Bukan Pengakuan Dosa, Tapi Pengakuan Cinta

First love. Jika ditanya tentang ini, kadang membuatku bertanya-tanya. Memangnya, siapa cinta pertamaku itu? Aku bahkan tidak bisa membedakan mana cinta atau obsesi. Sejak dulu, aku selalu sulit untuk membedakan ini, hingga akhirnya sadar, rupanya selama ini aku malah terjerumus ke dalam tahap agak obsesi. Kata temanku sih begitu.

Aku pernah suka ke seorang laki-laki. Bisa dibilang ganteng enggak. Pinter? Enggak juga. Standarlah ya. Malah kalau soal ranking, aku ranking lebih tinggi dibanding si dia. Populer? Enggak juga. Bad boy? Dih, enggak. Meski wajahnya kek cocok gitu. Tipe cowok yang emang bukan tipe-tipe cowok Wattpad. Dulu, herannya kok bisa aku cemburu padahal dia cuman nganter temen cewekku pulang. Kita belum punya hubungan, tahu aku suka aja enggak. 

Ngakak, sih, kalau inget lagi. Sampai aku jijik ingetnya. Jijik sama kelakuan sendiri sebenarnya ahahaha. 

Kalian tahu tokoh Aca di novel Mariposa? Yaps, dulu waktu zaman sekolah aku mirip dia. Ngejar cowok, tapi enggak sampai pindah sekolah. Orang satu kelas gitu. Lalu, ending-nya sangat jauuuuhh dari kisah Mariposa. Sebab, dia gonta-ganti pacar, temen satu circle-nya sering ngebully aku secara verbal. Kemudian, memunculkan spekulasi yang bisa jadi suudzon kalau dia bisa saja membenciku. Hingga akhirnya, aku berhasil move on. 

Makasih banget, berkat kejadian ini aku intropeksi diri. Sampai suatu ketika aku bersumpah, “Pokoknya, jangan jatuh cinta duluan. Fokusin diri ke masa depan, karir sukses, kaya, baru pikirin soal hubungan romansa.”

Gara-gara kejadian ini pula, aku sampai benci cerita romansa anak SMA, apalagi yang happy ending ahahaha. Eh, tahunya pas kerja sampingan jadi editor, naskah yang kupegang genrenya romansa semua. Capek dan ngeselin banget. Tapi, demi cuan, terpaksa aku kerjakan.

Oke, mari lanjutkan. Suatu hari setelah lebaran, tiba-tiba aku merasakan lagi hati yang berdetak kencang. Eh, perasaan macam apa ini? Apalagi saat kulihat wajah dan matanya. Beuh, seperti kalau kata pengakuan dari cerita sebelum, sebelum, sebelum yang ini, perasaan yakin dia adalah soulmate

Aku menemukannya. Oh, bahagia sekali. Apalagi saat kutahu kalau ternyata dia ini cowok populer, bahkan pintar. Heh, kaya mimpi gitu.

Sayangnya, tak bisa dimiliki. Tahu sendiri, kan, ya kalau cowok populer tuh pasti banyak direbutin orang lain. Belum lagi, katanya cowok pintar itu lebih suka cewek yang lebih pintar dari dia. Auto minder aku. Matematika teori Aljabar aja aku nyerah. Keknya matematika rumit aku nyerah. 

Dari berbagai informasi yang aku dapat, dia ini jago di matematika, fisika, dan kimia. Tiga mata pelajaran yang bahkan enggak aku suka, plus di IPS enggak ada fisika dan kimia. Ini kalau di aku, ya. Mapel ranah IPA enggak masuk ke IPS, tapi tidak berlaku sebaliknya. Memang, ya, dasar sekolah aku.

Tunggu. Dari sini apa kalian ngira aku jatuh cintrong lagi di SMA?

SALAH. Ahahahaha. Ini posisinya aku udah kuliah semester 3. Berarti sekitar umur 19 tahun. Bisa-bisanya suka ke anak SMA yang umurnya 17 tahun. Menyedihkan. Padahal, ngarepnya suka ke cowok yang lebih tua.

Selain harus bersaing dengan cewek-cewek yang juga suka ke dia, bahkan sampai ada yang ngehaluin kalau dia jodohnya, aku juga harus bersaing sama saudara sendiri. Ahahaha miris. Terus, akhirnya saudara aku ngalah.

Cukup lama aku terpincut olehnya, hingga akhirnya nemu lagi seseorang yang lebih ekhem. Eh, ngomong-ngomong, alasan lain aku beralih hati karena ... cowok ini agak seram ternyata. Dia punya sisi gelap yang aku sendiri takut loh kalau itu jadi kenyataan. Makanya, aku pindah haluan.

But, I wanna say thank you karena sudah menjadi pacar haluku.

Terima kasih banyak, Reiji Sakamaki. Mohon maaf, tidak bisa menyukaimu lebih lama, soalnya kamu vampir. Sedangkan di luar sana, masih banyak cowok gepeng yang punya karakter lebih manusiawi.

Tertanda

Veindra (Bukan Nama Asli)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top