14. Step by step
"Ke mana lo gak balik?" Semprot Aghi ketika masuk ruangan. Aku lebih dulu tiba darinya.
"Kan yang penting kerja. Gue udah siapin makan malem lo di meja, udah siapin bahan presentasi tar siang juga. Ya kan?"
"Emmm, iya sihh! Kopi dong!"
"Sabar ya boss yaa! Belom panas airnya." Kataku sambil melirik dispenser di sudut ruangan.
"Nginep di rumah pacar lu ya??" Seru Aghi saat aku sedang menyiapkan kopi untuknya.
"Kepo lu!"
"Mending cowok lo yang ke apartment Na, kaya lo butuh banget gitu sampe lo yang ada di tempatnya."
"Apa sih?? Lo ngomong apa?" Tanyaku.
"Oh iya, masi virgin yaak? Hehehe!" Ledeknya.
Aku melempar satu cup kopi instant siap seduh yang ada di tangan. Ya iya sih aku belum ngapa-ngapain, bisa dibilang masih perawan. Tapi harus emang diledekin gitu sama Aghi? Kesel tau!!
Liatin aja, kalau aku udah ada di tahap sana sama Nara, aku pamerin ke dia!!
"Ngambek, najis lu, kaya orang aja!"
Aku manyun.
Berjalan mendekati Aghi, kuberikan kopi untuknya pagi ini.
"Nin, coba tanya Mbak Putri, bisa gak rapat hari ini jadi jam 9, biar bisa setengah hari doang gitu."
"Kenapa emang?"
"Mau pulang ke rumah, lama-lama kangen juga sama Mami."
"Alhamdulillahhh!!!"
"Ngapa lu nyebut?"
"Nyebut mah istigfar bego!" Seruku.
"Heuuuh! Yaah? Bilang mbak Putri ya? Gue mau caw beres rapat."
"Iyaaa boss, siap boss! Tapi kalo lo balik, gue, mbak Putri sama Mas Ijul boleh caw juga gak?"
"Boleeeh!"
"Mantap! Bentar yaak!"
Aku keluar ruangan, menemui Mbak Putri dan langsung mengutarakan permintaan Aghi.
Mbak Putri tentu saja kaget dan bingung, ia harus menghubungi semua peserta dan pengisi materi rapat, padahal undangan sudah disebar.
"Aku bantuin Mbak!"
"Iyaa, boleh!"
Membantu Mbak Putri, aku menghubungi setengah dari peserta rapat, baik via email, telefon kantor, bahkan wassap. Mon maap aja informal, wong si Aghinya aja sableng maen ganti-ganti seenak jidad.
Untungnya, 80% undangan rapat itu orang kantor juga, jadi mereka semua bisa mengusahakan, sedangkan yang dari luar kantor menyanggupi tapi telat dikit.
"Aku panggil Mas Aghi dulu ya, biar dia duluan masuk ruang rapat." Kataku.
"Sip, Nin. Aku ke OB minta siapin semuanya sekarang, kita janjian di ruang rapat yak!"
"Oke Mbak Putri!"
Masuk ke ruangan, aku diam ketika tahu kalau Aghi sedang berbicara di telefon dengan orang.
Inisiatif, aku membereskan materi milikku. Kemudian ke meja Aghi untuk membawakan barang-barangnya, sambil memberi isyarat untuk keluar.
Aghi mengangguk, ia berjalan di belakangku sambil ngomong gak jelas.
Heran aku tuh, Aghi nih bisa berapa bahasa? Washuuwashuu gak jelas aja gitu di kupingku karena gak paham dia ngomong apa.
Sampai di ruang rapat, aku melihat Mbak Putri, ia seperti sedang diceramahi... oleh Nara.
"Nah! Ini nih dateng!" Jantungku mendadak berdetak kencang. Ini kenapa? Kok nada suara Nara kaya yang marah gitu sih?
"Ghi! Udahan dulu." Aku berbicara pelan padanya, lalu Aghi mematikan telefonnya.
"Kenapa??!" Tanya Aghi.
"Ini, Mas Aghi----"
"Gak! Lo diem Mbak!" Potong Nara.
"Apaan sih?"
"Lo gak bisa dong seenaknya ganti-ganti jadwal meeting." Seru Nara, nada suaranya masih kesal.
"Lha kenapa? Suka-suka lah!"
"Gue udah booking duluan yaa buat jam 9, di papan di depan nama lo itu jam 1!! Ya ini bagian gue rapat! Enak aja lo serobot-serobot!"
"Ya lo kan bisa pindah di ruang meeting lain." Ucap Aghi, kalem.
"Ya lo aja yang pindah. Kan ini hak gue!"
"Gue maunya di sini!" Ucap Aghi dengan nada menjengkelkan.
Nara terlihat menggeleng-geleng, memandang Aghi dari atas sampai bawah dengan tatapan merendahkan.
"Gini ya, didikan Prawiradilaga, udah salah, masih mangkel!" Nara berbalik, dan kulihat seseorang mengikutinya. Mungkin itu Mbak Ona, sekretarisnya.
"Dia marah-marah kenapa sih?" Tanya Aghi pada mbak Putri.
"Astaga, Ghi? Lo gak paham?" Tanyaku kaget.
"Males nanggepinnya, udah ah, yang laen oke kan? Nin, siapin gih!" Titah Aghi.
Aku menarik nafas panjang, lalu masuk ke ruang rapat.
Ruang ini ternyata penataannya sudah U-Shape, beda dengan konsep rapatnya Aghi yang maunya ada 4 bagian untuk memisahkan masing-masing department.
Di depan, sudah ada laptop yang terpasang ke projector. Materi milik Nara.
"Nin, aku siapin ini sama panggil OB buat setting, kamu balikin laptopnya Mas Nara yaa. Dia kan juga mau meeting, kasian ini laptop ditinggal di sini."
"Siap, Mbak."
Membereskan laptop milik Nara, aku me-minimize semua tab kerjanya, hingga muncul homescreen foto anak balita laki-laki yang dipangku oleh seorang wanita yang kira-kira berumur 30 tahun, lebih tua dariku sedikit. Dan... foto ini terlihat tua dan usang.
Gosh! Jangan bilang ini Nara sama Ibunya? Lucu bangeeet!!
"Mbak, kutinggal ya!" Kataku pada Mbak Putri, mengabaikan Aghi yang kembali sibuk dengan panggilannya.
Menuju ruangan Nara, aku akhirnya bertemu secara personal dengan Mbak Ona.
Mbak Ona ini kayanya umurnya pertengahan 30, mungkin lebih tua dari Nara, dan asli... baru sekali ketemu aja aku bisa nilai kalau ia adalah sekretaris yang profesional.
"Maaf ya Mbak, Pak Aghi emang begitu sifatnya."
"Coba kalau nanti kaya gitu, sebelum di-iyain harus kroscek dulu yaa, Mbak Nina, biar gak merugikan yang lain. Kan gak enak kalau kita satu atap gini ribut-ribut."
"Iya Mbak, maaf yaa. Saya juga salah main bilang iya pas Pak Aghi minta re-schedule."
Mbak Ona mengangguk.
Pintu ruangan di samping kami terbuka, Nara keluar, ia langsung tersenyum melihatku.
"Diutus Aghi?" Tanyanya lembut.
"Ini, Pak. Mbak Nina nganterin laptop yang ketinggalan."
"Oke, yuk Mbak Ona, langsung ke lantai 5 aja!" Ucap Nara santai, kemudian ia langsung berjalan meninggalkan kami, ia bahkan tidak melirik ke arahku lagi.
Lha? Kalau dia marah sama Aghi, kok juteknya nyamber ke aku juga?
******
Me:
Hey love
Aku udah boleh pulang loh
Aku mengirim pesan ke Nara saat makan siang. Kali aja kami bisa main sepulang kerja.
Love:
Enak ya bisa pulang
Aku lagi spaneng gara-gara bos kamu!
Me:
Yaa kan Aghi
Bukan aku 😞
Love:
Dah yaa
Aku masih banyak kerjaan
Kamu makan siang sana!
Me:
Kamu juga makan
Love:
Gak sempet!
Me:
Mau aku pesenin makan?
Lama sekali, tak ada balasan dari Nara.
Dia ngambek beneran ya? Waah, kok aku ikut-ikutan kena gini sih?? Ahh! Gak adil!
Ruang kerjaku kosong, Aghi sudah pulang, begitupun Mbak Putri yang gak akan menyia-nyiakan waktu bersama anaknya pada hari kerja, sama halnya dengan Mas Ijul dengan anaknya yang baru lahir.
Lha terus aku ngapain coba ehhh??
Membereskan meja, aku keluar dari ruangan. Bingung mau ngapain. Membuka aplikasi ojek online, aku bahkan gak tau harus memasukan tujuan ke mana.
Aku menutup aplikasi tersebut, memutuskan akan naik transportasi umum massal aja.
Me:
Gak balik kan lo?
Aghian P:
G
Me:
Numpang mandi ya
Mau rendeman
Aghian P:
Y
Aku tersenyum, karena chat Aghi itu aku jadi mampir ke mall, mau beli bathbomb dulu untuk menemaniku mandi nanti.
Di mall, aku malah mampir juga ke supermarket. Iseng, sok ngide banget beli bahan-bahan masakan.
Saat tanganku sudah penuh barang, barulah aku pulang. Siap untuk memanjakan diri sendiri.
**
Asli, bisa mandi lama sambil baca buku minimal 2 BAB aja, itu surga banget deeh.
Selesai mandi, aku membongkar belanjaanku dari supermarket, lalu browsing soal makanan yang bisa dimasak dari barang-barang yang kubeli ini.
Coba-coba, eksperimen berjam-jam ngubek-ngubuk bumbu dan lainnya, jadilah grilled salmon with lemongrass, cheesy chicken katsu, dan beef blackpaper. Mantap, bisa juga ini aku masak. Bentukannya sih oke, rasanya liat nanti aja.
Bangga dengan diri sendiri, aku mengambil ponsel untuk memfoto semua makanan ini.
Eh tapi, Nina bego! Ini siapa yang mau abisin? Ya tuhaannn!!!
Me:
Aku masak loh
Mau cobain gak?
😘😘
Love:
Aku masih kerja
Me:
Pulang kerja ☺️☺️☺️
Love:
Liat nanti
Me:
Kamu gitu ih 😞
Sini dong ke apartmentku
Kamu gak pernah ke sini 😭
Love:
Males ah
Ada si anak manja
Me:
Gak ada dia
Ayolaah, sini
Cobain masakan aku 😉
Love:
Kalo sempet
Gak janji
Liat nanti
Me:
Mau aku bantuin gak kerjanya?
Sedi tauuu, kamunya marahhh 😭
Nara tidak membalas pesanku, moodku yang tadinya bagus karena sudah rendeman dan masak mendadak berubah jadi jelek.
Kutinggalkan makanan itu semua di meja, menuju ruang tengah. Kuputusan untuk menyalurkan mood yang melow ini dengan menonton film.
Aku memilih film Doraemon: Stand by me. Asli, sedih. Patah hati gak melulu soal cinta kan ya? Nobita yang sering jadi bahan bully-an temennya aja ternyata bisa menghadapi patah hati dengan gagahnya.
Sedih aku.
Sedang menikmati tangisanku, tiba-tiba bel berbunyi.
Yailah si Aghi, katanya gak pulang, tapi pulang-pulang juga.
Dengan malas aku bangkit, menuju pintu untuk membukakannya. Dan... ternyata bukan Aghi.
"Hallo!" Sapanya.
"Tau dari mana unitnya?" Tanyaku.
"Kamu pernah nyebut."
"Iya emang?"
Nara mengangguk.
"Aku gak diajak masuk?" Tanyanya.
Aku langsung minggir, mempersilahkannya masuk.
"Banyak amat tisu berserakan?" Komennya saat aku menutup pintu.
"Sedihhh."
Nara menatapku, ia tersenyum kecil lalu mendekat, memelukku erat.
"Maaf ya, aku marah sama Aghi tapi kamu ikutan kena." Ucapnya lembut, lalu terasa kecupan di rambutku.
"Aku sedih gara-gara nonton Doraemon." Kataku.
Nara melepas pelukan, ia nyengir melihatku.
"Tapi kamu bikin mood aku jelek!" Seruku.
"Maaf."
Aku mengangguk.
"Udah nontonnya?" Tanyanya, aku mengajaknya untuk duduk di sofa.
"Udah."
"Jawabnya singkat banget, gantian yaa kamu yang ngambek??" Nara merangkulku.
"Jangan marah doong sayaang!" Nara mulai mengendus-endus pipiku dengan hidungnya.
"Jangan diem aja dong, kalo diem aja nanti aku macarin manekin aja nih." Ucapnya dengan nada merajuk.
Aku masih diam. Sebenernya bukan marah, tapi lagi kontrol emosi aja. Moodswing banget abisnya akutuh hari ini.
"Aku laper, mana masakan kamu? Sini aku makan."
"Kamu hari ini rapat apa sih?" Tanyaku.
"Aku laper."
"Aku nanya!"
"Aku rapat sama vice president perusahaan rekanan, gara-gara keganggu Aghi, orangnya gak jadi dateng, ngata-ngatain aku gak siap dan lain sebagainya padahal aku udah urus pindah jadi ke lantai 5. Aku dimarahin Pak Dewa, dibilang gak bener. Dari siang aku bikin proposal ulang sebagus mungkin biar rekanan mau liat dan reschedule." Jelasnya.
"Kamu gak bilang ke Pak Dewa kalau kamu diganggu Aghi?"
"Aku bukan tukang ngadu. Lagian, ngapin nyari pembelaan, toh gak bakal didenger juga. Pak Dewa kan cuma mau tau hasil, kalau gagal ya berarti kitanya gagal, gak dipikirin udah segimana pusingnya kita."
Aku diam, kasian juga jadi Nara.
"Yuk makan!" Ajakku, melepas pelukan Nara di pinggangku, aku menggandengnya ke meja makan.
"Keliatannya enak." Ucapnya.
"Penampilan bisa menipu."
"Kamu udah cobain?"
Aku menggeleng.
"Gimana sih? Masa gak dicobain."
"Udah keburu rusak moodnya."
"Kamu bikin aku ngerasa bersalah terus deeh, maaf yaa! Ini semua aku abisin deh, janji!"
Aku tersenyum, langsung mengulurkan sendok, garpu dan pisau padanya.
"Selamat makan." Ucapku tulus.
**
"Mau liat kamar kamu dong."
"Gak ada yg bisa diliat."
"Yaudah biarin, aku mau tau aja tempat kamu tiduran kalo kita lagi VC tuh aslinya gimana."
Akhirnya aku mengajak Nara masuk ke kamarku.
Sumpah deh, kamar aku tub polos, gak ada pajangan apa-apa. Yang ada hanya puluhan, mungkin ratusan post-it yang tertempel di dinding. Seluruh aktivitasku dari sejak menjadi asisten Aghi.
"Kamar kaya gini nih enak."
"Enak dari mana?"
"Iya, monoton, bikin gabut, ngantuk, tidur deh!" Aku gak tau komennya ini bagus atau jelek.
Nara duduk di kasurku, mengambil sebuah bantal lalu memeluknya.
"Enak, wangi kamu." Katanya.
Aku tersenyum, berjalan pelan menghampirinya. Baru akan duduk di sampingnya, eh dia malah menarikku untuk duduk di pangkuannya. Jadi, aku langsung merangkulkan lenganku di lehernya.
"Maaf ya, aku serius, aku minta maaf udah marah sama kamu." Ucap Nara tulus, ia membelai punggungku.
Aku mengangguk. Lalu menundukan diri agar bisa mencium bibirnya.
Nara menyambut ciumanku, dan ia tiba-tiba merebahkan diri sehingga kini aku berada di atasnya.
Aku menikmati ciuman ini. Bibir Nara agak sedikit asin, tapi aku tetap menyukainya. Bibirnya lembut.
Tangan Nara yang mengusap punggungku naik turun, membuatku juga mengusap dadanya naik turun. Dan entah kenapa, tanganku berhenti di kancing kemejanya, ada perasaan ingin membuka kancing itu, jadi kulakukan saja.
Nara tidak menolak atau protes ketika aku melepas kancing kemejanya, ia malah terus menciumku lebih dalam. Aku mulai kewalahan membalas ciuman Nara, dan ia pun tak lama menarik diri, lalu mencium leherku.
Tanganku mencengkram ujung kemejanya saat kurasakan lidahnya menari di kulit leherku, bahkan tenggorkan.
Goshhh!!
Membuka mata, aku menarik wajah Nara, ingin menenggelamkan diri dalam ciumannya. Tapi Nara memutar tubuh kami, ia melepas kemeja dan kaus tipis yang dikenakannya.
Baru kali ini aku liat Nara shirtless, dan... badan dia bagus banget ya ampun.
"Mau samaan gak?" Tanyanya, ia menarik diri sebentar, tapi wajahnya hanya berjarak beberapa inci dari wajahku.
"Maksudnya?"
"Aku topless, hehehe."
"Baju aja ya?"
"Okee!" Katanya, lalu ia menarik lepas kaus yang kukenakan, meninggalkan bra masih terpasang rapi.
Agak risih, aku menutup dadaku. Malu, kecil soalnya, gak bisa pamer.
"Jangan ditutup." Katanya sambil menarik lenganku, lalu ia membenamkan wajahnya di dadaku, membuatku tersentak. Agak sedikit geli juga karena brewok tipisnya itu.
"Wangi kamu tuh khas banget Yaang. Suka aku." Katanya.
Aku mengangguk, tak sanggup berkata-kata.
"Mau diterusin?" Tanyanya.
Aku diam sesaat, kemudian menggeleng.
"Yaudah, aku numpang kamar mandi yaa, hehehehe!"
Nara bangkit, ia langsung keluar kamar, meninggalkan aku sendirian.
Agak ngerasa sepi sih pas dia pergi. Tadi tuh rasanya nyaman, hangat dan lengkap saat dia berada di atasku.
Tapi kenapa dia pergi??
Sepotong kalimat Sinta mampir di pikiranku.
'Masturbasi Neng ,masturbasi. Gak hina-hina amat kok itu!'
Well, ini bisa jadi nilai plus buat Nara.
Dia gak maksa aku, dia masturbasi, dan... dia gak jajan cewek sembarangan.
Duh, jadi makin sayang.
*******
TBC
Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
*****
Yuk dibeli yuk, biar aku cepet kaya 🤣
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top