14. Rencana Kencan
Gulungan tiket untuk bermain Timezone menjadi pusat perhatian Lisa. Gadis itu terkikik geli karena acara ngambeknya pada Arin membuahkan hasil. Ya, walaupun Lisa masih bisa membeli sendiri, tapi kalau ada yang gratis kenapa tidak, gratis itu rasanya lebih nikmat, karena dia tak harus mengeluarkan uang.
Sekarang tinggal memikirkan cara mengajak Ardan untuk menemaninya nonton dan bermain timezone. Lisa melangkah menuju meja rias, memperhatikan wajahnya sendiri.
"Hai, Ardan. Jalan yuk sama gue! Ihh basi banget." Lisa menggeleng sambil menyusun beberapa kalimat yang bagus untuk mengajak Ardan.
"Jangan langsung to the point, tengsin banget kan gue," gerutu Lisa.
Lisa kembali berpikir. "Ardan, lo sibuk nggak hari ini?" Lisa kembali bermonolog. Lalu menggeleng setelahnya.
Gadis itu menatap cermin, raut wajahnya seperti orang yang tengah mengerjakan soal ulangan paling sulit di dunia, tampak berpikir keras. "Ardan temenin gue jalan yuk! Yaelah sama aja to the point." Lisa tampak kesal dengan dirinya sendiri.
Saat masih sibuk berpikir di depan cermin, ponsel miliknya yang diletakan sembarangan tampak berdering, menandakan panggilan masuk.
Lisa meraih ponselnya, lalu melirik nama si pemanggil.
Ardan is calling...
Sewaktu melihat nama orang yang memanggilnya, bola mata Lisa melotot. Baru saja dia tengah memikirkan pria itu, Ardan malah menelponnya. Panjang umur sekali.
Lisa yang merasa gugup karena di telpon oleh Ardan mencoba menarik napas sebelum dideringan ketiga jemarinya menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan Ardan.
"Ya Ardan, kenapa ya?" Lisa menempelkan ponsel ke telinganya, tanpa menyadari kalau dirinya telah bertindak bodoh.
"Hmm, Sa. Ini video call." Ardan di sebrang sana memberitahu saat di lihatnya tampilan video call-nya tampak buram.
Lisa melirik ponselnya, lalu menepuk jidatnya. "Aduh! Gue kira ini telfon biasa." Ardan terkekeh mendengar celotehan Lisa.
"Lo lagi ngapain?" Ardan tersenyum, membuat jantung Lisa berdetak lebih kencang.
"Gue lagi santai aja sih," balas Lisa. Lisa berusaha bersikap tenang. Ardan tak boleh tahu kalau dia sedang gugup.
Ardan mengangguk. "Hmm. Kata Arin, lo mau ngajak gue jalan?" Ardan langsung to the point.
Ekspresi Lisa berubah. Menjadi malu, wajahnya memerah. Arin sialan. Kenapa sahabatnya malah mendahuluinya?
"Eh. Arin ngomong apa aja sama lo? Tumben dia mau repot-repot kayak gini." Lisa penasaran.
"Kemarin di parkiran sekolah gue ketemu Arin, terus Arin bilang 'besok Lisa mau ngajak lo jalan, dan lo harus mau' gitu katanya."
Lisa menahan mengigit bibir. Menahan malu dan kesal secara bersamaan. "Awas lo ya, Arin," batin Lisa sudah memikirkan cara untuk membalas kelemesan Arin.
"Hmmm." Lisa berdehem. Sebelum mengangguk. Sudah terlanjur basah. Jadi sekalian saja dimenceburkan diri.
"Jadi?" Ardan memastikan. Menanti Lisa mengungkapkan keinginannya. Dia ingin mendengar langsung dari bibir Lisa.
"Jadi apa?" Tetapi Lisa malah bersikap polos, seakan tak paham dengan perkataan Ardan.
"Jadian nggak?" Lelaki di sebrang sana menaikan alisnya, menggoda Lisa.
"H-hah?" Lisa cengo. Ekspresi wajahnya terlihat lucu.
Ardan tertawa melihat ekspresi lucu di wajah Lisa.
"Gak usah dibahas. Jadi, lo mau ngajak gue jalan atau ngga?" Ardan memastikan sekali lagi.
Lisa mengangguk sekali lagi atas pertanyaan Ardan. "Mau!" Dia menggigit bibir, kalau sedang gugup Lisa selalu melakukan hal itu. Dia merasa malu lalu merutuki kebodohannya. Ya Tuhan. Sekarang Lisa merasa harga dirinya sudah jatuh. Pipinya lagi-lagi memerah. Semoga saja Ardan tidak menganggapnya perempuan gampangan karena memulai lebih dulu.
"Lo malu?" Ardan bertanya, lebih terdengar ingin menggoda Lisa.
"Ardan." Lisa mengarahkan kamera video call-nya ke arah tembok, tidak ingin Ardan melihat wajahnya yang sedang menahan malu.
Tawa Ardan terdengar renyah di telinga Lisa. Mentertawakan kepolosan Lisa.
"Gak usah malu, gue malah seneng. Lo ngajak gue jalan."
"Tapi, kan, seharusnya cewek enggak memulai duluan. Gue malah keliatan kayak cewek murahannya!"
"Jangan bilang gitu. Enggak selalu pria yang memulai duluan, kan? Ada saatnya ketika lelakinya kurang peka, cewek boleh ko memulainya lebih dulu." Ardan tak suka ketika Lisa mengatakan kalimat tak pantas mengenai sikap Lisa padanya. Karena menurutnya Lisa tidak seperti itu.
Lisa apa adanya dan tidak jaim menurut Ardan.
Ucapan Ardan berhasil membuat rasa malu Lisa sedikit berkurang. Sesuai kalimat Ardan, suasana mendadak hening. Lisa tak tahu harus membalas apa? Tak punya kalimat untuk membantah. Sebab kalimat Ardan ada benarnya.
"Siap-siap gih! Nanti jam 10 gue jemput," kata Ardan tiba-tiba memecah rasa canggung keduanya.
Lisa mengangguk, hatinya masih tak menyangka kalau Ardan menerima ajakannya. "Oke!"
"See you, Lisa." Ardan melambaikan tangan.
Lisa tersenyum untuk yang terakhir kali sebelum panggilan video call itu terputus. Gadis itu melempar gawai ke kasur lalu tanpa ingin membuang waktu Lisa langsung bersiap-siap untuk kencan pertamanya bersama Ardan.
Bolehkah dia menyebutnya sebagai kencan?
***
Di kamar serba hitam itu, ada empat orang laki-laki yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada Arlan yang sibuk bermain game online, Arvan yang sibuk dengan berkas OSIS, Arsen yang sibuk membaca buku dan Ardan yang baru saja selesai mandi.
Kamar Ardan bernuansa hitam dengan aroma mint yang sangat khas dengan kamar seorang laki-laki sering dijadikan basecamp untuk five AR kumpul. Saat ini mereka sedang kumpul di kamar Ardan, mereka hanya berempat tanpa Arion, entah di mana pria itu sekarang?
"Ah bangke! Ini weekend, kan? Kenapa pada sibuk sendiri-sendiri si?" Arlan membanting ponselnya kesal, melihat sahabatnya tengah sibuk semua. Lama-lama dia bosen juga bermain game terus.
"Heboh banget sih lo!" Ardan melempar bantal ke wajah Arlan. Yang langsung ditangkap oleh pemuda itu.
"Jalan yuk! Ke mana kek, biar gak ngebangke di kamar si kunyuk terus," Arlan mrmberi usulan. Dia ingin hari weekend-nya sedikit berfaedah, tetapi ajakannya malah diabaikan oleh teman-temannya.
"Babi! Gue dikacangin." Arlan kesal. Dia merutuki sahabat-sahabatnya.
Ardan tertawa melihat wajah muram Arlan. "Sial banget nasib lo dikacangin dua es kutub."
Arvan dan Arsen memang masih sibuk dengan kegiatannya sendiri sehingga mengabaikan Arlan.
"Makanya, cari pacar dong!" Ardan yang tengah sibuk memilih baju mengejek Arlan, padahal sendirinya juga jomblo. Hari ini dia ingin kencan dengan Lisa, first time jalan sama perempuan selain maminya, begitu saja dia sudah merasa sebentar lagi status jomblonya akan berubah, mungkin.
"Alah, kayak lo punya pacar saja." Arlan mendengus sebal.
Ardan mengabaikan sindiran Arlan. Pemuda itu masih fokus berdandan. Memilih pakaian yang cocok untuk keluar bersama Lisa. Dia ingin terlihat keren saat jalan bersama gadis itu. Kalau diperhatikan tingkah Ardan sudah seperti pemuda yang sedang jatuh cinta saja.
Dikira hanya perempuan saja yang pusing memilih baju, ternyata Ardan pun merasakan hal yang sama. Hampir semua baju di lemari Ardan diberantakan olehnya. Dia sudah mengambil kaos dari berwarna gelap sampai berwarna terang. Semua kaos itu tampak terlihat sama, tak ada bedanya, hanya gambar dan motipnya saja yang berbeda, tetapi mengapa Ardan harus pusing memilihnya.
Akhirnya karena tidak ingin lama-lama Ardan memilih memakai kaos abu muda dipadukan dengan celana jeans biru. Penampilan Ardan yang sederhana ala remeja tanggung, tidak menutupi ketampanannya. Hanya memakai kaos saja dia sudah terlihat keren.
Body Ardan yang tidak seperti remaja pada umumnya membuat orang sering salah paham. Mengira kalau pemuda itu bukan seorang remaja, melainkan pria dewasa yang sudah cukup umur untuk berumah tangga, bukan berarti kesan tua pantas diberikan Ardan, dia hanya lebih terlihat manly dengan bodynya yang mencetak otot-otot dibagian tubuhnya. Sepertinya Ardan rajin berolah raga.
"Sebenernya lo mau ke mana si, Nyuk? Rapih banget."
Sewaktu Ardan sedang menata rambutnya dengan minyak rambut dan menyemprot minyak wangi ke tubuhnya Arlan kembali merecokinya dengan pertanyaan. Membuat kedua temannya yang lain, yang tadi sibuk dengan urusannya ikutan menatap Ardan.
"Enggak usah kepo," ujar Ardan melirik sekilas pada Arlan.
Arlan yang jengah menghampiri Ardan. "Yaelah, ajak-ajak kek kalau mau hangout!" Pemuda itu merengek.
Membuat Ardan geli melihatnya. "Lo pergi aja sama dua kutub es itu!" Ardan menunjuk kedua temannya. Yang tengah memperhatikannya dengan penuh penasaran.
"Mau ke mana lo?" Mengabaikan sindiran Ardan kali ini Arsen yang bertanya, dia sudah menutup bukunya. Dan sedang bersandar di sofa sambil menyesap minuman kalengnya-yang tersisa setengah karena seperempat isinya sudah Arsen minum.
"Ngedate," jawab Ardan asal sambil menyisir rambutnya.
Arlan mendengus. "Giliran Arsen yang nanya lo jawab, giliran gue yang nanya lo malah ketus!" Arlan protes.
"Suka-suka gue lah," balas Ardan cuek.
"Ngedate sama siapa?" Akhirnya Arvan yang tak kalah penasaran dengan temannya membuka mulut. Dia bertanya tetapi tatapannya masih pada berkas osis.
Ardan tersenyum penuh makna. Membuat ketiga sahabatnya semakin penasaran. "Yang pasti sama cewek, bro."
Ketiganya langsung terdiam. Melihat sikap aneh Ardan.
"Sejak kapan lo mau jalan sama cewek selain sama mami lo?" tanya Arlan penasaran. Karena selama ini, mereka memiliki prinsip yang sama, dekat atau bahkan berurusan dengan lawan jenis adalah hal yang merepotkan.
Ardan mengedikan bahunya. Dia sendiri juga bingung. Kedekatannya dengan Lisa tidak dia rencanakan. Dan yang dia tahu dia merasa nyaman dekat dengan Lisa.
"Siapa ceweknya?" Arvan yang tidak biasanya kepo dengan urusan temannya ikutan mengajukan pertanyaan.
"Lisa." Ardan memilih jujur. Diantara mereka tidak ada rahasia-rahasiaan.
"Anak baru itu?"
Ardan mengangguk lagi.
"Sekarang gue mau jemput Lisa." Ardan meraih kunci mobil di nakas. Mengabaikan pandangan teman-temannya.
"Lo mau ke mansion mereka?" tanya Arsen yang mulai tertarik dengan urusan temannya. Jarang-jarang melihat Ardan jalan sama cewek.
Arlan mengernyit. Terlihat bingung.
"Mereka?"
"Kelima anak baru itu tinggal bareng di satu mansion." Arsen menjelaskan kebingungan Arlan.
"Kok lo tau mereka tinggal bareng?"
Tidak puas dengan jawaban Arsen, Arlan malah kain penasaran.
"Gue pernah nganter Arin pulang." Menyebut nama Arin, jadi rindu dengan gadis itu. Tiba-tiba ingin melihat wajahnya.
"Jadi, lo juga lagi deket sama Arin?" Arvan bertanya.
"Lo juga deket sama Sandra?" Arsen bukannya menjawab keingintahuan Arvan malah mengajukan pertanyaan yang sama.
Arlan menggebrak meja, wajahnya menahan kesal. "Lo lagi pada deketin cewek, tapi gue sama sekali gak tau? Temen macam apa kalian?!" Arlan mendramatisir.
Arvan memutar bola mata jengah, Ardan lebih baik menghindar dari pada diintrogasi oleh sahabatnya yang bobrok itu.
"Ssttt. Jangan ribut. Gue berangkat ya, lo jangan pada kangen." Ardan melangkah cepat, keluar kamar mengindar dari amukan Arlan.
Ardan sudah pergi, tinggal Arsen, Arlan dan Arvan yang masih betah di kamar itu. Kamar itu milik Ardan, tapi pemiliknya malah pergi. Dan ketiga pemuda itu masih tidak tahu harus menghabiskan weekend dengan cara apa.
Diam-diam, Arvan tengah memandangi sebuah foto yang dia ambil diam-diam, foto yang membuat Arvan merasa nyaman setiap kali memandangnya. Di dalam foto itu ada potret Sandra yang sedang makan di rooftoop. Selain diam-diam mengikuti Sandra saat istirahat, Arvan memang sempat memotret gadis itu. Dan Arvan menyimpannya di galeri ponsel. Awalnya hanya iseng, tetapi foto itu justru tersimpan lama dalam gelerinya. Dia sepertinya tidak berniat menghapusnya.
Sedangkan Arsen, pria itu tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Tahu-tahu sosok Arinda Faradilla Bilqis memenuhi isi kepalanya. Gadis unik yang mampu membuat Arsen tertarik untuk mengenalnya lebih dekat. Apakah sudah saatnya dia membuka hati?
"Ahelah, mending balik dah gue! Kesel lama-lama liat kalian diem kayak tembok!" Arlan yang memang sudah merasa bosan memilih pergi, meninggalkan kedua sahabatnya yang masih betah dengan pikirannya masing-masing.
######
Kamis, 11 November 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top