26. Kembali Bersama

No edit!

Zahra mengerjapkan mata ketika dia merasakan sebuah tangan besar memeluknya dengan erat. Kemudian menelusupkan kepala ke lekuk leharnya, Hingga menimbulkan gelenyar aneh. Dengan terpaksa dia menoleh ke arah Davie.

"Pagi, honey. Apa tidurmu nyenyak?" tanya Davie dengan senyum lembut. Zahra balas menatap mata coklat di depannya, disertai senyum samar. Wanita itu memutar tubuh agar bisa menatap Davie lebih jelas.

Dua manusia yang sama-sama saling mencintai itu hanya diam, tak ada yang bersuara. Hanya lewat tatapan mata mereka berinteraksi. Bagi Zahra tak ada pemandangan yang lebih indah dari pagi ini. Setelah kejadian kemarin, wanita itu memilih menginap di apartemen Davie untuk menenangkan Diri. Tadinya Davie ingin membiarkan Zahra sendiri, tapi wanita itu meminta Davie menemaninya bercerita banyak hal. Hingga akhirnya tanpa sadar tertidur.

"Mungkin akan menyenangkan jika setiap pagi aku bisa memelukmu seperti ini." Kata-kata Davie membuyarkan lamunan Zahra. Wanita itu menyunggingkan senyum lembut.

Dengan gerakan tiba-tiba, Zahra mengecup bibir Davie. Awalnya Zahra hanya berniat mengecup sekilas bibir laki-laki itu. Tapi ketika dia hendak memberi jarak, Davie justru menekan tengkuknya. Tak membiarkan Zahra melepas ciuman mereka. Davie membalik posisi mereka dengan menghimpit Zahra dibawahnya.

Ciuman itu kini berubah menjadi lumatan-lumatan kecil. Suara decapan mereka menggema ke seluruh ruangan. Zahra meremas rambut Davie dengan gemas, dan sesekali terdengar lengguhan wanita itu saat tempo ciuman berubah lebih cepat. Saling menintut agar dahaga rindu itu tersalurkan.

Napas mereka sama-sama terengah, tapi baik Davie atau Zahra tak ada yang berniat mengakhiri ciuman. Kini ciuman laki-laki itu beralih ke leher Zahra, mengecup denyut nadi wanita itu, dan sesekali menghisapnya.  Meninggalkan tanda kepemilikan di sana. Davie berhasil meloloskan dua kancing atas kemeja wanita itu.

Terdengar desahan tertahan dari bibir Zahra, ketika ciuman Davie turun ke bawah tepat ke bagian atas dada wanita itu. Lalu mengecupnya di sana, kepala Zahra semakin terasa pening karena sensasi yang Davie timbulkan dari kecupan-kecupannya. Zahra memejamkan matanya tanpa sadar. Sebelum terdengar suara Davie menginterupsi kegiatan itu.

"Bangun lah, aku akan mengantarmu pulang. Kita berangkat ke kantor bersama pagi ini," ujar Davie sambil menutup dua kancing wanita itu.

Zahra terihat bingung. Dia masih dikuasai kabut gairah.

"Aku nggak yakin bisa menahan diri jika lebih dari ini. Tunggu sampai kita resmi menikah," lanjut Davie, lalu mengecup kening Zahra.

Zahra tersenyum. Ini yang paling Zahra sukai dari Davie. Laki-laki itu selalu berusaha menahan hasratnya demi Zahra. Lalu masihkah ada alasan untuknya berhenti mencintai laki-laki itu? Zahra sudah memutuskan, ia akan berjuang meski semua orang bersekongkol memisahkan mereka.

"Tetap lah berada di sisiku, aku nggak mau kita berpisah lagi," ucap Zahra tiba-tiba.

Davie sedikit tak percaya mendengar kalimat itu. Pasalnya sudah berkali-kali Zahra menolaknya ketika dia menginginkan wanita itu. Namun, sekarang Zahra justru memintanya sendiri.

"Kamu serius? Apa ini artinya kita bisa kembali bersama?" tanya Davie dengan senyum lebar.

Zahra mengangguk. "Ya, aku sudah lelah berpura-pura nggak peduli dengan kehadiranmu. Aku lelah harus terus tersiksa dengan perasaan ini. Sementara rasa cinta yang aku miliki semakin kuat setiap harinya. Nggak peduli berapa banyak orang yang akan berusaha memisahkan kita, aku tetap akan bertahan di sisimu. Ayo, kita berjuang bersama."

Kata-kata Zahra semakin membuat Davie tersenyum lebar.

"Kamu serius?" tanya Davie sekali lagi untuk memastikan.

Zahra hanya menjawab dengan anggukan mantap.

"Terima kasih ya Allah, terimakasih Kau mengabulkan doaku," kata Davie sambil mendekap Zahra ke dadanya.

Tak ada hal yang lebih membahagiakan dari ini. Setelah penantian panjang mereka, akhirnya saat ini datang. Saat mereka kembali merajut cinta lama yang belum selesai. Zahra hanya Diam dalam dekapan hangat laki-laki itu, dia memutar kembali ingatannya tentang peristiwa hari kemarin saat bertemu ayah laki-laki ini.

"Aku ingin kamu membuat Davie keluar dari pekerjaannya dan bersedia menggantikan aku menjadi pewaris Adiatma Grup," ucap Yudanta kala itu.

Zahra berdecap mendengar ucapan laki-laki di depannya, karena merasa tak habis pikir. Kenapa manusia sejahat ini bisa disebut Ayah. Zahra tak mungkin melakukan itu, sementara dia tahu, bagi Davie posisinya sekarang adalah segalanya.

"Kenapa baru sekarang Anda berpikir memintanya kembali? Kemana saja Anda dulu ketika Davie masih terpuruk dan membutuhkan Anda?" ucap Zahra tanpa tedeng aling-aling.

Yudanta tersenyum kaku ke arah Zahra. Rupanya kekasih anaknya ini bukan wanita biasa, jika selama ini dia biasa mendapat tatapan ketakutan dari semua orang, maka berbeda dengan wanita di depannya. Zahra terlihat sangat percaya diri. Dengan mata bulatnya dia berusaha melawan Yudanta.

"Apa yang kamu inginkan? Apa ini masih kurang? Mobil, Rumah atau barang bermerk lainnya?" Yuda memberi penawaran.

"Maaf, saya bukan wanita yang gila harta. Bahkan sekalipun Anda menyuap saya dengan seluruh harta Anda, saya tetap tak akan menghancurkan impian yang dibangun Davie susah payah. Permisi," jawab Zahra tegas, lalu melangkah meninggalkan Yuda dengan raut kesal.

*****

Davie memarkirkan mobilnya di lobi kantor, lalu membukakkan pintu untuk Zahra. Banyak mata yang mulai memperhatikan mereka ketika Zahra turun dari mobil Davie.

"Bukannya itu Zahra? Kenapa mereka bisa berangkat bersama?" terdengar kasak kusuk beberapa karyawan.

"Beruntung sekali, ya, dia," ucap yang lain menimpali.

"Tapi aku dengar dia itu merebut pak Davie dari pacarnya. Dia juga sudah punya tunangan, kan?"

"Oh, ya? Dasar nggak tahu malu. Muka doang polos."

Davie yang mendengar ucapan bernada sinis itu, langsung mengarahkan tatapan tajam pada tiga karyawannya, dan membuat mereka menunduk takut-takut.

"Ayo kita masuk," ucap Davie menarik tangan Zahra.

Zahra paham dengan situasi saat ini, dimana semua orang akan menghakiminya begitu saja tanpa tahu masalah sebenarnya. Zahra menghentikan langkah sejenak. Wanita itu sedikit cemas dan takut.

"Dav, bisa tidak kalau di sini kita bersikap profesional? Aku nggak enak diperhatikan semua karyawan seperti ini. Lagi pula aku nggak-"

"Memang apa urusan mereka. Aku nggak keberatan kalau mereka semua tahu sekarang kamu milikku. Justru itu hal yang aku inginkan. Agar semua laki-laki yang menyukaimu berpikir dua kali untuk mendekat." Davie memotong ucapan Zahra.

Zahra hanya bisa pasrah saat Davie menarik tangannya, dan membawa wanita itu masuk dengan tangan bertautan.

Sepanjang perjalanan menuju ruang kerja, Zahra menundukkan kepala karena malu terus di perhatikkan semua karyawan. Sementara Davie memilih tak ambil peduli.

"Ciee, pasangan baru kita. Malu-malu tapi mau," seru Diandra tiba-tiba hingga membuat langkah Zahra dan Davie terhenti.

"Kakak." Zahra tersenyum lebar saat Diandra terlihat mendekat.

"Jangan lupa teraktir aku sebagai pajak jadian, ya," ledek Diandra.

"Tenang, Mbak bilang saja ingin makan di mana."

Jawaban Davie membuat mata Diandra berbinar. "Waah serius?" Diandra memastikan. Yang dijawab anggukan pasti oleh Davie

"Aah, Pak GM baik sekali. Nggak salah memberikan sahabatku yang masih perawan ini pada Pak GM."

Ledekkan Diandra membuat Zahra melotot tak terima.

Meski begitu ada raut bahagia yang tak bisa disembunyikan oleh Zahra dan Davie. Hingga membuat Diandra bersyukur dalam hati. Sementara jauh di sudut lain, terlihat Nanda terus menatap pasangan itu sengit.

"Kenapa lagi-lagi dia mendapat yang lebih dari milikku," gumam Nanda mengepalkan tangannya.

*****
Ai aiii selamat sore pembaca.
Stay terus di work aku ya, bakal banyak cerita baru nantinya yang insyaallah nggak kalah seru. Makannya jangan lupa tinggalkan jejak dengan tap love or komen. Biar aku semangat lanjut. See you next chapter.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top