𝑭𝒊𝒏𝒅 𝒚𝒐𝒖
Find You
"Just hold on, it won't be long."
Pairing: Joseph Desaulniers x Reader
Genre: Angst & Slice! Fantasy
Rating: R-15+
Note: Fanfiksi ini terinspirasi dari video yang tertera pada bagian media, disarankan untuk membaca oneshot sembari mendengarkan lagu di atas. Selamat menikmati!
.
.
.
"Excusez-moi, Monsieur?"
("Permisi, Tuan?")
Terdapat sebuah alasan mengapa kalimat yang keluar dari mulut seorang wanita secara jelas tidak mencerminkan sebagaimana diri bernaung di Negara Inggris, walaupun puluhan tahun berlalu dengan begitu cepat--- suatu kesamaan tetap mengalir tanpa perubahan sama sekali. Berstatus sebagai pelayan; terjebak dalam garis kemiskinan membuat [Full Name] harus bekerja keras, mengabdi kepada Keluarga Desaulniers adalah satu-satunya cara paling menjamin untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan juga memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya. Keluarga dermawan, untunglah, kenyataan itu membuat sang wanita merasa sangat bersyukur dan berakhir menaruh kesetiaan; menganggap Keluarga Desaulniers seperti keluarga keduanya tanpa keraguan dalam sisi afeksi. Memberi seluruh tenaga, paling bersungguh-sungguh dalam hal melayani. Hingga dirinya setengah tidak menyangka bahwa usia telah menginjak kepala tiga, setelah mengingat seberapa muda diri mulai bekerja pada kediaman keluarga ternama di Perancis. Dengan kata lain, [Name] sudah bekerja genap dua belas tahun. Merelakan kepentingan garis keturunan, berpikir akan menjadi perawan tua sampai dirinya tidak lagi dibutuhkan.
Ah.
Seharusnya sudah begitu, bukan?
Kepala Keluarga Desaulniers dan istrinya sudah tiada semenjak beberapa bulan lalu, membuat seorang anak kini harus memegang kekuasaan sebagai pemimpin nama keluarga. Tetapi, sebuah kebiasaan dari anak satu-satunya itu selalu membuat para pelayan merasa kengerian luar biasa; menganggap sosok lelaki tersebut sudah mengalami sakit jiwa, menghabiskan diri untuk memenuhi sebuah halusinasi belaka. Setiap harinya, mereka menganggap bahwa lelaki itu sudah tidak memedulikan apa-apa lagi, bahkan, saat kematian sosok kedua orang tuanya, tidak ada kesedihan tulus terlihat pada ekspresi. Seakan telah mati rasa atau memang sudah terogoti oleh emosional demikian hingga melekat secara sempurna. Maka seharusnya [Name] diberi kebebasan untuk meninggalkan tugasnya kapanpun dibandingkan harus berhadapan dengan satu gosip menyakitkan di mana sang wanita masih melayani sosok mayat hidup. Tetapi, [Name] tidak peduli, ia benar-benar mempertahankan kesetiaan dan tidak berpikir untuk meninggalkan pekerjaannya satu ini. Banyak pelayan mengundurkan diri selagi menerima gaji terakhir setelah bulan berganti--- bisa dibilang, sang wanita adalah salah satu pelayan yang bertahan paling lama. Walaupun seluruh pekerja kediaman juga menyadari, kepeduliaan [Name] adalah salah satu hal paling murni. Mereka merasa kasihan, karena sang wanita benar-benar tidak akan mendapatkan respon berarti dari majikan mereka.
"S'il te plaît."
("Silahkan.")
Suara maskulin milik seorang Joseph Desaulniers terdengar dari dalam ruangan setelah sang wanita mengucapkan kata permisi setelah kepalan tangan secara pelan mengetuk daun pintu. Melewati koridor dengan membawa nampan berisi makan malam dan juga pegangan tatakan lilin--- lebih dahulu menggantung pencahayaan tersebut pada sisi tembok di mana kaitan besi berada untuk membebaskan salah satu tangan. Setelah mendapatkan izin dari sang penghuni, pada saat itu juga [Name] mulai membuka ganggang pintu dari arah luar tanpa menimbulkan suara risuh. Menengok sejenak guna memastikan hingga diri benar-benar dibawa seutuhnya menuju dalam ruangan dengan langkah sopan nan anggun tanpa kesulitan membawa nampan melalui satu genggaman tangan.
"Taruh saja makan malamnya di bagian kosong atas mejaku."
[Name] menangkap kalimat demikian setelah tangan menutup dahulu bagian pintu dari dalam ruangan, mengarahkan tubuh kemudian guna berinteraksi secara benar--- walaupun sang wanita tidak heran menangkap pemandangan sama, sosok lelaki berumur tidak jauh darinya sedang duduk pada salah satu kursi; mengenakan kacamata monocle untuk membantu indra penglihatan menelusuri permukaan lembar buku kusam yang tampak tergeletak terbuka pada atas permukaan meja. Satu tangan selalu setia pada satu titik di mana jemari akan membalikkan halaman setelah usai dibaca sedangkan satu tangan lainnya sesekali mengusap kening--- sikut bertopang pada pinggir sisi meja. Joseph merupakan sosok lelaki rupawan walaupun usia ikut pula menginjak kepala tiga; memiliki darah Perancis asli, mempunyai rambut cukup panjang yang diikat ikal menggunakan tali pita berbahan kain. Mengenakan pakaian selayaknya bangsawan--- hanya saja suasana larut membuat Joseph hanya meninggalkan kemeja dengan beberapa kancing bagian atas pada keadaan terbuka di mana rompi kebiruan dengan model berkerah menjadi lapisan kedua setelahnya. Netra biru muda seakan memenuhi dahaga tanpa memberikan pandangan kepada [Name], tetapi sang wanita sangat mengerti keadaan sang lelaki selagi mulai melangkahkan kedua kaki menuju bagian meja berada; dekat pada perapian menyala sebagai penerangan utama.
Joseph Desaulniers telah kehilangan saudara kembarnya sendiri tepat saat ia dan keluarganya harus berpindah karena alasan politik. Perjalanan dari Perancis menuju Inggris memang memakan waktu cukup lama karena keterbatasan kemampuan transportasi pada era demikian di mana teknologi masih terus berkembang di eropa, membuat takdir pahit menghampiri Claude Desaulniers di mana sosok tersebut terkena penyakit saat sedang pada perjalanan. Kekuatan medis kurang kuat dan pertahanan sukses runtuh sebelum mereka sampai, memberi kecapan fakta menyakitkan di mana Claude lebih dahulu meninggal dunia sebelum sampai di Negara Inggris. Joseph benar-benar merasa frustasi kala itu, merasakan sisi bersalah amat sangat dan mulai menentang batasan alam dengan harapan begitu pula pengetahuan yang seharusnya tidak memungkinkan. Berusaha memcari cara-cara setelah diri dirasuki oleh obsesi dengan gairah seni berlebihan. [Name] memang mengetahui hal ini dari omongan para pekerja kediaman, tetapi sang wanita memang sudah meyakinkan cerita yang beredar itu dengan usahanya sendiri. Fakta bahwa Joseph Desaulniers ingin lagi menghidupkan kembarannya, Claude Desaulniers, untuk menembus rasa bersalah yang terus mencabik-cabik tanpa henti.
Di mana [Name] hadir pula untuk menenangkan Joseph saat ia tidak sengaja mendengar suara teriakan dari dalam ruangan sang lelaki bersamaan puluhan barang menjadi media pelampiasan, seluruh pelayan menjadi panik dan takut, tetapi sang wanita dengan berani memasuki sebuah malapetaka; mendatangi, menahan kedua atas bahu, membisikkan kalimat penenang, selagi menemani majikannya sampai atmosfer tenang mendominasi pada perjalanan malam yang amat panjang pada kala itu.
"Makan malam hari ini adalah choucroute, Tuan." [Name] membuka suara setelah meletakkan nampan dan melangkah mundur beberapa kali sebelum berdiri tegap, melempar kalimat dengan siratan cukup ceria selagi samar melepas senyuman tipis walaupun menahu tidak akan ditangkap. "Kebetulan saya mendapatkan fermentasi kol dengan kualitas sangat baik saat pergi ke pusat perbelanjaan tadi pagi, dan saya teringat bahwa Tuan sudah lama tidak menikmati hidangan seperti ini."
Joseph tidak pernah meminta [Name] untuk pergi meninggalkannya langsung setelah sang wanita mengantarkan makan malam--- dan kesimpulan itu membuat salah satu pelayan tersebut memutuskan sedikit mengangkat perbincangan sederhana, dalam hati berpikir dapat mencoba memenuhi sedikit pikiran sang lelaki dengan interaksi dari kalimat seseorang, karena [Name] satu-satunya sosok yang benar-benar dapat dengan berani melakukan komunikasi melalui alasan cukup kasual selain dari alasan formalitas belaka. Maka setelah mengatakan demikian, sang wanita selalu membangun pendirian untuk meninggalkan ruangan jika sosok majikan sama sekali tidak memberikan respon. Semenit memang sudah berlalu, tetapi [Name] menangkap keganjilan di mana Joseph tidak memberikan perhatian sama sekali kepada bukunya walaupun masih menatap; seakan memang bergeming dari suara maupun pergerakan. Kedua mata sang wanita berkedip sekali, antar jemari mulai terkait satu sama lain sebagai tanda khawatir pada bagian depan tubuh--- [Name] sedikit membungkuk selagi kembali membuka suara.
"Tu n'as rien, Monsieur?"
("Apakah kau baik-baik saja, Tuan?')
Tidak sampai dua detik setelah menyampaikan pertanyaan itu, [Name] cukup terkejut saat Joseph memutuskan meluruskan pandangan guna membalas tatapan sang wanita. Tubuh sukses sedikit bergejolak kaget, terburu menegapkan tubuh untuk memosisikan diri agar terlihat lebih santun di mana memberi penggambaran bahwa memang dirinya hanya seorang pelayan. Wajah sukses sedikit memanas karena tidak menyangka sang majikan akan memberikan respon mendadak, mulut pun mulai memberi kalimat terbatah-batah.
"P-Pardon the rude me, Mister!" [Name] selalu merutuki diri sebagaimana kebiasaan melontarkan aksen british saat sedang dalam keadaan panik. Sang wanita lebih dahulu meneguk saliva, berusaha meluruskan salah paham pada persepsi personal. "Saya tidak bermaksud meledek Tuan karena posisi sedikit membungkuk tadi. Saya meminta maaf sangat dalam!"
Joseph sukses sedikit menaikkan kedua alis sebagai reaksi awal, di mana diri terlihat diam-diam menahan perasaan geli sebisa mungkin; tentu, [Name] tidak menyadari reaksi itu karena didominasi oleh kepanikan, maka sang lelaki melampiaskannya dengan helahaan napas kecil sebelum ketahuan. Salah satu tangan menutup buku selagi menyingkirkan, mulai melepas kacamata monocle guna meletakkannya pada atas sampul buku; kedua tangan mendekatkan nampan berisi makanan pada hadapan, sukses membuat tindakan itu menyampaikan kesan tersendiri, benar-benar jarang terjadi. Dan [Name] tahu jikalau menangkap momen demikian, sang lelaki memang sudah terlanjut sangat lapar karena terlalu banyak berpikir. Tetapi saat melihat gerak tangan yang mulai mengiris bagian daging dengan kasual, sang wanita tahu bahwa alasan lapar tidaklah berlaku setelah menangkap sosok majikan tidak mengulur waktu makan malam.
"Tidak perlu meminta maaf atas hal yang benar-benar tidak kau bermaksud lakukan." Joseph menaruh atensi menuju hidangan selagi membalas dengan suara cukup terdengar, setidaknya [Name] masih menahu bahwa sang lelaki sempat saja menerawang walaupun memutuskan melakukan komunikasi dengannya. Tangan Joseph terlihat mengarahkan ujung garpu di mana potongan daging dan beberapa iris kol berada, memasukkannya ke dalam mulut lalu mulai mengunyah.
[Name] diam-diam melepas helahaan napas lega setelah menangkap balasan Joseph, memutuskan tidak membalas dengan pancingan berkelanjutan karena tidak ingin mengganggu sang lelaki menikmati makan malamnya. Mungkin saja sang wanita memang belum terbiasa dengan pemandangan ruangan di mana Joseph selalu melaksanakan pekerjaannya--- tidak berbeda jauh dengan sebuah studio saat seluruh sisi tembok dipenuhi hasil bingkai potret dan juga keberadaan kamera yang selalu bernaung di dalam ruangan. Potret dari berbagai macam jenis orang tak dikenalinya, tetapi sang wanita selalu menyempatkan diri dan memilih mengamati seberapa indah bercampur ironi keberadaan foto lengkap Keluarga Desaulniers. Di sana, Joseph dan Claude kecil tampak mengulas senyuman kebahagiaan atas alasan sederhana berupa kebersamaan, tetapi portret di sampingnya adalah versi menyakitkan karena hanya tertinggal Joseph sebagai anak satu-satunya. Murung, tanpa ada lagi kesederhaan demikian. [Name] mulai memindahkan atensi selagi mencuri pandangan menuju sampul buku yang dibaca oleh sang majikan, walaupun sejenak saja setelah mengetahui bahwa buku tersebut mengenai bau-bau aneh di mana menjadi alasan mengapa para pekerja kediaman mulai mendusta.
"[Name]." Saat setengah hidangan telah tandas, Joseph begitu saja meletakkan sepasang alat makan pada atas nampan selayak memberhentikan sejenak kegiatan makan malam. Membuat sang wanita mengalami keterkejutan untuk kedua kali--- dengan sigap menaruh atensi kepada keberadaan sang lelaki yang mulai beranjak bangkit. Kedua kaki mengarahkan tubuh keluar dari sisi meja sebelum memandu langkah mendekat setelah jemari sejenak memberi bekas sentuhan di atas permukaan meja. [Name] mulai terguncang, menganggap bahwa tindakan majikannya diakibatkan oleh sesuatu. Maka saat Joseph berhenti tepat di hadapan, sang wanita setidaknya sedikit perlu mendongak guna tetap beradu pandang. Jemari masih terkait, tetapi mulai bergerak gelisah. Bukan karena takut dengan kondisi majikan, melainkan was-was melakukan kesalahan yang mengecewakan.
"Apakah hidangan makan malam hari ini tidak enak, Tuan?"
Joseph langsung menggelengkan kepala singkat dalam posisi sudah sedikit menunduk, menyadari kegelisahan sang wanita dari gerak jemari terkait. Pada saat itu juga ia menangkap sebuah bekas luka cengkraman pada kedua pergelangan tangan [Name]; membekas karena memberi tekanan menusuk bahkan mencakar, benar-benar membuat Joseph mengingat seberapa tidak waras saat ia tidak sadar menyakiti seorang pelayan yang berusaha membantunya dari fase mental breakdown. Samar menghela napas, salah satu tangan tampak merogoh sesuatu yang tersimpan dari balik saku rompi. Seperti sebuah amplop panjang berisi tebal, sang lelaki mengarahkannya kepada sosok wanita; mau tidak mau diambil dahulu agar terkesan sopan karena menerima pemberian. Untuk sesaat, [Name] menatap amplop itu sejenak--- samar berusaha menebak isinya melalui tindakan meraba, perasaan mulai menebak selagi kembali memandang Joseph seakan menunggu penjelasan. Walaupun jantung berdetak kencang, seakan mengumpat sebuah permohonan agar dugaannya adalah salah. Tetapi, apa lagi yang bisa diperkirakan dari sebuah amplop demikian? Ekspresi Joseph terpandang telah melekatkan diri dengan perpisahan dan kehilangan. Hal yang membuatnya bertahan adalah sebuah ambisi.
"Aku memberhentikanmu mulai dari sekarang. Di dalam sana terdapat gaji sebesar setengah tahun kerja dan surat penyerahan seperempat harta kepadamu." Joseph sedikit menyipitkan kedua mata, memandang [Name] dengan tatapan jauh lebih tegas setelah melepas keseriusan dalam kalimat itu. "Lebih dari cukup agar dirimu bisa membiayai kedua orang tuamu dan mempertahankan masa tuamu kelak. Mengerti, bukan? Mulailah berkemas besok."
[Full Name] membelalakkan kedua mata secara total setelah netra ikut bergetar. Kedua tangan merasakan efek demikian pula seakan menyampaikan rasa tidak percaya; mungkin karena merasa tidak yakin bahwa majikannya memberikan harta peninggalan keluarga, tetapi begitu pula fakta bahwa dirinya secara tidak langsung diusir dari kediaman. Dari seluruh jumlah pelayan--- mengapa Joseph hanya memberhentikannya dengan cara seperti ini? Untuk sekarang, uang bukan lagi permasalahan bagi [Name], justru ia sudah memutuskan mendedikasikan hidupnya untuk melayani. Seberapa rapuh generasi Keluarga Desaulniers dan seberapa kencang gosip yang mampu merusak isi dari latar keluarga ini. Tetapi sekarang? Sang wanita tidak percaya sama sekali, walaupun diri tidak berani bertanya mengapa. Ia hanya seorang pelayan yang bisa saja setara dengan budak; orang sekelas Joseph memiliki hak dalam mengambil keputusan seperti ini. Maka kedua bahu mulai bergemetar, air mata mulai berkumpul pada sudut indra penglihatan--- [Name] refleks menunduk, mengenakan punggung tangan guna menghapus dengan cepat. Joseph sendiri hanya mengamati, tidak berkomentar sama sekali.
"J-Je suis désolé, Monsieur. J'ai l'air trop heureux."
("Aku minta maaf, Tuan. Tampaknya aku terlalu merasa senang.")
Bohong.
Tangisan itu bukanlah sejenis kumpulan rasa senang yang tidak bisa disembunyikan hingga menjadi pelepasan keriaan, tetapi justru kesedihan amat dalam karena harus menelan kenyataan bahwa ia akan memutuskan hubungan dengan Keluarga Desaulniers secara total. Setelah sang wanita menginjak keluar kediaman, ia memang benar-benar tidak bisa kembali karena tidak memiliki hak khusus untuk berkunjung sebagai rakyat kelas bawah. Sedangkan [Name] tidak bisa mengetahui keadaan Joseph dengan mudah, begitu pula dapat mencoba hadir saat permasalahan serius terjadi. Faktual itu justru lebih, sangat amat, menyakitkan dari segala derita yang pernah wanita alami sejak kecil. Kepeduliannya adalah nyata. Banyak pekerja mengatakan demikian kepada [Name]. Kepedulian seorang hawa kepada adam, sudah melebihi dari segala keegoisan personal. Maka saat suatu kalimat terngiang pada benak sang wanita setelah ia menutup kedua kelopak mata sejenak, diri menenang dengan sangat mudah, begitu pula keputusan sang majikan kepadanya.
Kalimat tentang bahwa sebenarnya, seorang [Full Name] menaruh perasaan kepada Joseph Desaulniers.
"Terima kasih banyak, Tuan Desaulniers. Saya akan mulai berkemas besok pagi dan akan segera pergi pada siang harinya."
Memang benar, Joseph memiliki alasan mengapa ia memutuskan melepaskan satu-satunya pelayan yang bekerja tidak hanya untuk uang, tekanan, atau kewajiban. Sang lelaki menangkap seberapa besar panggilan tersebut menunjukkan bahwa ia kini telah menjadi Kepala Keluarga Desaulniers--- dengan artian segala keputusan adalah perintah mutlak kepada para pekerja kediaman. Samar kembali menghela napas, Joseph mengalihkan indra penglihatan sejenak menuju arah perapian yang mulai sedikit padam. Menyadari pula seberapa besar kediaman ini mulai menyamai kondisi seperti sebuah rumah berhantu, dan fakta bahwa [Full Name] adalah alasan mengapa tempat ini terlihat hidup justru membuat Joseph merasa sangat menyayangkannya. [Name] pantas mendapatkan kehidupan lebih baik sedangkan sang lelaki akan terus meraih ambisinya sekuat tenaga.
"Sebelum itu, apakah aku boleh meminta sesuatu?" Joseph membuka suara, bertanya selagi kembali menaruh tatapan kepada pelayannya. [Name] sendiri terlihat sangat tegar saat diri tetap beradu pandang, menyelipkan masuk amplop ke dalam saku gaun pekerja. Salah satu tangan mulai menyelipkan helai rambut [Hair Color] pada belakang indra pendengaran. Lantas saat itu juga Joseph mungkin saja baru menyadari seberapa mirip netra [Eyes Color] milik sang wanita dapat bersaing dengan kemewahan kristal. Atau memang menampak demikian karena bekas air mata masih membasuh. Maka saat [Name] memberi anggukkan, tangan sang lelaki mulai bergerak guna meraih salah satu pergelangan tangan sang wanita; sedikit memberi usapan pada bekas luka selagi memerhatikan sejenak. Benar, Joseph amat yakin bahwa pertemuan mereka tidak akan berakhir sampai sana. Ia memang hanya sekadar hendak menembus kesalahannya sebelum terlambat---
"Aku ingin menangkap rupamu pada potretanku."
---walaupun Joseph Desaulniers tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi kepadanya kelak.
---
Like the wind that cries
I can feel you in the night
A distant lullaby
Underneath the shattered sky
I'll be the light and lead you home when there's nowhere left to go
I'll be the voice you always know when you're lost and all alone
I won't let you go
Just hold on
It won't be long
---
Untuk memiliki kehidupan lebih bermakna, terkadang memang benar bahwa seseorang tidak seharusnya terus mengalami kebahagiaan dalam hidup. Menderita atau ikut menderita--- mengalami kesulitan selagi seseorang menemani dengan dukungan sederhana. Setelah menerima kebebasan dalam masalah finansial, [Name] memang menjalani kehidupan tak sama seperti dahulu sebelum diri menginjak kediaman Keluarga Desaulniers. Uang memang bisa menyelesaikan hampir seluruh permasalahan hidup, tetapi sang wanita selalu menahu bahwa hal itu tidak bisa menghapus rasa hambar di dalam diri. Setiap malam, sang wanita selalu bertanya dalam diri tentang keadaan bekas majikannya. Walaupun sempat mencuri kabar dari salah satu kenalannya yang masih menjadi pelayan di sana, ia selalu merasa tidak puas saat mengetahui tidak ada pelayan berani lebih menelaah lebih jauh. Tidak ada yang bisa merawat Joseph selayak dirinya dan hal itu selalu menjadi sebuah mimpi buruk berkepanjangan. Terkadang merefleksikan kemungkinan terburuk atau menggambarkan memori lama di mana menciptakan rasa rindu bergejolak.
Pada masa hidupnya sebagai penyanyi opera dan memutuskan tetap menjadi perawan tua, [Name] tidak pernah mengalami hal menarik selain menerima apa yang pantas ia dapatkan pada kerja keras beserta bakatnya. Walaupun suatu malam menjelang, sang wanita terlambat kembali menuju kediaman setelah bernaung sementara di dalam gedung opera. Sunyi--- tentu saja masyarakat London merasa sangat was-was dan mencari keamanan setelah mendengar rumor tentang pembunuh berantai. [Full Name] sangat sadar dengan kabar demikian, tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa diri akan menjadi salah satu pemakan rumor hanya karena melalui jam malam selama sekali seumur hidup. Walaupun sang wanita menyadari bahwa diri memang bisa saja mengalami pertemuan tidak terduga, entah benar atau tidak, selagi kabut mulai menutup jalanan, [Name] secara samar dapat menangkap sosok lelaki yang kebetulan hendak berjalan melewatinya. Berpostur tinggi dengan tubuh menegap di mana mencuatkan sisi mapan pada usia dugaan--- menggumamkan suatu lagu tertahan pada leher, tetapi dengan kasual melangkah mendekat karena memang mereka berlawanan arah. Sang wanita jelas meneguk saliva, tetapi ia tidak menyangka bahwa sosok lelaki berbalut pakaian formal itu memang hanya melewati tanpa memberi sebuah bahaya. Sebuah senyuman cukup lebar terulas, dan [Name] tidak bisa menangkap jelas setengah wajah atas sang lelaki selain memandang seberapa pucat permukaan kulit tersebut.
Walaupun saat sosok itu melewati sang wanita, [Name] yang telah meluruskan pandangan kini merasa bahwa ia menerima lirikan sejenak dan juga sebagaimana dengusan geli dipedengarkan. Salah satu tangan sang lelaki bergerak, sedikit menurunkan sisi depan topi sebagai salam bersamaan mulai membuka suara.
"Dia akan berhasil sebentar lagi."
Tetapi saat [Name] buru-buru menaruh atensi ke arah suara menggema itu, sang wanita tidak bisa menemukan siapapun di belakangnya. Selayak menghilang dengan mudah atau memang berkamuflase di balik kabut malam. Mungkin saja ia berhalusinasi karena lelah dan banyak pikiran, walaupun suatu hal berbeda terjadi setelah [Name] mengalami pertemuan itu. Dengan lelaki yang tidak ia kenal, tetapi banyak orang menyebutnya sebagai Jack The Ripper, dan jelas lelaki itu tidak akan menyentuh sosok wanita perawan, bukan?
[Name] memang selalu memikirkan kalimat yang dimaksud oleh sosok lelaki itu pada setiap tidurnya, walaupun mimpi buruk tetap hadir--- sang wanita amat sadar bahwa perubahan mulai terlihat di alam bawah sadar. Seperti suatu keadaan semestinya pada dunia nyata, ia seakan memasuki kedalaman hutan yang seharusnya mencekam dengan keberadaan ratusan pohon tinggi dan cukup memenuhi pemandangan langit. Langit malam terlihat bersih tanpa awan, tetapi setiap kali sang wanita berjalan; dedaunan mulai menghasilkan suara setelah terhembus oleh terpaan angin. Selayak memberi gambaran bahwa hutan tersebut sedang menangis, bahkan rupa langit indah tidak mampu menghibur. Setengah perjalanan selalu terhalangi oleh kesadaran realita, sang wanita selalu terbangun, tetapi saat ia kembali tidur pada malam berikutnya, maka keadaan serupa selalu hadir. Berulang kali tanpa henti dan membuat [Name] terasuki oleh penasaran yang amat sangat hingga berubah sedikit demi sedikit. Merubah rasa penasaran itu menjadi sebuah kesadaran setelah eksistensi seseorang bisa dirasakan pada dalam sana. Membuat sang wanita mulai mencari, menelusuri di bawah langit menampak indah yang kini secara jelas seperti sebuah cermin yang perlahan retak.
Hembusan angin seakan memandu walaupun menerpa seperti sebuah tangisan abadi, menyimpan suatu rahasia memilukan bagi para orang-orang yang sempat berkunjung pada tempat ini. Tetapi bagi [Name], hembusan itu telah menjadi alunan lagu dari kejauhan; cerminan dari harapan bahwa ia akan menemukan seorang lelaki yang ia ingin temui. Kedua kaki melangkah dengan cepat, sang wanita kentara merasa jelas bahwa ia dapat mendapati sesuatu di ujung sana. Permukaan rumput diinjak selagi napas berderu, merasakan bahwa ia hidup walaupun jatuh pada mimpi belaka--- samar dari titik sekarang, indra penglihatan mampu menangkap suatu cahaya kebiruan di atas rerumputan. Selayak langkah kaki membekas yang meninggalkan kobaran api kebiruan, tidak membakar seluruh seperti hanya memberi tanda. Tidak membekas lama saat perlahan menghilang termakan waktu, maka [Name] memutuskan mengikuti karena warna tersebut secara jelas membuatnya bernostalgia.
"!!!" Setelah kedua kaki membawa total seluruh tubuh dari dalam hutan, [Name] bisa menyadari satu hal yang ia tangkap sebagai penyambut pertama. Di mana suatu kediaman luas berumur sangat tua dan tidak terawat--- menjadi titik destinasi terakhir. Walaupun penampilan meminta pendatang untuk berbalik, sang wanita sendiri tidak mampu melakukan hal demikian setelah mengalihkan tatapan. Masing-masing kedua mata membelalak terkejut di mana posisi tetap berdiri diam dan berusaha merauk oksigen; ekspresi dipenuhi oleh rasa tidak percaya mendominasi, menangkap sosok lelaki yang berdiri pada tengah gerbang terbuka seakan memang sudah menunggu. Senyuman terulas di mana memenuhi harapan sang wanita tentang kebahagiaan dalam hidup, maka mulut yang sudah terbuka mulai menyampaikan suara walaupun masih terasa segan. Perasaan bercampur aduk, tidak mampu memerlihatkan emosional jelas selain campuran antara senang, kaget, dan bingung.
"Monsieur?"
("Tuan?")
Sosok lelaki tersebut mengenakan sebagaimana ia harus berpakaian sebagai keluarga kasta tinggi, di mana [Name] mengingat akan membantu sang lelaki dalam membenarkan ikatan tali dasi sebelum memulai hari. Luaran jas biru berkerah lebar memiliki motif keemasan sama seperti pinggir lapisan rompi berwarna kehitaman. Menampilkan pemandangan nostalgia, kedua tangan terlipat rapi di belakang punggung. Sang wanita menahu raut sosok itu terlihat sedikit lebih muda, tetapi dibandingkan mempertanyakan, ia memilih merasakan suka cita. Di hadapannya memang benar-benar adalah seorang Joseph Desaulniers. Tidak salah lagi.
"Sampai kapan kau akan mempertahankan panggilan itu, [Name]? Apakah dirimu sadar bahwa aku membebaskanmu agar kita tidak terikat oleh batasan tersebut?" Suara Joseph terdengar lebih bermakna di mana siratan semangat menandakan bahwa ia telah meraih ambisinya, tawaan pelan menjadi bumbu pelengkap dan terasa sempurna pada indra pendengaran sang wanita. [Name] berpikir bahwa saat ini ia sedang sama sekali tidak bermimpi. Pertemuan mereka adalah kenyataan dan menentang segala hal mustahil yang menjadi alasan mengapa Joseph dianggap tak waras.
"Merci d'avoir attendu. Mon objectif a été atteint et vous chercher comme maintenant, n'est pas difficile."
("Terima kasih karena sudah ingin menunggu. Tujuanku telah terpenuhi dan mencarimu seperti sekarang, tidaklah sulit.")
[Name] merasa aneh mengapa ia tidak mampu melepaskan kalimat yang sering ia lakukan saat masih melayani Joseph, tetapi sang wanita tidak bisa menahan perasaan senang setelah menangkap kalimat fasih dari mulut sang lelaki. Tidak menyangka tak hanya dirinya mencoba mencari keberadaan sang lelaki melalui cara berbeda dibandingkan memaksakan diri bertemu tanpa ada hak apa-apa, fakta bahwa Joseph membentuk jalur aneh seperti ini justru merupakan salah satu cara dalam pencarian. [Name] sendiri berusaha mengulas senyuman tipis, kedua tangan bergerak naik di mana kepalan tangan saling menimpa tepat di depan dada. Apa yang harus dikatakan? Ikut pula berterima kasih? Tetapi Joseph sudah cukup tahu bahwa wanita di hadapannya belum terbiasa dengan kejadian aneh yang dialami dan kebahagiaan dari pertemuan mereka belum bisa menutupi kenyataan itu. Maka sang lelaki tampak berjalan mendekat, benar-benar seperti momen di mana diri hendak melepaskan sosok wanita tersebut. Tetapi kali ini, Joseph justru tidak akan melepaskannya sama sekali.
Pada akhirnya saat sang lelaki berhenti tepat di hadapan, tangan tampak meraih salah satu kepalan, meminta agar sosok wanita tersebut membukakannya seiring meletakkan telapak tangan sang hawa di atas telapak tangannya. Punggung perlahan membungkuk di mana satu tangan lainnya masih berada pada belakang punggung, meninggalkan kecupan tepat di tengah punggung tangan milik [Name] seiring memejamkan kedua mata. Senyuman terulas lebih lebar--- membuat momen tersebut dilengkapi oleh pemandangan puluhan burung gagak yang saling beradu suara, mengepakkan kedua sayap guna keluar dari balik keberadaan kediaman tua. Berakhir menghiasi langit dengan gerak berputar seakan ikut menyambut kedatangan sang wanita. Pihak hawa menyipitkan kedua matanya, rona mulai menghiasi selagi sempat mencuri pandang menuju rupa langit. Benar saja, [Name] ingin tetap bertahan di sini bersama dengan Joseph, tetapi ia selalu mempenasari mengapa diri tak kunjung terbangun sama seperti kedatangan sebelumnya?
.
.
.
'Inilah rumahku sekarang dan aku tidak akan melepaskanmu. Bergabunglah, Ma chérie. Kau akan ikut abadi bersama denganku. Di dunia yang dapat kubuat.'
.
.
.
Memori realita itu memanglah samar dan waktu ikut pula merenggut masa sang wanita. Kulit keriput, tubuh melemah, ingatan membuyar. Semakin lama diri tidak bisa membedakan sebuah dimensi kesadaran. Terbaring letih di atas kasur, hanya mimpi menjadi harapan untuk mengecap rasa kehidupan. Tetapi sadar akan mengalaminya untuk terakhir kali--- ia mulai memejamkan mata selagi menyimpan rasa putus asa. Walaupun diri tidak menyadari, [Full Name] diselamatkan dari kematian, satu cermin yang selalu ada pada ruang tidurnya mulai memberi suatu gelombang. Tempat di mana Joseph Desaulniers tinggal setelah ia dikabarkan menghilang beberapa bulan lalu.
.
.
.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top