23. Akhir Sebuah Hubungan
Seorang wanita bertubuh semampai tampak duduk di sebuah Caffe. Dia tengah bosan menunggu seseorang terlihat dari gerak-geriknya yang sedari tadi terus menatap pintu masuk berulang-ulang. Sekitar setengah jam dia duduk di sana, tapi orang yang ditunggunya tak kunjung datang. Merasa jengah akhirnya wanita itu memutuskan bangkit untuk berniat pergi, tapi laki-laki yang ditunggunya terlihat memasuki Caffe.
"Maaf aku lama," kata laki-laki itu, lalu menarik kursi yang terdapat di depan si wanita.
"Tak apa, ingin memesan minuman dulu atau ...." Mita menawarkan.
"Nggak usah, aku hanya bisa sebentar di sini. Jadi cepat katakan ada apa hingga kamu mengajakku bertemu?" tanya Luky tanpa basa-basi.
Mendengar ucapan laki-laki di depannya, Mita berdecak kesal. "Ck! Kamu nggak berubah dari dulu, selalu to the point."
"Sudah lah, katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan denganku." Luky tak sabaran.
Dengan gerakan pelan, Mita menarik sebuah amplop coklat dari dalam tasnya, lalu menyodorkannya pada Luky.
Laki-laki di hadapannya mengernyitkan dahi ke arah Mita.
"Ini apa?"
"Buka saja, nanti kamu akan tahu."
Dengan perlahan, Luky merobek ujung amplop. Rahangnya mengeras dengan wajah menahan amarah ketika melihat di dalam amplop itu ada beberapa foto kebersamaan Davie dan Zahra di Malaysia.
"Brengsek!" umpat laki-laki berwajah manis itu sambil menggebrak meja, hingga membuat beberapa pengunjung memperhatikan.
Luky bahkan meremas salah satu foto tersebut dengan kasar. Sementara Mita hanya menyunggingkan senyum sinis pada Luky. Laki-laki itu kini tengah merasakan emosi yang sama dengannya. Batin Mita.
"Sudah kubilang sama kamu, kan? Agar membawa Zahra pergi dari Jakarta, atau kalau perlu nikahi saja dia secepatnya. Tapi kamu nggak pernah mau mendengar aku. Sekarang seperti ini jadinya. Mereka justru semakin sulit untuk dipisahkan! Usaha kita menjauhkan mereka selama sepuluh tahun ini telah gagal karena kebodohanmu," ujar Mita dengan nada geram. Seolah semakin membuat Luky terbakar api cemburu. Laki-laki itu mengepalkan tangan.
Ya ... selama ini mereka sengaja menjauhkan Davie dan Zahra. Luky tak pernah jujur pada Zahra jika Davie selalu menanyakan kabar wanita itu padanya. Dia juga berbohong setiap kali Zahra bertanya tentang keberadaan Davie.
Luky membunuh rasa iba nya, bahkan setiap kali wanita yang dicintainya menangis menceritakan Davie. Bak seorang malaikat, dia berperan sebagai penguat untuk Zahra. Mengarang semua cerita agar wanita itu melupakan Davie, atau membencinya bila perlu. Dengan harapan Zahra akhirnya memilih bersamanya.
Tentu saja Mita ikut andil dalam hal ini, karena wanita itu lah yang dari awal memiliki ide untuk itu semua.
"Sudah kubilang Zahra nggak akan pernah bisa diluluhkan hanya dengan perlakuan lembut. Kamu harus memiliki dia seutuhnya jika benar-benar ingin mengikatnya denganmu. Lakukan secepatnya kalau dia nggak bersedia menikah denganmu dalam waktu dekat ini."
Luky merasa tak paham dengan arah pembicaraan Mita.
Wanita di depannya berdecak kesal. "Ck! Aku yakin kamu mengerti yang aku maksud. Aku sudah muak meli-" kata-kata Mita terhenti begitu sebuah suara menginterupsinya.
"Luky!"
Wajah Mita dan Luky seketika pucat pasai, karena yang berdiri di hadapan mereka sekarang adalah Davie dan Zahra. Kontan keduanya bangkit dari duduk mereka.
"Za-zahra,"
"Dav," gumam Luky dan Mita bersamaan, suara mereka bahkan seolah tertahan di tenggorokan.
"Kamu sejak kapan di sini, Za?" tanya Luky dengan gugup.
"Sebelum kalian datang ke sini," Zahra menjawab dengan raut datar. Ada jeda sejenak sebelum dia melanjutkan ucapan.
"aku nggak nyangka kamu sejahat itu, Ky. Apa salah aku sama kalian? Apa salah kami?" tanya Zahra dengan nada kecewa.
"Za, a-aku bisa jelaskan ini. A-aku-" Belum selesai Luky bicara, Zahra sudah lebih dulu memotong kata-katanya.
"Sebuah hubungan yang dibangun di atas kebohongan, tak akan membuat kita bahagia. Dan kamu melakukan itu sama aku hanya demi keegoisan kamu. Selamat, kamu benar-benar membuat aku kembali merasakan kecewa!" Setelahnya Zahra pergi begitu saja. Kontan membuat Luky panik dan buru-buru mengejar wanita itu.
Sementara Davie hanya diam, dia membiarkan pasangan itu pergi untuk menyelesaikan masalah mereka. Davie berdiri tanpa ekspresi, dia seolah tak sudi menatap Mita meski wanita di depannya kini tengah memperlihatkan raut memelas.
"Dav!" Seru Mitha sambil menarik lengan Davie ketika laki-laki itu berniat pergi. Dengan gerakan kasar, Davie menepis tangan Mita, tak membiarkan wanita itu menyentuhnya.
Mita tersenyum miris menatap Davie dengan air mata menggenang di pelupuk mata. Meski begitu dia tetap berusaha tegar di depan Davie dengan tetap menunjukan wajah angkuhnya.
"Awalnya aku pikir kamu sudah berubah. Ternyata kebaikanmu selama ini hanya ini tujuannya. Menyedihkan," Davie berkata dengan nada sinis. Lalu memutuskan melangkahkan kakinya sebelum suara Mita kembali terdengar dan membuatnya berhenti.
"Ya ... ini semua aku lakukan demi mendapatkan kamu! Seandainya kamu sedikit saja melihatku, mungkin aku nggak perlu sejahat ini!"
Ucapan Mita hanya ditanggapi Diam oleh Davie, sementara semua pengunjung di restoran kini mulai memerhatikan perdebatan mereka. Tanpa suara, Davie memilih pergi meninggalkan Mita yang kini tengah mengepalkan tangannya.
Amarah, dan juga kebencian terlihat jelas dalam sorot mata wanita itu.
"Seribu kali kamu menolak aku, seribu kali juga aku akan membuat kalian semakin merasakan kesakitan karena cinta kalian. Kita lihat, seberapa kuat cinta yang kamu miliki untuk si jalang itu," gumam Mita sambil menatap punggung Davie yang menjauh.
*****
Zahra berlari tergesa-gesa untuk mencari taksi. Ia tak menyangka rencananya menguntit Luky mendapat jawaban semenyakitkan ini. Ya ... setelah peristiwa di kantor, wanita itu memutuskan melanjutkan misi mengikuti Luky untuk memastikan semua kecurigaannya benar.
Awalnya Zahra tak ingin melibatkan Davie dalam aksinya, tapi laki-laki itu terus memaksa ikut. Zahra menyetop sebuah taksi yang lewat. Namun, ketika baru saja membuka pintu, Luky menarik tangannya.
"Za, dengar aku dulu! Aku minta maaf untuk semua kebohongan ini. Aku mohon, dengar penjelasanku sebentar. Setelah ini terserah kamu mau berbuat apa!" seru Luky dengan frustrasi.
Mereka kini tengah berada di trotoar jalan. Hingga Luky terpaksa harus meninggikan suaranya, karena deru suara kendaraan yang lalu-lalang sedikit mengganggu.
"Aku harus dengar penjelasanmu yang mana lagi, hah!? Kamu bahkan membohongi aku bertahun-tahun dan membiarkan aku menanggung kesakitan ini hingga ingin mati. Apa nggak ada sedikit pun rasa ibamu ketika melihat aku menangis?" Zahra berkata dengan air mata yang menetes. Satu-satunya laki-laki yang dia anggap adalah malaikat pelindungnya, kini menghancurkan kepercayaannya berkeping-keping. Zahra bahkan tak tahu lagi setelah ini hubungan mereka akan dibawa ke mana.
"Za, please ... dengar aku dulu. Izinkan aku menjelaskan semuanya. Tapi tolong jangan seperti ini." Luky memohon.
"Baik ... ini terakhir kalinya aku mendengarkanmu. Setelah itu, jangan lagi katakan apa pun padaku," jawab Zahra pada akhirnya. Luky mengangguk, lalu mengajak Zahra duduk di sebuah taman.
"Aku minta maaf karena telah mengecewakanmu. Tapi demi Allah aku nggak berniat mempermainkan perasaanmu. Aku melakukan ini karena aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri. Karena aku sangat mencintai kamu, Za"
Mendengar jawaban Luky, Zahra mendengkus. "Itu bukan cinta, tapi hanya obsesi. Kalau kamu mencintai aku, seharusnya nggak begini caranya."
Luky mengusap wajah gusar. Kali ini usahanya akan sia-sia, Zahra tak akan pernah memaafkannya.
"Awalnya aku nggak berniat melakukan ini sama sekali. Tapi saat itu ... Mita datang padaku setelah kita lulus."
Luky berdiri menyaksikan Zahra dan Davie yang tengah bersitegang. Sudah dari tadi cowok berkaca mata itu melihat perdebatan mereka dari jauh tanpa berniat beranjak. Entah harus dengan cara apa Luky membuat Zahra sadar dan menatap dirinya lebih dari sahabat. Ditengah lamunan, tiba-tiba seorang cewek berwajah manis berdiri di sampingnya.
"Kamu nggak akan pernah bisa mendapatkan dia selama kamu masih menjadi seorang pencundang."
Mendengar kata-kata itu dari mulut cewek di sampingnya. Luky terlihat kesal.
"Apa maksud kamu?"
Gadis di sampingnya berdecap. Ternyata selain pecundang, laki laki di sampingnya ini juga bodoh. Batin Mita.
"Ck! Maksud aku, kamu selamanya hanya akan jadi bayang-bayang Zahra kalau hanya menatapnya dari kejauhan. Semakin kamu terus mengalah, mereka semakin sulit dipisahkan."
"Cih, Kamu sendiri apa sudah bisa merebut hati Davie? Berani sekali kamu mengatakan itu sama aku," jawab Luky dengan nada tak suka.
Mendengar kata-kata cowok itu Mita menyunggingkan senyum miring. Dia mulai terpancing, batin Mita senang.
"Bagaimana jika kita bekerja sama,"
Luky menatap cewek itu ragu.
"Ya ... kalian sudah lulus, kan? Itu artinya Zahra nggak akan lagi berada di dekat Davie. Selama itu pula gunakan waktumu untuk mendekati Zahra, dan berusaha lah jadi orang yang paling dia percaya.
"berusaha lah selalu ada untuknya ketika dia butuh. Begitu pun aku, aku akan selalu mengikuti Davie kemana pun dia pergi. Dan aku nggak akan pernah membiarkan dia bertemu Zahra. Aku akan membuat Davie melupakan Zahra dengan kebaikanku. Davie memiliki pendirian teguh, dia nggak akan mudah digoyahkan. Jika dia berjanji akan menemui Zahra suatu hari, maka dia pasti benar-benar akan melakukan itu,"
"Jadi, tugasmu hanya satu. Buat lah Zahra melupakan Davie, atau bila perlu buat dia membencinya. Katakan padanya Davie ingin ia menghilang selamanya. Begitu pun aku, aku akan bilang pada Davie, Zahra tak ingin melihatnya lagi." Mendengar rencana itu,
Luky mulai goyah, merasa penawaran Mita begitu menarik.
"Tapi bagaimana kalau Zahra bertanya padaku soal Davie?" Pada akhirnya Luky terpancing.
"Berbohong saja kalau kamu nggak tahu. Gampangkan," jawab Mitha enteng.
Luky mengakhiri ceritanya dan mengembuskan napas berat. Dia merasa usahanya untuk mempertahankan Zahra menjadi miliknya telah berakhir. Wanita itu tak sudi menatap dirinya lagi.
"Aku tahu ini salah, aku bersikap egois dengan memisahkan kalian. Tapi aku mohon mengerti lah, aku bebar-benar cintai sama kamu. Aku tersiksa setiap kali mendengar kamu bicara tentang Davie, dan menangis setelahnya. Aku nggak bisa melihat kamu terus seperti itu."
Zahra tersenyum sinis. "Seharusnya kamu bilang dari awal kalau Davie juga menunggu aku. Kamu tahu? Aku terihat begitu bodoh sekarang. Aku bahkan berpikir buruk tentang Davie ketika kamu mengatakan dia menginginkan aku selamanya menghilang dari hidupnya.
"Sepuluh tahun aku berjuang demi hidupku, berkali-kali aku dicampakan laki-laki karena terus terpaku pada masa lalu. Seandainya kamu jujur tentang Davie, aku nggak perlu membuang waktu untuk bersama Alfa yang tidur dengan sahabatku. Seandainya kamu jujur aku ...," Zahra menggantung kalimatnya sebelum dia kembali bicara. Air matanya tak dapat dibendung lagi. Dia menatap Luky kecewa.
"sudah lah, aku lelah." Zahra bangkit dari duduknya.
"Za, bagaimana dengan pertunangan kita?" tanya Luky. Dia ingin meminta kepastian Zahra.
Pertanyaan tersebut tentu menghentikan langkah Zahra. Wanita itu memutar tubuhnya kembali.
"Kamu pikir sebuah hubungan yang dilandasi kebohongan akan berhasil? Aku nggak ingin lagi berurusan dengan laki-laki. Aku lelah, Ky. Biarkan Tuhan yang mengatur segalanya, dan biar Dia yang menentukan langkahku akan membawaku ke mana."
Zahra menarik cincin di jari manisnya, kemudian meraih tangan Luky dan menaruh cincinnya di genggaman laki-laki itu.
"Hidup lah dengan baik tanpa aku mulai sekarang. Selamat tinggal," ujar Zahra sambil berlalu meninggalkan Luky yang mengacak rambutnya frustasi.
******
Hai-hai selamat pagi Aku up Zahra-Davi lagi yeeey. Bagaimana dengan part ini? Terus bagaimana ya nasib hubungannya dengan Davie? Apa Zahra akan memilih Davie setelah ini? Stay terus dengan mereka. Mulai membosankan ya? Aku tahu kok. Tapi ya nikmatin aja kerumitan ini hahaha.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top