Terkenang [BoBoiBoy]
Kenangan atau ingatan merupakan kepingan dari yang kita selama ini jalani dalam hidup. Kadang pahit, kadang manis. Sesuatu yang mengingatkan kepada seseorang dan terjadi pada masa lalu.
BoBoiBoy Fanfiction Indonesia
Finally, You Find Me! [OPEN REQUEST]
Cerita milik Cuzhae
BoBoiBoy milik Monsta
•Rate: K+ || Family, Hurt/Comfort || Dady!Amato || Sequel! Awan Kelabu || Please, play video on mulmed- Sammy Simorangkir - Kesedihanku•
Please don't be siders, okay?!
RnR?
DON'T LIKE, DON'T READ!
.
.
.
Terkenang - BoBoiBoy n Amato
.
"Ayah.." Sudah keberapa sekian kalinya ia menyebut ayahnya. Ia sangat terpukul. Kalau saja ia tidak sembarang menyebrang dan segera menghindar. Pastinya dirinya masih bercengkerama dengan seorang yang amat di rindukannya.
.
.
.
Sepinya hari yang ku lewati
"BoBoiBoy.. Kau sudah bangun, Nak? Cepatlah turun. Teman-temanmu datang untuk menemuimu." Sang ibu berusaha membujuk anak tunggalnya agar keluar dari kamar. Karena hampir seharian penuh dia mengurung diri di dalam kamar.
"Suruh saja mereka pulang, Bu. Aku ingin sendirian dulu.." Yang dipanggil hanya menjawab lirih.
"Tapi setidaknya kau keluar dulu sebentar saja. Apa kau tidak lapar? Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu loh~"
"..." Tidak ada jawaban dari balik pintu.
"Huft.. Setelah kau merasa baikan cepat keluar yah."
"..." Lagi-lagi keheningan yang menjawab.
Bukannya ia ingin membuat ibunya semakin merasa sedih, tapi ia harus beradaptasi dengan tiadanya sang ayah. BoBoiBoy masih belum sanggup berhadapan dengan kenyataan bahwa ayah tercintanya meninggalkan ia dan ibunya. Ia tahu bahwa Ibu hanya berpura-pura tersenyum dan tidak terjadi apa-apa selama ini. Namun, di balik ini semua hatinya benar-benar hancur dan senyuman itu terdapat kesedihan yang amat. Bahkan dirinya sering mendengar Ibu menangis.
Waktu terus berjalan dan tak berhenti maupun kembali lagi. Setelah BoBoiBoy absen sekolah hampir seminggu akhirnya ia dapat masuk, meskipun ada beberapa pelajaran yang ketinggalan. Tapi untungnya teman-temannya- ah tidak, sahabatnya dengan suka rela mengajari materi ketika BoBoiBoy absen. Ia sadar bahwa hidup harus dijalani bukan untuk dijauhi. Meskipun hatinya masih terasa sepi dalam harinya.
Kini tak ada teguran cemas ayahnya lagi. Karena dia tidak masuk sekolah disebabkan penyakitnya kambuh. Ayah pasti akan menasihatinya sampai BoBoiBoy benar-benar akan melakukan yang disuruh oleh Ayah. Jangan terlalu capek lah, jaga kesehatan lah, jaga pola makan lah, dan masih banyak lagi.
Ketika BoBoiBoy malas belajar, maka ayah tak segan-segan menyamangatinya dan membantu BoBoiBoy jika ada pelajaran yang belum terlalu dimengerti.
.
.
.
Tanpa ada dirimu menemani
Semua peluh yang di keningnya ia hapus. Sungguh terlalu letih untuk hari ini. Secara kebetulan atau memang BoBoiBoy saja yang belum tahu, praktek olahraga dilaksanakan hari ini. BoBoiBoy bergegas mengganti baju seragamnya dengan kaos berwarna biru. Ia menuju dapur dengan mendapati ibunya sedang memasak dan jangan lupa senyuman yang selalu tepancar dari wajahnya.
Dekat, semakin dekat, dan dengan cepat BoBoiBoy memeluk pinggang ibunya dari belakang. Semakin lama desahan kecil serta isakan terdengar.
"BoBoiBoy.."
Masih isakan yang terdengar.
"Ada apa? Kalau ada sesuatu ceritakan ya~ Ya sudah, kita makan dulu, baru nanti kau ceritakan yang membuatmu begini." Ibu melepaskan pelukan putranya dan menariknya ke meja makan.
Kini hanya mereka berdua di meja makan. Tak ada lagi sosok yang selalu semangat dalam makannya dan memuji masakan Ibu, tak ada lagi bisa menggantikan sosoknya.
Setelah sesi makan selesai--dalam keheningan. Ibu menuju ruang keluarga disusul BoBoiBoy mengikutinya dari belakang.
"Ibu.."
"Hmm.."
"Setelah aku lulus dari SMK, aku ingin bekerja. Aku tidak mau harus bergantung pada Ibu. Aku tidak akan melanjutkan kuliah."
Ibu terlonjak mendengar itu. Sungguh putranya sama sekali tidak menyusahkan dirinya. Memang sekarang ia yang bekerja untuk keseharian mereka. Ia hanya ingin putranya menjadi orang sukses itu saja. Menjenjang sekolah tinggi. Hanya ingin melihat putranya mengejar cita-citanya menginginkan sebagai penyanyi.
"Ibu tidak setuju. Kau harus kuliah dan menamatkan sekolahmu."
"Tapi.. Sebagai laki-laki seharusnya aku yang bekerja bukan Ibu."
"Intinya kau harus tetap melanjutkan sekolah."
"Kalau itu yang Ibu mau baiklah aku terima.. Tapi Ibu harus mengizinkanku bekerja. Aku janji deh, akan mengatur waktu. Boleh ya, Bu?" Kini BoBoiBoy bertekuk lutut di depan Ibu sambil memohon-mohon.
Karena tidak tahan melihat putranya begini. Pada akhirnya sang ibu hanya mengiyakan permintaan BoBoiBoy. Dengan bersorak BoBoiBoy memeluk ibunya.
.
.
.
Sunyi kurasa dalam hidupku
Disebabkan tidak ada lagi yang harus dikerjakannya, maka BoBoiBoy mengambil gitarnya dan pergi ke halaman belakang rumah. Ibunya juga sedang tidak ada di rumah. Mau main ke rumah sahabatnya, malas. Jadi beginilah rutinitasnya jika sedang bosan.
Lambat laun BoBoiBoy memetik senar gitarnya sehingga mengeluarkan nada yang indah. Dan matanya tertuju pada langit senja. Sebuah memori memutar di kepalanya.
•••
"Haha.. Ayolah, Ayah! Masa segitu udah capek. Padahal kita baru berlari sebentar, tapi Ayah sudah ngos-ngosan. Gimana sih."
Di sebuah jalan terdapat dua orang yang tengah berlari sore. Memang setiap sore jalan ini selalu ramai yang hanya sekedar jalan kaki atau berlari seperti mereka.
"Oh.. Kau meledekku, ya? Baiklah kita balapan sampai rumah. Lihat saja siapa yang kau ledek ini, BoBoiBoy." Pria paruh baya menampilkan senyuman mengejek.
"Oke. Aku terima tantangan Ayah."
"Siap? 1... 2... 3... Go!"
BoBoiBoy merasa terkesiap, ternyata ayahnya tak seperti diduganya. Ayah berlari lebih cepat dari yang tadi. Tidak ada napas tersengal-sengal.
"A-aku huh.. Tak sangka huh.. Ayah lari ... dengan cepat sekali huh.." BoBoiBoy memandang ayah tidak percaya.
"Biasalah. Jangan kira ayahmu yang mulai tua ini lemah. Ayah dulu adalah atlet olahraga terkenal."
"Eleh.."
"Haha, sudahlah nanti Ayah ajarkan olahraga yang ingin kau bisa!"
"Beneran? Janji?"
"Iya. Ayah janji!"
***
Kini janji itu hanya angan-angan. Yang tak 'kan ditepati lagi oleh yang memberi janji, Ayah.
.
.
.
Tak mampu aku tuk melangkah
Jujur. Jika BoBoiBoy bisa mengulang kembali waktu, ia akan melakukannya. Berlari dari kenyataan pahit ini. Menghindar dari segala bahaya. Berhadapan dan melangkah terhadap masa depan terlalu sulit.
Namun, Ayah selalu bilang...
'Jangan menengok ke masa lalu terus, lebih
baik belajar dari sekarang untuk masa depan
mu'
Tentu kata-kata itu tak 'kan pernah ia lupakan. Dan dengan semangat dari sang ayah waktu itu. BoBoiBoy akan berusaha bangkit meskipun sulit.
.
.
.
Masih kuingat indah senyummu
Berdiri di depan kaca dan berusaha menampilkan senyuman terbaiknya. Namun, senyumannya masih terlalu kaku. Maka dari itu BoBoiBoy berlatih agar senyumannya tidak terlalu terlihat seperti dipaksakan. Karena terlalu sering menangis dan jarang tersenyum tentunya.
Dirinya berhasil membuat senyumannya sedikit ramah. Kalau dilihat lebih teliti dan dalam lagi. Senyuman BoBoiBoy terasa begitu mirip dengan Ayah. Senyuman yang begitu tulus dan hangat. Baginya bisa dibilang itu senyuman terindah yang BoBoiBoy lihat selama ia hidup.
.
.
.
Yang selalu membuatku mengenangmu
Di sebuah pusat perbelanjaan BoBoiBoy dan Ayah membeli barang yang diperlukan di rumah. Karena Ibu menyuruh mereka yang belanja hari ini.
"Ayah kenapa senyum-senyum gitu? Emang gak risih, ya? Tuh, dilihatin sama orang tahu."
"Memangnya kenapa? Senyuman kan ibadah. Lagipun dengan tersenyum Ayah merasa bisa menghadapi masalah sekalipun yang berat. Dibawa enjoy~"
"Tapi gak sesering itu, 'kan?"
"Terserah kamulah, BoBoiBoy. Yang pasti ingat 'selalu tersenyum meskipun hatimu berkata lain'. Ah cepat nanti Ibu bisa marah jika kita terlalu lama. Ayo!"
***
Mengingat pesan itu tentu BoBoiBoy berusaha melakukan yang ayah inginkan. Menjadi orang yang kuat untuk orang yang disayangi.
.
.
.
Terbawa aku dalam sedihku
Namun, masih tetap saja air mata itu terus mengalir tak habisnya. Ketika semua temannya masih memiliki ayah dan sungguh BoBoiBoy iri melihatnya. Mereka masih bisa mengobrol dengan ayahnya. Sedangkan dia. Tidak..
•••
Saat itu BoBoiBoy merasa kesal dengan Ayah. Menjadi penyanyi adalah impiannya. Namun, mengapa Ayah melarangnya untuk mengejar cita-citanya itu. Sekalipun diberi izin, ada syaratnya. Membuat dirinya semakin tertekan. Ibunya saja mengizinkannya.
Hal yang selau ia lakukan adalah mengurung diri di kamar jika BoBoiBoy dalam mode ngambek.
"BoBoiBoy.. Keluarlah. Ayah tahu salah. Maaf tadi membentakmu dan membuatmu tersinggung. Ayah hanya mau kau menjadi orang yang berpendidikan. Ayah takut jika kau menjadi penyanyi, maka kau tidak akan mementingkan lagi sekolahmu. Itu saja. Kalau kau tetap tidak keluar, Ayah akan berada di depan kamarmu."
Untuk beberapa saat tak ada sahutan dari dalam dan dalam menit kesepuluh, pintu kamar BoBoiBoy terbuka.
"BoBoiBoy juga minta maaf. BoBoiBoy egois. BoBoiBoy tak memikirkan perasaan Ayah." BoBoiBoy akhirnya membuka pintu dan menyambar Ayah dengan pelukan yang erat.
"Sudahlah, Ayah izinkan. Tapi, ingat kau harus sekolah dengan benar."
"Pasti. BoBoiBoy janji!"
***
Tak ada lagi perdebatan antara dirinya dengan ayah.
.
.
.
Tak sadar kau tak di sini
Kemarin guru di sekolah mengumumkan akan ada ulangan. Terlalu dadakan memang. Tapi tidak menyurutkan semangat belajar BoBoiBoy. Sampai-sampai dia ketiduran di meja belajarnya.
Ibu yang kebetulan terbangun karena haus, melihat kamar BoBoiBoy lampunya masih menyala. Menengok ini sudah malam. Mungkinkah BoBoiBoy masih terjaga dan tak bisa tidur? Pintunya tidak dikunci. Jadi Ibu memasuki kamar putranya. Tidak biasanya BoBoiBoy belajar sampai ketiduran begini.
"BoBoiBoy.. Bangun, Nak. Tidurnya di kasur, jangan sambil duduk begini."
"Hhh.. Sebentar Ayah, aku sebentar lagi. BoBoiBoy sedang belajar. Besok ada ulangan." Ia menjawab dengan setengah sadar. Ibu hanya tersenyum simpul melihatnya masih menganggap Ayah masih ada di sini.
"Ini Ibu, BoBoiBoy.."
"Hah? Tapi ... bukankah Ayah mengajariku belajar tadi?"
"Sudahlah cepat tidur sana. Ibu tidak mau kau kesiangan."
"Hn." Oh, ternyata dirinya tadi hanya mengigau saja, ya.
.
.
.
Engkau masih yang terindah
Indah di dalam hatiku
Dunia seakan terhenti sejenak. Sekelebat siluet seperti sosok Ayah terlihat sedang tersenyum di ambang pintu kamarnya.
Sontak BoBoiBoy terlonjak, mengucek mata. Entah karena matanya yang bemasalah atau hanya halusinasinya saja. Air mata berhasil lolos dari pelupuk matanya.
Tak akan yang bisa menggantikan sosoknya. Sosok yang terindah, sempurna dalam hidupnya. Senyumannya. Pemberi semangat. Ayah yang sangat sempurna. Ia tak pernah rela jika nanti Ibu ingin menikah lagi. Karena Ayah adalah teladan bagi BoBoiBoy. Orang tegar dan kuat.
Jika ada yang bertanya apa aku bahagia, bangga, bersyukur memiliki ayah seperti beliau? Maka akan ku jawab 'Ya', sangat-sangat bersyukur. Tanpa ada dirinya entah bagaimana aku nantinya.
.
.
.
Mengapa kisah kita berakhir
Yang seperti ini
Masih terngiang di benaknya. Suara kendaraan melaju sangat kencang, suara klakson memekakkan telinga. Bagaimana wajah Ayah terakhir kalinya. Darah dimana-mana. Teriakkan ibunya. Berharap ini semuanya hanya mimpi buruk dan akan bangun di keesokan harinya dengan Ayah yang membangunkan BoBoiBoy seraya memarahinya karena bangun terlambat. Semuanya ini takdir.
.
.
.
Hampa kini yang ku rasa
Menangis pun ku tak mampu
Sudah terlalu lelah BoBoiBoy menangis. Matanya sudah sembab. Untungnya matanya tidak sampai bengkak. Suaranya parau dan serak. Hari ini BoBoiBoy rindu berat dengan Ayah. Hatinya hampa. Kosong. Sekarang dirinya seperti mayat hidup dengan tatapan kosong. Ibu sudah membujuknya berulang kali.
"BoBoiBoy, kendalikan dirimu.. Tenanglah, Ibu masih ada disampingmu. Kau masih mempunyai orang yang sangat perhatian kepadamu. Sadarlah dan terima dengan mengikhlaskan ayahmu pergi. Biarkan dia pergi dengan tenang. Coba bayangkan jika dirinya melihatmu sampai begini!"
'Tentu Ayah akan merasa khawatir terhadap diriku.'
.
.
.
Hanya sisa kenangan terindah
Kau tinggalkan kenangan paling indah. Dimana kau menjadi ayah yang sempurna bagiku. Hanya kenangan itu yang akan ku ingat saat ku merindukanmu, Ayah.
.
.
.
Dan kesedihanku
Namun, juga meninggalkan luka teramat dalam yang membekas. Mengingatnya sama saja mencabik-cabik hati. Kepergianmu membuat diriku agar menjadi kuat.
'Terlambat ku sadari kau teramat berarti, terlambat tuk kembali.'
'Selamat tinggal, Ayah. Tunggu aku dan Ibu di surga-Nya. Kita semua akan berkumpul kembali.'
.
.
.
.
.
.
THE END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top