13. Karma
Menginap di kostan Sinta, aku baru tahu kalau kamar bekasku itu dihuni oleh sepasang kekasih.
Tahu apa??
Kena karma dah tuh si Sinta.
Disaat dia sedang miskin cowok, ehh tetangga sampingnya adalah pasangan muda-mudi yang tiap harinya kejar setoran tamatin kamus kamasutra. Hahahah!
Tiap malem Sinta denger desahan dahsyat dari sebelah.
"Pengen gue bom, Na. Sumpah demi Allah!" Ucap Sinta saat suara uh-ah-uh-ah mulai.
"Akhirnya lo merasakan apa yang gue rasakan, Sin!"
"Jijik, asli!"
"Ah elu, kaya kalo lagi ngeue gak gitu aja!"
"Suara gue merdu yaa."
"Dihh, gak ngotak ngomong teh!"
"Ihhhhhhh!! Kenapa suara-suara begini tuh munculnya pas gue lagi harus fokus belajar coba Na? Ya allah, dapet kutukan gue ini kayaknya."
"Dah sana lo, fokus belajar, gue mau tidur yak! Baru nih gue bisa tidur cepet. Besok minggu lo gak usah bangunin gue, mau bangun siang nihh." Kataku, kemudian menarik kasur Sinta yang memang ada atas-bawah ini.
"Nyalain lagu gak apa-apa ya Na? Meminimalisir suara-suara jahanam dari sebelah."
"Oke-okee!"
Aku sudah rebahan, tapi masih sempat mengecek ponselku. Tidak ada chat masuk, Nara mungkin sibuk. Aghi pasti udah asik sama temen-temennya.
Bagus lah.
Minggu ini aku minggu tenang.
********
Love:
Aku sudah di Jakarta
Kangen bangeet ya ampunnn
Ketemu ya?
Banyak oleh-oleh makanan buat kamu
Ya ya ya?
Gak sibuk kan??
Aku tersenyum membaca chat yang masuk, sambil memakan makan siangku, aku membalas chat dari Nara.
Me:
Yuk!
Aku juga kangen
Pengen nonton bioskop
Love:
Apa aja
Yang penting ketemu
Kangen banget tuhaan!!!
Me:
Aku pulang dulu ya?
Love:
Siap
Nanti aku jemput
Mau nonton apa?
Biar aku pesen tiket dari sekarang
Me:
Apa aja
Yang menurut kamu seru
Love:
Okeeh
Me:
Makan siang sana
Aku lagi makan siang
Love:
Kamu di mana?
Aku gak liat kamu di kantor
Me:
Di Santika TMII
Hehehehe
Love:
Buset
Aghi rapatnya di hotel terus ya
Me:
Dia sakit tenggorokan kalo makan siang bukan makanan hotel
Love:
Hahahahahahah
Masakin aku dong
Pengin tau masakan pacar 😘
Me:
Lhaaa
Aku gabisa masak
Tapi aku coba deh
Love:
Masak di tempat aku yaa!
Btw, aku udah pesen tiket
Kita nonton yang jam 9
Me:
Sipppp
See you 😘
Love:
Yes dicium 🥰🥰
Heheheheh
See you later 😘😘
Aku tak membalas pesan tersebut. Menutup roomchatnya, aku membuka pesan dari Mbak Putri, menyamakan jadwal untuk Aghi, plus membaca semua surat yang masuk untuk dipilah mana yang harus dapat respon cepat.
Aku menoleh, mencari Aghi yang tadi kulihat sedang mengobrol dengan mitra kerja. Dan... mereka masih asik ngobrol.
Duh kalau Aghi ngobrol terus kapan dia makannya? Nanti rapat lanjut dia belom makan uring-uringan yang diomelin aku.
Inisiatif, aku mengeluarkan beberapa ompreng yang selalu kubawa, mengambil beberapa jenis makanan untuk Mas Ijul dan Aghi kalau ia tidak sempat makan siang.
Aghi masih asik mengobrol saat aku pergi sebentar menemui mas Ijul.
"Mbak? Tau gak rapatnya sampe kapan?" Tanya Mas Ijul saat aku memberikan makan siang untuknya.
"Di agenda sih sampe jam 4, Mas. Kenapa?"
"Duhhh, ini Mbak. Istri saya kontraksi. Takut melahirkan sekarang tapi saya gak nemenin."
"Ya ampun!! Ya udah, Mas Ijul berangkat aja. Bawa mobilnya! Gampang lah Aghi sama saya bisa naik taksi."
"Jangan Mbak, saya lebih cepet naik ojol. Ini saya titip ya Mbak, kunci sama stnk."
"Yaudah okee okee Mas. Mas Ijul hati-hati yaa!"
"Maaf ya Mbak, bilang ke Mas Aghi saya tinggal, maaf banget."
"Gak apa-apa!"
"Pamit ya saya Mbak!"
Aku mengangguk. Mas Ijul bahkan mengembalikan ompreng yang kuberikan. Lha? Di makan siapa dong ini??
****
Aghi gak komen saat ia harus menyetir mobilnya sendiri.
"Laper banget gue Nin!"
"Ini ada makan siang, ayok makan dulu!"
"Gue lagi nyetir. Mau gantian?"
"Gue gak bisa nyetir!" Seruku.
"Suapin gue dah!"
"Ihhh!!"
"Heh! Kesejahteraan perut gue tuh tanggung jawab lo ya!"
"Cari jalanan macet aja geh, biar lo bisa makan sendiri."
"Mau telat sampe kantor??!!"
Aku teringat janji menonton dengan Nara. Jadi buru-buru aku menggeleng.
"Makanya!!" Serunya.
Pasrah, aku membuka tutup ompreng lalu mulai menyuapi Aghi. Buset dah, berasa punya anak ini mah!
"Nin, siap gak kalo jadi panitia rapat?"
"Sendirian ngerjain?? Ogah!!"
"Yaudah deh, gue nyuruh anak-anak magang aja. Nanti paling mereka lo temenin minta duit ke Bu Indra yak?"
"Okeeh!"
Jalanan lancar, kami sudah kembali ke kantor. Makanan Aghi pun sudah sisa sedikit.
"Mau lo lanjut gak?" Tanyaku.
"Nanti aja gue makan malem."
"Ghi? Malem gue keluar yak?"
"Okee!"
Aku diam, tumben Aghi gak rewel? Biasanya ada pertanyaan khas tim penyidik.
"Makasih!" Kataku.
Aghi hanya mengangguk, kemudian mulai sibuk dengan ponselnya.
Iya sih, Aghi banyak kerja lewat ponsel. Kalau gak urgent, males dia buka laptop.
"Nin? Gue mau ketemu bokap dulu, lo kalo mau balik duluan aja." Ucap Aghi ketika waktu sudah menunjukan jam pulang.
"Gak apa-apa?" Tanyaku basa-basi.
"Iya, gue lama kayaknya."
"Oke deeh! Semangat lo ketemu boss besar!"
Aghi hanya mengangguk.
Asli, Aghi lagi gak jadi sepenuhnya Aghi aku rasa. Apa dia emang berubah ya? Sejak pertama kenal dia, emang sih Aghi udah beda. Dulu dia melambai banget, aku aja syok pas tau kalau dia punya pacar, cewek.
Sekarang? Aghi makin hari makin maskulin. Keren!!
Kubiarkan Aghi keluar ruangan lebih dulu, setelah itu baru aku yang keluar. Mbak Putri masih ada di mejanya.
"Ayok pulang mbak Put!" Ajakku.
"Masih ada yang diurus Nin, kamu duluan aja. Capek pasti yaa ngider sana sini?"
"Ya gitulah, Mbak. Gak apa ya aku pulang duluan?"
"Iya lah, Nin. Emang udah jamnya juga kok. Hati-hati yaa!"
"Siap Mbak, semangat ya Mbak!" Seruku.
Menuju lift, aku sambil memesan ojek online, biar lebih cepet sampe apartmennya. Biar bisa mandi, dandan, terus pacaran deehhhh!
*****
Mataku sepertinya berbinar melihat Nara menunggu di lobby, ia dengan pakaian santainya, meskipun tetep pakai jaket... dia kalau keluar pasti pakai lengan panjang atau jaket. Entah lah, mungkin buat nutupin tato ya?
"Hay sayaang!" Sapanya, langsung merangkulku.
"Mana oleh-olehnya?"
"Masa yang dicari oleh-oleh, bukan pacar?"
"Hehehehe, kan kamu ada di depan mata."
"Ada di mobil, yuk berangkat, biar kita santai." Ajaknya.
Aku mengangguk.
Di mobil, aku seperti tak bisa mengalihkan pandanganku dari Nara. Sumpah, dia hari ini keliatan 100 kali lebih ganteng dari biasanya. Mukanya seger gitu, kaya yang bahagia banget.
"Kenapa sih kamu liatin?" Tanyanya.
"Kangen Yaang." Jawabku.
"Samaaa! Makanya aku ngajak ketemu."
Aku tersenyum. Nara melirik sebentar padaku, kemudian tersenyum juga.
Aku mengamati bibirnya. Apa bener ya kata Sinta, kalau bibir ada rasanya? Kan aku jadi penasaran. Huhuhuhu.
*
Film dimulai, lampu bioskop sudah meredup dan Nara menarikku untuk bersandar di dadanya.
Fyi, Nara nih pesennya yang bed, jadi kami rebahan gitu berdua. Uhuy banget kan ya?
Aku memeluk tubuhnya, ingin menghirup aromanya yang menyenangkan, aromanya yang kurindukan.
Film sudah mulai setengah, tapi aku malah mengantuk. Ya iya atuh, nontonnya sambil tidur, plus dipeluk pacar kesayangan, kurang nyaman apa coba? Wajar kan ya kalo aku ngantuk.
"Yaang?" Bisik Nara.
"Ya?"
"Aku mau cium boleh gak sih?"
Aku tersenyum, menjawab pertanyaan itu dengan anggukan. Sebenernya aku tuh nungguin ini dari tadi. Cuma karena film yang kami tonton bukan drama romantis, jadi aku hopeless.
Nara menunduk, tangannya menahan wajahku untuk tetap mengadah ke arahnya.
Aku menarik nafas panjang saat bibir Nara menyentuh bibirku, mempersiapkan diri untuk ciuman ini.
Mengecap bibir Nara, aku memainkan lidahku di bibirnya. Dan... bibirnya manis, ada sedikit mint yang kurasakan dan juga rasa biskuit??
Entah apa tebakanku benar atau salah, yang jelas bibir Nara sudah menjadi candu untukku. Kini aku menciumnya bersemangat, dan Nara membalas dengan hal serupa.
Dengan napas terengah-engah, aku menarik diri, tapi Nara tidak membiarkanku menyudahi ciuman ini. Ia menahan tengkukku, bahkan sedikit menarikku untuk lebih mendekat.
Membalas ciuman Nara yang panas ini, aku mengecap bibirnya lama sebelum menarik diri kembali. Kali ini ia mengizinkanku lepas.
"Gosh!" Bisiknya.
Aku mengatur napas, memeluk Nara dan menyembunyikan wajahku di dadanya.
Film selesai, Nara menawarkan makan malam tapi aku menggeleng. Ini sudah tengah malam, gak baik makan malem.
"Yaudah, langsung pulang yuk?" Ajaknya.
Aku diam, kok rasanya gak mau ya pisah sama dia? Pengin ikut dia gitu, rasanya. Pengin melanjutkan ciuman yang memabukan tadi.
"Hey!" Panggilnya ketika aku bengong. Kami sudah sampai di parkiran.
"Aghi ngajak temennya ke Apartment, aku males pulang, mereka pasti berisik." Kataku berbohong.
"Hari kerja gini? Busetdah itu anak. Yaudah, kamu di tempat aku dulu, mau?"
Aku langsung mengangguk mengiyakan.
Nara tersenyum, ia membukakan pintu mobil untukku seperti biasa, lalu setelah Nara duduk di kursi kemudi, ia langsung mengemudikan mobil ke arah apartmentnnya.
Jalanan sudah lengang, sehingga kami tiba lebih cepat dari biasanya.
Aku turun tanpa menunggu Nara membukakan pintu, ia menggandeng tanganku dan kami pun menuju unitnya.
"Nginep sini aja ya?"
"Ehh?"
"Mau pulang subuh emang kamu, hey??"
Aku melirik jam tanganku, sudah jam satu lewat.
"Okee deh. Tapi..."
"Tau aku tau, aku tidur di sofa kok sayaang." Ia memotong kalimatku.
"Gak usah, sama aku aja."
"Lha? Terus tapi apaan?"
"Tapi aku pinjem baju hehehe."
Nara tersenyum, ia menarikku mendekat lalu memeluk, terasa juga ciuman di puncak kepalaku.
"Nar!"
"Tumben manggil Nar?"
"Heheheh, mau ganti baju, capek aku."
"Oh iyaa iyaa." Nara melepas pelukan ini, lalu mengarah ke lemarinya.
Kami sudah berganti baju, Nara berbaring di sampingku. Dan... gak ngerti deh, aku nih capek banget, tapi ya gak bisa merem.
"Ada apaan sih di langit-langit?"
Aku menoleh ke arah Nara, menatap heran.
"Kamu liatin langit-langit terus, gak liatin aku." Ucapnya.
"Yaang."
"Apa sayaang?"
Aku menelan ludah, mempersiapkan apa yang akan aku ucapkan.
"Kamu tahu kan aku baru pertama pacaran?" Kataku memulai.
"Iya sayang, tau." Tangan Nara terulur, memainkan rambutku.
"Dulu aku gak tertarik pacaran, takut, dan gak paham kalau pacaran tuh kaya gimana. Dan, saat aku memberanikan diri untuk pacaran sama kamu, ternyata gak semengerikan yang aku bayangkan."
"Mengerikan gimana?" Tanyanya, Nara mengelus pipiku, ibu jarinya bermain di bibirku.
"Yaah, kaya yang aku tahu aja tentang orang-orang di sekitarku, mereka kalau pacaran... ya gitu deh."
Nara mengangguk.
"Aku mau tanya, ini pertanyaan pribadi sih, boleh?"
"Tanya aja sayaang." Sahutnya.
"Kamu udah pernah?" Aku yakin Nara mengerti pertanyaanku ini.
"Udah." Jawabnya pelan.
"Kamu gak masalah, aku gak mau kaya gitu?"
"Aku menghargai keputusan kamu."
Aku mengangguk. Kemudian mendekat padanya, memeluknya.
"Makasih, udah ngerti."
"Sama-sama, sayaang." Balasnya.
Aku menenggelamkan wajahku di dadanya, dan terasa kecupan lembut di rambutku.
Memejamkan mata, aku mendadak menegang ketika merasakan elusan tangan Nara di punggungku.
Eh? Kenapa gini? Kayanya Nara pernah usap-usap punggungku dan aku biasa saja. Kok sekarang gini?
Aku mundur sedikit, mendongkak dan melihat Nara yang terpejam.
Memandangi bibirnya, aku sedikit bergerak ke atas dan menciumnya, lembut. Nara diam sesaat sebelum ia membalas ciumanku dengan lumatan lidahnya yang basah.
Tubuhku terasa makin menegang sehingga aku memeluk Nara untuk menenangkan diri.
"Sayaang!" Bisikku saat menarik diri dari ciuman ini.
"Hemmm?" Suara Nara terdengar parau.
"Aku mau nyoba sama kamu, tapi bertahap, pelan-pelan."
Mata Nara terbuka, ia menatapku dengan tatapan heran.
"Kamu serius?" Tanyanya.
Aku mengangguk.
"Tapi gak malem ini." Kataku.
Gilirian Nara yang mengangguk.
"Yaudah, tidur yuk! Udah mau subuh nih. Jangan cium aku dulu yaa, bukannya gak seneng, tapi akunya jadi susah fokus." Ucap Nara dengan suaranya yang mendadak serak itu. Ia mengecup pipiku sekilas.
"Okee, okee, ayok tidur!" Seruku.
Aku berbalik memunggungi Nara, tapi ia memelukku dari belakang.
Terpejam, aku meyakinkan diri kalau aku sudah mantap dengan pilihanku. Benar kata Sinta.
Kami semua hanya manusia.
*******
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo
*****
Aslinya, abang ini pastry chef lohhh
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top