12. Apa Kata Sinta
Gak ngerti lagi, makin hari, makin sayang aku sama Nara. Dan, aku mah ikhlas digangguin Aghi seharian asalkan pulangnya aku bisa pacaran dulu sama Nara.
Dia pelepas rasa capekku soalnya.
Suer! Gak bohong! Deket-deket dia, ngobrol, nonton, saling gantian pijet, itu tuh kaya menarik semua kelelahan dari badan gitu. Mejik banget!
"Nin? Ke bawah dong, ambilin gofood gue!" Pinta Aghi menghancurkan lamunanku tentang Nara.
"Udah dibayar belum?" Tanyaku.
"Udah, tinggal ambil."
"Oke siap!" Aku memakai flatshoes yang sedari tadi kulepas, lalu keluar ruangan.
Masuk ke lift yang selalu standby, aku menekan tombol lantai dasar.
Di bawah, aku celingak-celinguk, ini mana tukang gofoodnya??
Kuputuskan menuju meja resepsionis untuk bertanya.
"Permisi, Mbak!"
"Iya, Mbak, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sopan.
"Ini, ada abang gofood titip makanan atas nama Pak Aghian gak?" Tanyaku.
"Belum ada, Mbak."
"Ohh, oke!"
"Hey!! Ngapain?" Aku menoleh, ada Nara di belakangku, otomatis aku tersenyum padanya.
"Jemput makananya Mas Aghi nih, Mas Nara ngapain?" Tanyaku dengan nada formal, gak enak soalnya, depan resepsionis.
"Mau cari makan, mau ikut gak?" Nara mengedip jahil padaku.
"Kapan-kapan aja ya Mas Nara, ini mau nunggu pesanannya Mas Aghi dulu."
"Okee deeh, ditinggal yaa, daaaah!"
"Daah!!" Seruku.
"Awas mbak, hati-hati." Ucap resepsionis ini saat Nara sudah tidak terlihat.
"Hati-hati kenapa?" Aku bingung.
"Iya, itu Pak Nara kan?"
Aku mengangguk.
"Kenapa mbak?"
"Iya, karyawan sini pernah ada masalah sama dia, sampe dipecat. Mbaknya jangan bikin masalah yaa, ngeri mbak, sekarang nyari kerja susah. Hehehe!"
"Iya, siap-siap!" Kataku sok asik, padahal dalem hati kepo. Masalah apa sama Nara sampe dipecat orangnya? Nara kan gak masuk di lingkaran keluarga kaya Aghi yang bisa dibilang 'punya kuasa'
"Permisi Mbak!" Seorang bapak berjaket hijau mengintrupsi pikiranku.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak!" Ucap si resepsionis ramah, aku melihat kartu pegawainya, namanya Firda.
"Ini, mau titip pesenan atas nama Pak Aghi, dichat katanya suruh simpen di resepsionis."
Aku tersenyum.
"Sini Pak, saya ambil, saya asistennya Pak Aghi!" Kataku.
"Ohh mbaknya, yasudah, saya titip ya mbak!"
"Makasih Pak!"
"Sama-sama Mbak, makasih juga. Mari mbak!"
"Iya Pak!" Kataku ramah lalu bapak ini berbalik.
"Mbak Firda, saya balik lagi ke atas yaaa!"
"Oke, Mbak!"
Perjalanan ke atas, aku jadi bertanya-tanya soal Nara. Emang sih, aku belum pernah ketemu Mbak Ona, sekretarisnya Nara, jadi belum bisa tanya-tanya soal Nara. Lagian, buat apa juga ya? Kan aku bisa tanya Nara langsung, lebih enakan gitu kan? Daripada ngorek-ngorek hal personal dari orang lain?
Aku sampai di ruang kerja, kuberikan makanan pesanan Aghi ini padanya.
"Ini gue pesen 4, gak lo kasih Mas Ijul satunya?"
"Mas Ijul?"
"Lo gak baca chat gue ya?"
Aku menggeleng.
"Satu buat Ijul, satu buat Putri, satu buat gue, satu buat lo.... Ninaaaaa!!!" Jelas Aghi dengan suara menjengkelkan.
"Capek ah kalo ke bawah lagi, minta Mas Ijul naik aja!"
"Suruh Mbak Putri aja deh, hehehe. Gak enak gue nyuruhnya. Lo sana gih!"
"Ada juga gue yang gak enak nyuruh, lo kan bos, bebas, lha gue apa?"
"Remahan peyek!"
"Dijawab lagi!!"
"Yaudah sini!" Aghi bangkit, ia mengambil dua box makanan lalu keluar. Tak lama ia kembali lalu menyuruhku mengambil jatah makananku.
Aghi makan sambil bekerja, laporan bulanan yang harus ia buat sendiri. Sesekali ia mengecek data-data dan catatan yang sudah kurapihkan sebagai bahan laporannya.
"Ghi, mau tanya dong."
"Hemm?"
"Lo kenal Mas Nara?"
"CDO? Kenal laah, kenapa?"
Aku diam sesaat, kok kayanya aku ogah jujur ya kalau Nara nih pacarku.
"Gapapa, baik yaa, tadi ketemu di bawah, sempet nyapa gitu."
"Emang baik kok, kerjanya juga bagus!"
Aku mengangguk.
Kan, emang Nara tuh baik. Yang mbak-mbak resepsionis tadi bilang pasti cuma miss-com. Nara bukan tampang orang yang suka buat masalah.
Huh!
Jangan sampe deh, aku berburuk sangka ke pacarku sendiri.
***********
Akhir pekan ini Nara ada kerjaan di Surabaya, jadi liburan kali ini kupakai untuk menengok Sinta di Bogor. Untung sih dapet libur karena Aghi pun ada acara dengan temannya. Soalnya kalau Aghi gak ada acara, mana bisa aku keluar?
Taksi yang kunaiki sampai di kost-kostan lamaku, langsung saja aku turun dan menuju kamar Sinta.
Sinta ada di teras kostannya, sedang mengelap sepatu dan sandal.
"Hay Neng!" Sapaku.
"Gebleg! Orang sibuk Jakarta, ada waktu juga lo ke sini?" Tanyanya, aku duduk di pagar tembok di depannya.
"Lebay lu!"
"Bawa apa tuchh?"
"Makanan buat lo!"
"Tjakeep! Tanggal tua, tau aja lo temen lo ini lagi melarat."
"Hahahah ini kan mau nostalgia sama lo, Sin!"
"Tar yaa, dikit lagi kelar nih, masuk duluan sana, wadahin tuh makanannya."
"Siap!"
Aku masuk ke kamar Sinta, tidak ada apapun yang berubah dari kamarnya meskipun sudah setengah tahun lebih aku tak kemari.
"Kuliah gimana? Kapan sidang?" Tanyaku saat Sinta masuk.
"Udah sidang anying! Makanya gue gak ada ngabarin lo, pusing bangsat! Sidang skripsi mah gege gue, Nin. Ehh komprehensif, remedial. Najis yaak?"
"Udah remed-nya?"
"Udah 3 kali, masih remed aja gue. Kesel anjir, yaudah gue minta ditunda dulu, buat belajar."
"Makanya, lu jangan kebanyakan ngewe!"
"Gak ada hubungannya bangsat!" Makinya, lalu mencomot makanan yang kusediakan.
Aku tersenyum, kemudian bangkit untuk mengambil minum dari galon yang dipompa.
"Malem ini mau main kemana kita? Atau nonton drama korea?" Tanya Sinta.
"Lo mau ke mana?"
"Mau belajar gue anjirrr, gak mau nambah semester! Males amat gue bayar SPP sama SKS cuma buat komprehensif doang? Mending duitnya gue tilep buat liburan ke Bali."
"Terus kenapa lo ngajak main sama nonton?"
"Basa-basi, Na! Lo kaya gak tau orang Indonesia aja!"
Aku tersenyum.
"Gak pacaran lo?" Tanyaku.
"Off dulu deh gue, mau fokus kuliah anjirrrrr!"
"Mantaap! Sinta anaq bhaiqqq!!"
"Kalo gue intip dari status-status lo, kayanya lo nih yang punya pacar!"
"Ohhh iyaa dooonggsss!!" Sama anak ini, pamer itu hukumnya wajib.
"Mantap Nina! Tapi lo alay banget dah, update status eh muka cowoknya gak pernah keliatan. Pacar bayaran yaa?!"
"Enak aja! Itu biar pada penasaran sama cowok gue!"
"Ke gue juga nih?? Mau lo sembunyiin!"
"Ohhh ya enggak, lo harus tau segimana gantengnya cowok gue!" Kataku bangga.
Aku mengambil ponsel dari saku celana, membuka foto Nara dan memperlihatkannya pada Sinta.
"Mampus!!! Gantengnya ajib amat!! Ini dia nihh, cowok di bumi yang mewakili 5% kegantengan Nabi Yusuf!"
Sinta lebay amat dah?? Segala bawa-bawa Nabi.
"Lo udah ngapain aja sama dia Nin??" Tanya Sinta dengan nada menggoda.
"Apaan? Gak ngapa-ngapain. Lo kan tau gue gak mau begitu!"
"Ih gue mah yaa, kalo punya pacar bentukannya begitu. Dia yang gue apa-apain tiap hari."
"Ngeri amat!"
"Rela gue melanggar janji ke diri sendiri kalau dapetin yang begitu mah Na! Lagian, dia keliatannya udah tua, gak niat macem-macemin lo gitu?"
Aku menggeleng ke Sinta, dia nih yaa... pikirannya terlalu wild!
"Gue bilang ke dia kalau gue gak mau, dia oke, yaudah deh!"
"Emmm, tiati, oke-oke, nanti malah jajan di luar."
"Emang begitu ya?" Aku jadi was-was gara-gara omongan Sinta ini.
"Yaa biasanya begitu, apalagi cowok suka susah nahan, kecuali ya dia komitmen kaya lo gitu, Na."
"Gue mau nanya sama lo, Sin. Kalo lo dapet cowok, masih perjaka, nerima lo apa adanya dan dia gak mau ngapa-ngapain sebelum nikah, lo gimana?"
"Ya alhamdulillah atuh anjir! Berarti pas malem pertama gue dapat kesempatan perjakain cowok hahahahaha!"
"Serius Sinta!! Selama periode pacarannya gimana? Lo akan jajan cowok atau apa?"
"Masturbasi neng, masturbasi, itu gak hina-hina amat kok!"
"Kalo cowok gue gitu gimana?"
"Ya urusan dia itu mah!"
"Salah gak sih? Gue gak mau kaya gitu sebelom nikah."
"Malah itu yang bener, oncom!!" Seru Sinta, asli ini makanan cepet amat abis ya? Padahal aku bawa banyak, Sinta laper banget kayanya.
"Terus lo mau gak mengakui kalau selama ini lo menjalani kesalahan?"
"Kesalahannya enak Nin, aku rela berdosa asal bisa bernoda. Heheheheh!"
"Tai!"
"Gini aja Nin, kita kan manusia, tempatnya salah, ya jadi jangan heran. Kalau ada yang bener, dan lo mampu mengikuti jalan yang itu, ya silahkan. Gak ada yang larang. Tapi kalau lo pun ingin menjalani sebuah kesalahan, gak ada yang berhak men-judge lo sebagai pendosa Nin. Balik lagi, kita cuma manusia. Lo tetap manusia yang berlaku manusiawi."
Tumben Sinta ngomongnya bener.
"Gue sih bangga banget Nin punya temen kaya lo, udah lewat seperempat abad tapi masih straight sama aturan-aturan. Keren lah pokoknya, gak salah pergaulan keikut-ikutan yang sok keren. Lo mampu jadi diri lo sendiri di jaman yang begini. Kalo lo bisa terus, lanjutkan, Nin. Kalau gak bisa, yaudah, manusiawi."
Aku mengangguk.
"Gue udah ciuman sih!" Ceplosku.
"Widihhhhh gimana? Cerita dong cerita!" Serunya bersemangat.
"Gitu aja, basah yaa?? Hahaha!"
"Ah gak seru, ayok ceritain!"
"Ya gitu aja sih, bibirnya nempel di bibir gue, dia main-mainin lidahnya. Udah!"
"Rasa bibirnya apa?"
"Hah? Lo kira bibirnya Indomie yang banyak rasa!"
"Ihhh gini nih, pemula!"
"Emang rasa bibir apaan?"
"Dia ngerokok gak?"
"Emmm, enggak."
"Enak tuh biasanya, dia sering minum apaan?"
"Gak penting pertanyaan lo, Sin."
"Ya elu bego, masa rasa bibir pacar sendiri gak tau!"
Aku diam. Emang bisa ya bibir ada rasa-rasanya gitu??
Yaudah lah, nanti kalau ciuman sama Nara, aku cari tau rasa bibirnya apaan.
*******
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
*******
As always~~~
*****
Anomali series, versi google play percis dengan versi cetak yaa. 2 buku dijadiin satu.
Anomali × Metanoia
****
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top