butuh temen buat jagain temen lo itu." Aghi mendekat, ia menunjuk Sinta dengan dagunya.
"Gak usah aneh-aneh lo!" Seruku kesal.
"Please, gue overnight di sini yak!"
"Yaudah, masuk lo!"
Aku bingung juga nolaknya gimana. Lagian, selama 4 bulan kenal Aghi, dia anaknya gak macem-macem kok. Dia punya pacar di Amrik, dia agak melambai makanya gabungnya sama cewek-cewek. Bukan tipe cowok yang berbahaya deh ya.
Kubiarkan Aghi di pojokan dekat lemari sementara aku menemani Sinta. Ia memegang tanganku erat.
"Gue yakin, itu maling pasti suruhan si Nathan tuh!"
"Jangan suuzon!"
"Yaa lo pikir deh, selama ini emang ada maling masuk kost-kostan ini?? Brengsek emang tu cowok! Kalo bukan maling suruhan, pasti yang dimaling kostan si Penny lah! Di depannya aja ada mesin cuci, terus keliatan itu kipas AC. Lha kamar gue ada apaan?"
"Emang kejadiannya gimana sih?" Tanyaku.
"Gue lagi mainin lampu tidur, ceklak-ceklek gitu deh gabut, nunggu lo balik tapi gak dateng-dateng. Tiba-tiba pintu gue dibobol, terus malingnya langsung ngarah ke lemari gitu. Teriak lah gue. Ehh gue malah disumpel bantal. Terus gue tendang malingnya, terus gue teriak lagi, terus orang-orang pada dateng." Jelas Sinta.
"Lha? Itu mah gara-gara lo mainin lampu kali, malingnya mikir lampunya konslet, dan gak ada orang makanya didiemin. Jadi lah dia berani masuk."
Kami berdua menoleh, Aghi yang sedari tadi diam masuk juga ke dalam obrolan.
"Jadi salah gue?"
"Salah dia yang punya niat jahat." Kataku.
Mereka berdua diam.
"Udah Sin, tidur gih."
"Lo di sini kan, Nin?"
"Iyaa!"
"Okeee, thanks ya!" Sinta berbalik badan menghadap tembok. Ia langsung tak bersuara.
Menit-menit berikutnya suasana kamar kost ini hening, hanya ada suara jarum detik dari jam meja milik Sinta.
"Lo mau tidur Na? Tidur aja, gue gak bisa tidur."
Aku menoleh, emang agak ngantuk sih.
"Lo tadi bilang trauma, trauma apaan?"
"Sorry, gak bisa gue ceritain."
"Sorry Ghi, nanya pertanyaan privat."aku meminta maaf.
"Tidur Nin, tenang aja, gue anaknya gak macem-macem kok."
Aku mengangguk.
"Bentaran yak, gue ke kamar gue dulu ambil bantal sekalian buat lo senderan."
"Okeeh!"
Aku membuka pintu kamar Sinta pelan-pelan lalu masuk ke kamarku. Memberishkan muka dan berganti secepat kilat, aku mengambil peralatan tidur dari kamar, bahkan membawa sarung untuk Aghi.
"Thanks, Na."
"Makasi juga mau nemenin." Kataku.
"Yeah, seenggaknya gak bisa tidur gue malam ini bermanfaat. Lo tidur sana!"
******
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
******
Sinta
***
Nina
****
Aghi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top