BAWANG PUTIH DAN KISAH BARUNYA

Beberapa hari yang lalu, nenekku meninggal. Untuk kami, para cucu-cucunya, Nenek mewariskan banyak dongeng yang katanya dari leluhur.

Hanya saja, karena faktor usia, Nenek sudah lupa seluruh dongeng yang dulu sering ia ceritakan pada kami. Nenek berharap kami bisa menceritakannya kembali pada anak-cucu kami, tetapi kalau dia sendiri lupa pada kisah itu, bagaimana kami mau mengingat dan mengisahkannya?

Hingga akhirnya terpikir sebuah ide bagus sekaligus sulit. Biarlah cerita-cerita itu digabung saja, membentuk sebuah cerita baru. Untuk utuh atau tidaknya, atau sesuai atau tidaknya dengan cerita leluhur, itu urusan lain. Setidaknya pesan Nenek terwujud: mewariskan dongeng-dongengnya pada anak-cucu kami.

***

Namaku Bawang Putih, anak yang ditinggal mati ibunya, dan ayahnya memperistri seorang janda desa beranak dua. Suatu hari, ayahku pergi berdagang ke pulau seberang, dia berangkat menggunakan kapal bersama rekan-rekan sesama pedagangnya.

Namun, siapa sangka mereka menemui badai ganas di tengah lautan. Petir menggelegar, hujan turun dengan deras, ombak nyaris menyentuh langit. Kapal terombang-ambing sampai ombak menerjangnya dengan kuat. Hasilnya, kapal terbalik dan ayahku tenggelam, tak bisa diselamatkan.

Alam mengantarkan Ayah ke tepi pantai desaku, ia pun ditemukan oleh penduduk sekitar. Hancur hatiku saat tahu dia sudah tiada. Ibu dan saudari tiriku menangis sedih. Kukira memang benar-benar sedih, ternyata setelah Ayah dikubur, tabiat mereka muncul.

Aku pun disuruh-suruh oleh ibu dan kakak tiriku— Bawang Merah—untuk berdagang dan mengerjakan pekerjaan rumah. Mereka merasakan enaknya, aku merasakan sulitnya.

Bagaimana dengan anak satunya, saudari Bawang Merah? Namanya Daun Bawang. Berbeda dari kakaknya, Daun Bawang lebih baik. Dia tidak menyuruhku macam-macam, malah membantuku, tetapi itu secara sembunyi-sembunyi. Ia takut dimarahi dan dihukum oleh ibunya karena menolong seorang anak tiri. Saat dia memaparkan hal itu, aku hanya bisa mengangguk-angguk memaklumi.

Di desa tetangga, ada seorang saudagar kaya raya yang muda rupawan. Ia sudah disuruh menikah dengan orang tuanya, tetapi dia tidak tahu mau menikah dengan siapa. Gadis-gadis di desanya hanya mau menikah dengannya karena harta, bukan kadena cinta. Saudagar itu mencari pasangan yang tidak memandang kekayaannya, dia mencari pasangan yang dapat menemani dan mencintainya.

Berkeluhlah dia dengan bapak-mamaknya. Bapak-mamaknya memasang wajah pemikir. Solusi tepat apakah yang bisa dilakukan agar anaknya mendapat pasangan yang sesuai dengan perkataan hati.

Akhirnya terpikir satu orang: Topeng Sakti. Topeng Sakti adalah orang misterius pemakai topeng yang tahu segala solusi dari semua permasalahan hidup. Ia dikatakan sakti karena barang-barang pemberiannya benar-benar mujarab menyelesaikan konflik.

Pergilah Bapak, Mamak, dan anaknya si Saudagar Kaya ke tempat Topeng Sakti. Dia ada di sebuah gunung di Barat pulau. Butuh waktu tiga hari untuk sampai di sana menggunakan kereta kuda.

Topeng Sakti bermukim di sebuah gua di bawah Gunung Barat. Sesampainya di sana, Bapak dan Mamak bersimpuh di depan gua. Mereka memanggilnya, "Topeng Sakti, yang Maha Sakti dan Anak Langit, perkenankanlah kami untuk meminta bantuan darimu karena kami juga memperkenankan engkau untuk menyelesaikan permasalahan kami."

Itu memang cara memanggilnya. Konon, kalau tidak dipanggil begitu, Topeng Sakti tidak akan keluar dari guanya.

Tiba-tiba, angin berhembus. Daun-daun di sekitar gua beterbangan, menutupi mulut gua untuk sejenak. Setelah anginnya reda dan daun-daunnya jatuh kembali, muncul sesosok manusia dengan jubah dan topeng di mukanya. Rambutnya panjang, kuku tangan dan kuku kakinya apalagi. Orangnya kurus, dan aura kesaktiannya terasa sampai membuat merinding.

Topeng Sakti duduk di depan Mamak dan Bapak. "Jelaskan apa masalah kalian!" titahnya, langsung ke inti. Bapak dan Mamak mulai menceritakan permasalahan anaknya.

Topeng Sakti terdiam setelah mereka selesai. Ia merogoh sesuatu dalam jubahnya, keluarlah sebuah cermin oval dengan bingkai ranting-ranting kering. "Mintalah anakmu bertanya pada cermin ini, siapakah gadis yang berhak untuk menikahinya, dengan kriteria sesuai dengan apa yang anakmu minta." Ia menyodorkan benda itu.

Bapak menyeru anaknya, si Saudagar. Anaknya menghampiri dan ikut bersimpuh, Bapak menhruhnya untuk mengambil cermin itu.

Anaknya mengangguk. Jika memang inilah solusi terbaik dari permasalahannya, maka dia akan mengambil solusi itu, dan jika gadis di dalam cermin itu benar-benar orang yang ia cari, maka si Saudagar akan menikahinya tanpa terkecuali. Ia yakin bahwa cermin milik Topeng Sakti bisa menjawab kegundahannya.

"Wahai Cermin, saya hendak menikah," kata si Saudagar, "Kau tahu isi hatiku, kau tahu aku menginginkan pasangan yang bagaimana. Maka, lihatkanlah padaku wajahnya, di mana dia, sejauh apapun akan kutemui."

Cermin tampak berarak macam air dilempar batu untuk sejenak. Samar-samar muncul sebuah wajah. Tebak itu wajah siapa? Ya, itu wajahku, Bawang Putih. Cermin sakti itu juga memperlihatkan rumahku, di mana aku tinggal. Si Saudagar tertegun. Dia menyukaiku dalam sekali pandang dan bertekad untuk menikahiku.

"Biarkan aku menikahi gadis ini," katanya pada Bapak-Mamaknya. Bapak-Mamaknya lega, akhirnya anaknya akan menikah.

Si Saudagar menoleh pada Topeng Sakti dan berterima kasih. Dia benar-benar telah menyelesaikan masalahnya hanya dengan sebuah cermin ajaib.

Topeng Sakti meminta kembali cermin tersebut dan izin pamit. Si Saudagar menyerahkan cermin tersebut, Topeng Sakti izin pamit. Angin kembali berhembus, daun-daun kembali beterbangan, menutupi sosoknya. Sepersekian detik kemudian, dia hilang entah ke mana. Si Saudagar bersama orang tuanya memutuskan pulang ke rumah.

Seminggu kemudian, si Saudagar berangkat dengan kereta kudanya ke tempatku. Wajahnya berseri-seri, tak sabar meminang dan mengajakku ke desanya untuk bertemu orang tuanya.

Sesampainya ia di desaku, banyak warga menyambutnya. Dia orang terpandang ternyata. Para gadis berusaha menarik perhatian, tetapi tentu saja tidak bisa. Ia berangkat terus sampai datang ke rumahku.

Ibu tiriku dan Bawang Merah yang menyambutnya. Aku dan Daun Bawang sedang merapikan dapur.

Si Saudagar menanyakan keberadaanku, Ibu Tiri bilang bahwa aku tidak ada. Dia malah memperkenalkan Bawang Merah padanya. Bawang Merah berusaha menggodanya, tetapi si Saudagar menatapnya aneh.

Aku saat itu tidak tahu ada tamu, jadi aku keluar dari rumah untuk mengambil jemuran yang sudah kering. Kehadiranku ditangkap netra si Saudagar. Dia langsung mengenali bahwa akulah orang yang ia cari. Si Saudagar langsung mendekatiku, tidak peduli pada ibu tiriku dan Bawang Merah. "Kaukah yang bernama Bawang Putih?" tanyanya.

Aku hanya bisa mengangguk.

Si Saudagar tersenyum lega. "Putih, izinkan aku untuk menikahimu."

Itu ajakan yang tiba-tiba, nyaris kutolak. Enak saja baru bertemu sudah minta menikah. Aku tidak mengenalnya, sampai Daun Bawang datang dan menyenggolku. "Ini si Saudagar dari desa sebelah. Kamu beruntung kalau menikah dengannya."

"Tapi, aku belum mengenalnya," sahutku. "Biarkan aku membuat keputusan, Tuan," kataku pada si Saudagar, membungkuk sopan.

Si Saudagar mengangguk setuju. Setelah itu, dia langsung pergi dari rumahku dan katanya akan menginap di penginapan desa. Ia tidak akan pergi sebelum berhasil menaklukkan hatiku.

Mendengar aku mau dinikahi orang kaya, Ibu Tiri dan Bawang Merah iri dengki. Mereka pun sepakat untuk menemui Topeng Sakti di Gunung Barat, minta guna-guna untuk memikat si Saudagar agar jatuh cinta pada Bawang Merah, bukan Bawang Putih.

Sesampainya di Gunung Barat dan Topeng Sakti muncul, Ibu Tiri menceritakan semuanya. Karena mereka menginginkan guna-guna, maka mereka harus menyiapkan sesajen terlebih dahulu. Itu mudah untuk Ibu Tiri dan Bawang Merah, sebelum ternyata ada syaratnya: sesajen harus menyertakan daging kancil yang berkeliaran di malam hari.

Ibu Tiri dan Bawang Merah menginap di desa dekat dengan Gunung Barat. Setelah malam tiba, mereka pergi ke hutan dan mencari kancil yang berkeliaran. Susah menemukan binatang itu karena minimnya cahaya, terlebih Bawang Merah mengeluh terus karena kancilnya tidak muncul-muncul.

Mereka akhirnya menemukan sebuah danau di mana seekor kancil tengah tidur di bawah pohon di dekat danau itu. Ibu Tiri menyiapkan busur dan anak panah, dia membidik kancil dan akan melepas tali busurnya sebelum mendengar suara kibasan di air.

Bawang Merah menjerit ketakutan: ada dua buaya yang keluar dari danau itu. Buaya-buaya itu sudah dekat dengan mereka, mereka baru menyadarinya. Ibu Tiri buru-buru mengarahkan panah pada mereka, dia ketakutan. Namun, mereka tetap mendekat, malah mulai berlari untuk menerkam dirinya dan anaknya. Ibu Tiri dan Bawang Merah lari sekuat tenaga, tetapi mereka tak bisa selamat. Buaya itu lebih cepat dari yang mereka duga.

Saat tengah lahap-lahapnya makan, Kancil muncul di depan dua buaya itu. "Tuh, manusia. Lebih mengenyangkan daripada aku," katanya, menyeringai.

"Kenyang sih kenyang, tapi masih ada ruang untukmu, Kancil." Salah satu buaya tersenyum miring. "Tunggu saja nanti."

"Huh, coba saja, Payah!" Kancil segera beranjak meninggalkan mereka. Buaya-buaya itu kembali makan dengan lahap. Sejak saat itu, tidak ada yang mengetahui kabar dari Ibu Tiri dan Bawang Merah.

Si Saudagar kembali datang ke rumah untuk menanyakan keputusanku. Aku dan Daun Bawang sudah berdiskusi—aku menerima lamarannya, dengan satu syarat: Daun Bawang harus ikut denganku. Si Saudagar tidak keberatan. Kami pun berkemas dan meninggalkan desa tersebut untuk pergi ke desa si Saudagar.

Beberapa hari setelahnya, aku pun menikah dengan si Saudagar. Pesta besar-besaran diadakan dan banyak orang berdatangan. Kami bersuka-cita selama acara berlangsung.

Topeng Sakti melihat kami lewat cermin ajaibnya. Ia sengaja menjebak Ibu Tiri dan Bawang Merah untuk membuat sesajen dari daging kancil. Saat mencarinya, Kancil akan menjebak mereka berdua, memancingnya pada sebuah danau tempat para buaya berdiam. Ibu Tiri dan Bawang Merah itu harus mati atau aku akan sengsara. Permintaan mereka tempo hari untuk memusnahkanku sudah menggambarkan semuanya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top