20. Berpura-pura
Aku mengabaikan semua panggilan Nara, begitu juga dengan pesan singkat yang ia kirimkan lewat watsap.
Aku takut kalau aku akan mengemis-ngemis penjelasan darinya. Kemudian memohon agar ia menceraikan istrinya, lalu memilih bersamaku. Yang kalau kata Sinta adalah ide sinting.
Jadi, berpegang pada kewarasan Sinta. Aku mencoba mengacuhkan Nara.
Demi kebaikan diriku. Kata Sinta.
"Fokus banget sih Nin?" Tanya Aghi.
"Nanti kalau salah gue dimarahin lagi." Ya, ini sebenernya aku ulang bikin laporan. Harusnya bikin bulan September, eh aku malah nyalin data bulan september tahun lalu, gimana gak dimarahin sama Aghi coba?
"Ya kan gue mah marah-marahnya beralasan."
"Gue juga terima kok, dimarahin sama lo."
"Lagian, tumben banget lo sampe begitu? Salah beda sebulan okelah, eh ini setahun, foldernya aja udah beda anjir."
"Iya, maaf!"
"Iya, kan gue juga udah gak marah-marah."
"Tapi bawel."
"Kan biar santai Nin, lo serius banget sih abisnya."
"Gak mau bikin salah lagi, Aghi!"
Aghi hanya tertawa rendah. Kemudian kami mendengar pintu diketuk, Mbak Putri masuk ke ruangan.
"Mas Aghi, itu di luar Pak Nara mau ketemu, boleh masuk?"
"Ada perlu apaan dia?"
"Waduh, tadi saya nanya gak dikasih tau Mas."
"Yaudah suruh masuk aja Mbak!"
Mendengar nama Nara disebutkan, konsentrasiku buyar, jantungku mulai berdetak tak kauran. Bikin aku keringet dingin.
Pintu terbuka kembali, Nara masuk ke ruangan, ia menoleh ke padaku tapi aku membuang muka.
"Permisi nih, maaf ganggu."
"Kenapa Nar? Duduk!" Ucap Aghi, lalu ku lihat Nara duduk di seberang Aghi.
"Ini gak ada hubungannya sama kerjaan sih, tapi mau izin lo aja."
"Izin apaan?"
"Mau pinjem sekretaris lo bentar."
"Yang mana?"
Nara menoleh ke belakang, aku langsung menunduk pura-pura gak tahu.
"Nina?" Terdengar suara Aghi bertanya.
"Iyaa, boleh?"
"Nin? Nina!" Seru Aghi memanggilku, aku langsung mendongkak, sok polos gak ngerti apa-apa.
"Iya Mas Aghi?" Sahutku dengan nada formal.
"Ini, si Nara mau pinjem lo katanya, bisa gak?"
"Hah? Pinjem? Pinjem apaan?"
"Tau nih lo, pinjem buat apa?" Tanya Aghi.
"Ada lah Ghi, keperluan pribadi, kan tadi gue udah bilang bukan urusan kerjaan."
"Bisa Nin?"
Aku melirik Nara dan Aghi bergantian, keduanya memandangku, Aghi dengan tatapan bingung sementara Nara dengan tatapan sedih.
"Masih bikin laporan, kalau bukan urusan kerjaan ya di luar jam kerja aja, Mas." Jawabku.
Nara tersenyum pahit sementara Aghi mengangguk-angguk.
"Yaudah, jam pulang kerja saya ke sini lagi ya Nin!!" Ucap Nara, seperti mengancamku untuk tidak lari.
"Siap, Mas Nara." Aku memaksa diriku untuk tersenyum padanya.
Nara mengangguk, ia mengucapkan terima kasih pada Aghi lalu pamit dari ruangan.
"Ada urusan apa lo sama dia?" Tanya Aghi kepo.
Aku menatap heran.
Emang selama ini Aghi gak tau ya kalau aku pacaran sama Nara? Seriusan nih?
Kayaknya aku gak pernah menutupi hubunganku pada siapapun, aku selalu mengakui kalau aku punya pacar.
"Ghi, kalau laporan gue tunda bentar, boleh?" Tanyaku.
"Serius amat sih lo, Nin? Ada masalah apa?"
"Gue pengen cerita sama lo deh."
"Oh yaudah, mau sekarang?" Tanya Aghi.
Aku mengangguk.
"Di ruang rapat gue aja, kosong, adem, banyak cemilan!" Usul Aghi. Aku langsung bangkit.
Nah iya, di ruangan Aghi nih ada pintu menuju small meeting room, khusus kalau Aghi mau rapat sama bawahan langsungnya, karena kapasitas ruangan rapat pun hanya 15 orang. Ruang rapat ini nyambung ke depan juga, jadi masuknya gak harus lewat ruangan Aghi.
Di ruang rapat, Aghi duduk di sampingku, ada satu kursi kosong yang memisahkan kami, sementara di meja sudah ada aneka camilan yang Aghi ambil dari kulkasnya.
"Ghi, gue mau tanya sama lo."
"Tanya apa?"
"Lo tau kan gue punya pacar?"
"Tauuuu!"
"Tau gak pacar gue siapa?"
"Mana gue tau, lo gak pernah bilang, gue juga males kepo, itu kan urusan pribadi lo."
"Jadi lo gak tau sama sekali pacar gue siapa?"
"Gue taunya pacar lo ada tattoo Totoro-nya."
"Ihhhh, kesel gue!"
"Kenapa sih? Cowok lo emang siapa?"
"Nara, Ghi. Pacar gue Nara!"
"Hah? Demi apa? Tapi kan dia...." Aghi tak melanjutkan ucapannya.
"Udah punya istri... nah gue baru tau itu Jumat kemaren, asli gue sama sekali gak tau kalau dia udah berkeluarga. Makanya, dari hari jumat itu dia gue diemin sampe sekarang. Sabtu dia nyari gue tapi gue gak bales, minggu-senin dia gak ada ngabarin, selasa dia telefon terus gak gue angkat, dan kayaknya kemarin dia ke apartment juga, tapi gue gak di sana. Eh sekarang dia malah nyamperin ke sini."
"Wahh gila sih Nin, serius lo gak tau dia punya istri?"
"Demi Allah, demi Tuhan, demi Dewa, demi Neptutus, Ghi. Gue gak tau!"
"Yee bawa-bawa Dewa, itu mah bapak gue!"
"Ya lo paham maksud gue, Ghi!"
"Anjir, emang lo pas deket sama dia gak nanya-nanya?"
"Dia gak pake cincin kawin Ghi, masa iya ada yang deketin gue terus gue tanya 'lo udah punya istri belum?' kan gak lucu."
"Emmm, lo gak cari tau dulu soal dia gitu?"
"Tadinya gue mau tanya-tanya soal Nara ke sekretarisnya untuk tahu soal Nara, tapi gue gak enak, mending nanya langsung sebagai bonding juga kan yaa, tapi kalo dipikir-pikir pas lagi berdua tuh seringan dia yang nanya, daripada gue yang nanya."
"Gila sih lu, Nin!" Ucap Aghi sambil geleng-geleng kepala.
"Terus gue harus apa sekarang Ghi?" Tanyaku putus asa.
"Dia udah tahu kalau lo tau dia punya istri?"
Aku menggeleng.
"Gimana ya? Kalo benernya sih ya tinggalin aja Nin, mumpung masalah belom ke blow-up juga, soalnya gini... pernah ada kasus gini juga, Nara juga."
"Maksudnya?"
"Pernah ada karyawan di department dia ya yang suka gitu sama Nara. Sama dia kayaknya ditanggepin, diladenin gitu. Makin baper kan ceweknya? Sampe akhirnya ketauan sama istrinya. Beuuhh itu istrinya terbang dari Surabaya ke sini cuma buat maki-maki itu cewek. Dan keluarga istrinya itu kan salah satu pemegang saham kantor ini yak? Dipecat lah udah. Tapi gue gak liat kejadian itu langsung karena masih di Amerika, gue cuma diceritain Abang gue doang."
"Terus Nara?"
"Ya aman aja udah. Emang dia tuh ganjen kali yaa?"
Aku diam. Gak tau lagi harus respon apa.
Aku tahu, hal yang sangat masuk akal sekarang untuk dilakukan itu adalah pergi, menyudahi hubungan ini dan putus kontak sama Nara.
Tapi,
Aku sayang sama Nara.
Dia bikin aku nyaman, dia bikin aku merasa dicintai, dia bikin aku merasa gak sendiri, dan... Nara juga udah bikin aku cinta sama sama dia.
"Nin? Ehh? Kok lo berkaca-kaca gitu dahh?!!" Aghi menegang bahuku, ia menepuk-nepuknya pelan.
"Gue sayang Ghi, sama dia." Ucapku lirih.
"Haduhhh, lo lama pacaran sama dia?"
"Setahun, Ghi."
"Edanss, lama itu Nin. Gilaaa!!!" Aghi terkejut.
Aku menarik napas panjang untuk menenangkan diri.
"Nin, asli gak baek, mending lo mundur deh daripada sampe rame-rame."
Aku mengangguk, kemudian mengusap air mata yang lolos jatuh.
"Awalnya gimana sih?" Tanya Aghi.
Aku mendongkak, menatap Aghi yang tersenyum prihatin padaku.
Menenangkan diri sebentar, barulah aku bercerita. Gimana bisa deket sama Nara, gimana dia mengingatkan aku pada pertemuan pertama kami padahal aku sudah lupa sama dia. Terus saat ia meminta kejelasan hubungan, juga saat ia memberitahuku kapan ia mulai menyukaiku. Semua kuceritakan pada Aghi, berikut dengan penerimaannya terhadap masalalu dan asal-usulku.
"Anjirrrr! Dia bisa baik banget gitu, padahal lagi brengsek banget ya?! Gilingan!"
"Makanya, dia tuh baik banget. Gue kaya belom siap gitu kalau harus ninggalin dia."
"Terus lo mau sampe ketauan terus dilabrak istrinya dulu, heh?!"
"Gak gitu juga."
"So?"
"Gue gak tau."
"Eh iya, terus kemaren-kemaren kalo lo gak balik ke apartment, lo balik ke mana?"
"Mas Ijul gak bilang lo? Kalau dia jemput gue di hotel?"
"Anjay, gaya amat lu Nin!"
"Gue lagi pengen sendiri aja gitu, nangis-nangis gak jelas. Tapi pas liat Nara dateng ke sini, gue jadi pengen ada orang lain yang tau juga."
"Tapi bener dia yang deketin lo kan? Bukan lo yang godain dia?" Tanya Aghi.
"Setau lo nih ya, gue ada bakat godain cowok gak?" Aku balik bertanya.
"Heheheheh, iyaa dah iyaa, percaya gue."
Aku diam, mengambil sekaleng cola yang disediakan Aghi lalu meneguknya banyak-banyak.
"Nin, kalo lo sayang sama dia, jangan lupa ya... lo harus lebih sayang sama diri lo sendiri." Kata Aghi tiba-tiba.
Aku mengangguk.
Aku memang sayang pada diriku, dan aku juga ingin bahagia. Kalau aku bahagia bersama Nara, perlu kah aku memperjuangkannya?
****
Nara benar-benar datang ke ruangan, lima menit sebelum pukul setengah lima sore. Gila juga sih ini.
"Ghi, gue udah boleh pinjem sekretaris lo kan?" Tanyanya.
"Bawa aja, jangan dimacem-macemin heheheh!" Ucap Aghi, meskipun dia sedikit tertawa tapi nada bicaranya serius.
"Siap! Gue balikin kok! Ayok Nin!" Ajak Nara.
Aku mengangguk, menyambar tasku kemudian pamit pada Aghi. Sekilas kulihat Aghi berkata hati-hati dengan gerak bibirnya, jadi aku mengacungkan ibu jari padanya.
Nara membawaku ke parkiran. Seperti biasa, ia membukakan pintu mobil untukku sebelum ia masuk ke kursi kemudi.
"Yaang?? Kenapa sih?" Tanyanya dengan nada sedih.
"Kenapa apanya?"
"Kamu diemin aku. Aku telefon gak diangkat, aku chat gak dibales."
"Sibuk aku, Nar."
"Sampe gak bisa bales chat? Meskipun udah bukan jam kantor?" Tuntutnya.
"Iya, Sinta sakit. Jadi aku ngerawat dia, gak sempet pegang HP."
"Sinta sakit apa?"
"Tipes." Ya Allah, ini bohongan yaa. Jangan sampe Sinta beneran sakit. Amin!
"Kamu jadi di kostan Sinta?"
Aku mengangguk.
"Gimana dia sekarang? Mau ke sana lagi?"
"Udah ada ibunya kok, aman."
"Dan kamu masih belum bales chat aku? Telefon balik atau apalah? Hubungin aku. Aku khawatir Nin! Aku sampe ke apartment kamu, dan kamu gak ada. Aku takut kamu kenapa-kenapa tau!"
Sakit.
Sumpah! Dia peduli padaku seperti itu, tapi di sisi lain dia punya istri. Ya ampun. Kenapa gini banget?
"Maaf yaa." Ucapku pelan.
Nara tiba-tiba mendekat, ia memelukku dari samping sementara aku tak bereaksi apapun.
Air mataku jatuh mengalir, aku langsung mengusapnya supaya Nara tidak tahu
Sial! Kenapa aku tetap merasa nyaman seperti ini padahal aku sudah tahu ia milik orang lain??
Sepertinya aku belum rela kalau harus meninggalkannya. Nara terlalu istimewa untuk dilewatkan begitu saja.
Mungkin, aku harus berpura-pura tidak tahu kalau Nara memiliki istri, agar aku bisa biasa saja tanpa merasakan sakit seperti ini.
Ya, aku harus berpura-pura.
********
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
***
Yuk, yang belum baca Anomali Series, Harta Tahta Duda dan Bad, bisa dibeli di google play yaak
***
Bisa dicari dari judul atau ketik nama aku: kadallilah (double L di depan)
Covernya yang itu yaak ☝️
Cuss yang mau baca versi lengkapnya silahkan dibeli 😍
****
Gue bonusin foto Nara deh
***
Aghi juga
***
Nina juga deh wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top