2. Kecewa
Zahra berjalan dengan gontai memasuki gedung perkantoran di depannya. Gedung berlantai 40 itu bertuliskan The Diamond Hotel & Resort. Sudah tiga tahun ini ia bekerja sebagai sekretaris GM di perusahaan itu. Dulu sebelum memutuskan ke Jakarta ia bekerja di sebuah perusahaan perhotelan di daerah kembang, Bandung.
Saat memasuki gedung ia melihat Nanda turun dari mobil Alfa. Untuk kesekian kalinya Zahra mengembuskan napas berat. Jika ingin dibandingkan dengan Nanda dirinya jelas kalah telak. Wanita itu memiliki kecantikan yang bisa membuat semua laki-laki bertekuk lutut. Didukung dengan tubuh tingginya yang bak model, sudah pasti Alfa akan lebih tergiur dengan wanita itu.
Yang tak bisa Zahra terima ialah kenyataan Nanda adalah sahabatnya. Mereka pernah melalui susah senang bersama, bahkan berbagi segala hal. Dulu mereka bahkan tinggal satu kost sebelum memilih pindah ke apartemen masing-masing. Zahra bekerja di sini pun, Nanda lah yang mengajak. Sekarang mereka bahkan harus berbagi kekasih. Zahra mendengkus memikirkan itu.
Wanita yang tampak cantik dengan rok pensil berpadu blus itu memutuskan melangkahkan kaki tanpa memedulikan lirikan Nanda. Wanita berrambut hitam sebahu itu menyunggingkan senyum meremehkan ke arahnya. Lalu menarik tangan Alfa agar lebih dekat, dan menggandengnya masuk.
Lagi, Zahra mengembuskan napas berat. Lalu naik menuju lantai sepuluh dimana ruangan GM berada. Saat sampai di tempat tujuan, ia melihat Diandra. Sahabatnya yang bertindak sebagai Asisten Executive di perusahaan ini. Wanita itu terlihat sedang membereskan berkas-berkas. Zahra memutuskan masuk dan langsung mendudukkan diri di depannya
"Kamu kenapa? Masih meratapi perselingkuhan Alfa dan si jalang itu?" tanya Diandra tepat sasaran. Dia bertanya tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaan.
"Tahu lah, Kak. Aku hanya masih belum terima Nanda setega itu sama aku."
"Ayolah, Za. Terima kenyataan bahwa sahabat dan kekasihmu telah berkhianat. Ini bahkan sudah seminggu semenjak mereka membuat kantor ini heboh karena perselingkuhan mereka. Masa kamu mau memperlihatkan tampang ngenes terus. Yang Ada, Nanda akan semakin merasa menang."
Zahra hanya menatap Diandra yang kini sedang sibuk dengan komputer. Perkataan Diandra ada benarnya, jika ia terlihat kalah Nanda dan Alfa akan semakin menertawakannya. Ditengah pikiran ruwetnya, seorang laki-laki mendekat.
"Kenapa mukamu ditekuk begitu, Za?"
"Ah, Pak," jawab Zahra spontan berdiri, merasa kaget karena bosnya datang tiba-tiba. Zahra buru-buru membungkuk hormat.
"Maaf, saya malah duduk di sini." Alih-alih menjawab ia justru mengatakan itu karena tak enak hati.
"Kamu sudah tiga tahun kerja sama saya, masih saja kaku," ujar laki-laki itu, "saya hanya ingin menanyakan apa berkas-berkas laporan sudah kamu selesaikan dan dirapikan? Karena ini hari terakhir saya bekerja," sambung Bosnya.
"Sudah, Pak. Tinggal meminta tandatangan Anda sebagai bukti pengalihan jabatan,"
"Bagus kalau begitu. Saya jadi semakin berat meninggalkan kamu, Za." godaan bosnya membuat pipi Zahra bersemu. Hingga mengundang tawa Diandra dan bosnya.
"Zahrana Elsya Elgivana, si wanita cuek yang lugu." Diandra semakin gencar meledek. Zahra mendengkus, lalu mendelik ke arah wanita hamil itu.
"Sudah-sudah. Jangan goda Zahra terus, Di," kata Bosnya sambil memasang wajah serius. Membuat tawa Diandra tertahan.
"Tapi saya serius loh, Za. Saya berat sebenarnya meninggalkan sekretaris kompeten kayak kamu. Karena kerja kamu bagus," sambung laki-laki itu sungguh-sungguh.
"Jadi cuman Zahra Aja, nih, Pak. Yang kerjanya bagus?" rajuk Diandra dengan wajah cemberut.
"Buat apa memuji wanita bersuami, sedang bunting pula." Diandra mendengkus. Sementara Zahra hanya tersenyum kecil. Diandra kadang bisa bersikap kekanakan sekali. Padahal wanita itu sebentar lagi menginjak tiga puluh tahun. Meskipun begitu, bagi Zahra Diandra sudah seperti kakak perempuan untuknya.
Ini lah yang membuat Zahra betah bekerja di sini. Selain gajinya lumayan, ada Diandra dan juga bosnya yang sangat baik. Laki-laki berusia tiga puluh-an akhir ini selalu ramah. Bahkan tak segan-segan bercanda sehingga terasa tak ada batasan di antara mereka. Meski begitu, dirinya atau Diandra tetap menjaga batasan dengan bersikap profesional ketika mereka sedang bersama karyawan lain.
Tapi sayang, bosnya itu memilih berhenti karena mendapat panggilan kerja dari perusahaan yang lebih besar di luar negeri.
"Ah ya, Di. Kamu jangan lupa berikan berkas-berkas laporan ini kepada semua manager Divisi. Beberapa bulan lagi juga kamu cuti, kan. Saya harap kamu ajari Zahra dari sekarang. Agar dia tak kerepotan untuk menggantikan mu sementara, hingga asisten pengganti kamu datang," kata bosnya sambil menyerahkan sebuah dokumen.
"Baik, Pak."
"Ya sudah. Kalian bisa lanjutkan pekerjaan." Setelah memberi pekerjaan, Bos mereka pergi. Sementara dua wanita itu hanya mengangguk dan menatap punggung Bosnya yang menjauh.
"Semoga pengganti Pak GM juga baik seperti dia," gumam Zahra.
"Amin. Dengar-dengar, sih, pengganti Pak GM pria lajang yang tampan. Dan kamu tahu umurnya berapa, Za?" Mendengar pertanyaan itu, Zahra hanya menggeleng kecil. Merasa tak penting juga mengetahui usia GM barunya.
"Dia baru dua puluh delapan tahun. Tapi di tempat kerjanya dulu, dia berhasil menyabet Beberapa penghargaan. Salah satunya Marketeer of The Year untuk kategori Property. Penghargaan diberikan pada acara Indonesia Marketeers Festival. Dan masih ada beberapa penghargaan lain,"
"hotel-hotel yang pernah di kelolanya juga berhasil mendapatkan Certificate of Excellence dari TripAdvis. Hebat, kan dia? Dan sekarang dia di percaya untuk mengelola sebuah hotel di singapura. Di umurnya yang semuda itu kariernya begitu cemerlang. Aku yakin laki-laki itu memiliki IQ di atas rata-rata dengan ilmu marketingnya yang hebat," kata Diandra dengan wajah berbinar. Di tempatnya Zahra menggeleng melihat tingkah Diandra, menurutnya ia terlalu berlebihan menceritakan GM baru.
"aaah. andaikan aku masih lajang. Aku pasti akan mengejarnya meski kami terpaut empat tahun," kata Diandra lagi sambil menangkupkan tangan ke pipi. Seolah-olah membayangkan laki-laki itu.
"ini kesempatan besar buat kamu untuk mengakhiri masa lajang," sambungnya dengan semangat empat lima.
Sementara di tempatnya, Zahra hanya memutar mata bosan. Selalu saja seperti itu, batin Zahra. Pasalnya Diandra sering sekali menjodoh-jodohkanya dengan semua laki-laki yang dia kenal. Mengabaikan Diandra, Zahra memilih berlalu menuju mejanya yang berada tepat di depan ruangan GM. Sehingga ketika ada tamu yang datang, mereka harus melewati mejanya dulu.
***
Istirahat makan siang, Zahra memutuskan ke kantin bersama Diandra. Mereka memilih duduk di bagian pojok tepat menghadap pintu masuk.
"Kakak, mau makan apa?"
"Aku mau makan Soto betawi, jangan lupa Salad buah juga. Minumnya nggak usah. Aku bawa."
"Oke, Kakak duduk sini, biar aku yang pesan sekalian. Kasihan bumil."
"You're the best." Mendengar ucapan itu, Zahra hanya memutar mata bosan. Lalu bergegas pergi.
Diandra menatap punggung Zahra yang menjauh. Dia kadang merasa kasihan pada sahabatnya. Zahra selalu mengalami nasib sial terkait masalah asmara. Meski sifatnya terlalu cuek dan introvert dia memiliki masalah terkait kepercayaan diri. Padahal jika dipikir Zahra selalu terlihat cantik dengan caranya. Terlebih wanita itu memiliki hati sebaik malaikat. Meski karena kebaikannya dia selalu berakhir disakiti.
Beberapa saat menunggu, sahabatnya datang dengan membawa makanan di nampan.
"Nih, punya Kakak." Zahra sambil menyodorkan makanan.
"Waaa, makasih," jawab Diandra dengan mata berbinar.
"Baby dalam perut kayaknya sudah lapar banget."
"Iya nih, dia nendang terus dari tadi."
Di selingi obrolan kecil, dua wanita itu menyantap makan siangnya, mengabaikan suara bising karyawan lain. Hingga seorang wanita meminta ijin bergabung dengan mereka.
"Mmm ... boleh kita gabung?" Zahra dan Diandra menengadahkan kepala, dan mendapati sepasang manusia yang seminggu ini dihindari datang. Nanda dengan tanpa merasa berdosa, menggandeng Alfa di sebelahnya.
Sementara di sekitar mereka, mulai terdengar kasak-kusuk karyawan lain yang membicarakan pasangan itu dan juga dirinya. Mulai dari yang menatap Zahra kasihan. Hingga yang mengatainya terlalu naif.
Zahra menyunggingkan senyum kaku. Merasa benar-benar dipermalukan di depan orang banyak. Dia berusaha menahan agar tak memaki-maki Nanda detik itu juga, mengingat situasinya sangat ramai. Menghembuskan napas, Zahra menatap dua orang itu dan tersenyum kaku. Sementara di depannya, Diandra mendelik memberi kode agar Zahra menolak.
Zahra bergeming di tempatnya. Tanpa mendengar persetujuan dua wanita itu, Nanda sudah duduk lebih dulu. Diandra mendengus. Lalu dua manusia tak tahu malu itu duduk di depan Zahra. Tepat di sebelah Diandra.
"Mendadak selera makan aku jadi menguap, nek banget rasanya," sindir Diandra. Tapi Nanda tak ambil peduli. Wanita itu justru semakin gencar memamerkan kemesraannya, seolah sengaja menegaskan jika Zahra hanya pecundang. Sementara di sebelah Nanda, Alfa terlihat mencuri pandang ke arahnya.
"Sayang, kamu mau makan apa?" tanya Nanda pada Alfa dengan nada mendayu-dayu. Diandra benar-benar muak.
"Terserah kamu," jawab Alfa datar, masih memperhatikan Zahra. Sementara Zahra masih asyik dengan kegiatannya menyantap makanan, tanpa mau melirik laki-laki itu sedikit pun. Menyadari kekasihnya mulai tak fokus karena Zahra, Nanda langsung menarik wajah Alfa agar menatapnya.
"Ya sudah, aku pesan dulu. Kamu jangan nakal." Setelah mengatakan itu, Nanda bangkit. Membuat Diandra memasang raut ingin muntah karena melihat tingkah wanita itu.
Setelah Nanda pergi, Alfa mencoba menarik tangan Zahra yang ada di atas meja. Tapi wanita itu langsung bangkit dari duduknya.
"Kak, kita masuk yuk. Aku sudah kenyang. Nek banget rasanya, banyak sampah bertebaran di sini." Sindiran Zahra membuat Alfa mengepalkan tangan, merasa benar-benar terhina.
Diandra yang menyadari sahabatnya merasa tak nyaman, hanya mengangguk lalu mereka berdua pergi, meninggalkan Alfa yang mendengus menahan kesal.
********
Bagaimana part kedua ini? Membosankan ya?
Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Biar semangat lanjut
Gregetan sama mereka? Atau sama sikap Zahra yang terlalu baik. Pengin mites Alfa. Atau mites Nanda?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top