You Were My First Love, Kinda
"Aku suka Samuel. Tapi aku nggak tahu dia suka sama siapa."
Kita duduk di bawah jembatan baru UGM Minggu pagi itu. Kedua sepeda kita terparkir bersebelahan tak jauh dari sana, kau dengan sepeda biru putihmu dan aku dengan sepeda hitamku. Aku masih ingat kita berdua memakai kaus warna merah, yang kuanggap sebagai pertanda baik tadi pagi.
Kau terdiam. Menyimak kecemasanku, sangat khas remaja cewek seusia kita. Kau tahu siapa Samuel. Kita berdua tahu. Dia anggota satu tim di ekstrakuler basket bersamamu dan cowok itu juga atasan kita berdua di Dewan Penggalang. Kau paham, Samuel adalah cowok yang (well, sampai saat ini aku masih berpikir) sangat menarik.
Kau mendengarkan.
"Fia juga suka Sam," aku menambahkan. Fia, sahabat sekelasku. Dulu kau menyukainya dan aku mendekatimu untuk "menyeleksi" cowok-cowok yang juga turut serta mendekati Fia yang cantik dan mungil.
"Lalu kamu mau gimana?" tanyamu.
Aku menggigit bibir tak yakin. Aku ingin bersamamu, pikiranku berteriak latang. "Move on mungkin. Biar Sam untuk Fia." Aku tak pernah meberitahumu bahwa aku sudah move on. Aku juga tidak pernah memberitahumu bahwa kaulah alasan aku bisa melupakan Sam.
Aku pengecut.
Kau mengangguk menyetujui rencanaku. "Baguslah."
Baguslah? Apa maksudmu? Baguslah karena kau juga menyukaiku atau baguslah karena kau peduli padaku dan mengharapkan yang terbaik untukku?
"Yah, gitu, deh. Mau beng-beng?" Kusodorkan sebungkus beng-beng sebagai ganti cokelat yang pernah kau berikan di hari Valentine tahun lalu. Aku tidak bisa memberikanmu tepat pada tanggal 14 kemarin karena akan terlihat terlalu jelas kalau aku menyukaimu, tentu saja.
"Makasih." Kau menerimanya dan pipiku merona.
Gadis kecil yang konyol. Mudah sekali merasa senang akan hal sepele.
Aku juga ingat bagaimana rasa frustasiku ketika kita saling mendiamkan. Kita tidak saling bicara selama seminggu karena kau kesal dengan sesuatu yang kukatakan. Aku mencoba untuk menghubungimu dan meminta maaf, tetapi selalu kau tolak. Aku balik kesal padamu.
Namun di hari ulang tahunku seminggu kemudian. Ketika aku melewati kelasmu, berlagak tidak peduli, kau mengejukanku dengan ucapan selamat ulang tahun. Aku ingat bagaimana aku begitu lega bahwa kau masih peduli hingga aku menangis di bawah meja.
Aku benci mengakuinya tapi itulah yang terjadi.
Kau adalah teman dekatku dulu. Tempat aku menceritakan keluh kesah remajaku, mimpi-mimpi, dan harapanku kala itu. Kita selalu berada di acara yang sama, walau tidak selalu bersamaan. Kepengerusan dewan, lomba-lomba pramuka, pleton inti, bahkan kau juga ikut membantu acara turun tahtaku dari jabatan ketua PMR. Seputar Yogyakarta penuh dengan kenangan bersamamu (Taylor Swift bisa menghindari Cornelia Street, tapi aku tidak bisa menghindari kota dimana aku tinggal!).
Kau membuat masa-masa sekolahku menjadi tidak terlalu buruk. Memang tidak terlalu indah, tapi mencintai ide tentang jatuh cinta tetap saja membuatku bahagia.
Mungkin aku hanya gadis muda naif kala itu. Gadis kecil bodoh yang mencoba belajar (Sansa Stark tidak pernah belajar, tapi aku mencoba setidaknya). Belajar bagaimana membedakan ide tentang jatuh cinta dan jatuh cinta itu sendiri. Belajar bahwa aku tidak perlu cowok untuk memotivasi diri untuk menjadi lebih baik. Dan yang paling penting adalah belajar bahwa persahabatan lebih penting dari drama perebutan gebetan (walaupun itu dapat memberimu banyak ide untuk menulis cerita).
Yah, aku bertumbuh. Tapi perasaan padamu tampaknya seperti membeku dalam waktu, tidak bertambah atau berkurang, hingga enam tahun setelahnya. Aku belum jatuh cinta lagi semenjak itu.
Samuel mungkin akan selalu menjadi gebetan pertamaku. Cinta monyetku.
Tapi kamu? Perasaan ini tidak sama. Lebih dalam, lebih kuat. Hingga rasanya hatiku remuk saking berat beban yang harus kutanggung untuk menyembunyikan perasaan ini. Kau temanku, atau dulu kau adalah temanku. Dan aku takut kehilangan dirimu dan euforia ini. Seperti pecandu masokis yang enggan bertobat.
Jika cinta monyet untuk Sam termasuk cinta pertama--well, aku benci untuk mengakuinya--berarti kau adalah cinta nyata pertamaku.
Yah, semacam itulah.
written by: lethycia99
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top