✦ 𖤘 ::┊Chapter 6 : ❛Retakan batas.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Dia kembali ke masa-masa di mana dia pernah kehilangan. Terpuruk, takut. Dan dia menunjukkan itu semua secara tak langsung pada si gadis.

Atau ... sang gadis yang telah menariknya.

꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦

Suasana yang berat. Sekitaran taman yang sudah hancur serta benda-benda yang sudah berubah menjadi kepingan. Gojo mengusap rambutnya yang sedikit berantakan, satu mayat roh kutukan ada di hadapannya, yang tak lama lagi akan berubah menjadi debu.

Si surai putih membalikkan tubuh bersamaan dengan mayat yang perlahan menjadi abu. Langkah kaki si pria berirama, begitu tenang dengan aura yang masih sedikit berat. Mungkin sensasi saat melawan roh kutukan yang cukup kuat bagi Gojo masih terasa.

Dia berhenti di depan sang gadis yang sejak tadi menunggunya dan masih memakai penutup mata miliknya.

Aku akan membawanya pergi sebelum melihat keadaan taman ini. Gojo bergerak menggendong [Name] hingga si gadis dengan spontan melingkarkan tangannya ke leher Gojo.

“Tunggu, Gojo-san ...!”

“Ayo pergi!”

Dalam beberapa detik mereka tiba di tempat lain. Sebuah pekarangan rumah yang terawat begitu baik. Ini rumah [Name] atau ayahnya? Yang jelas tempat ini adalah rumah yang Gojo datangi bersama Yaga-sensei dulu.

“Sampai~!” Gojo menurunkan sang gadis dari gendongannya.

[Name] menyentuh penutup mata, kemudian melepasnya. Mengerjabkan mata sebentar untuk menyesuaikan pencahayaan lantas melihat ke arah Gojo yang berdiri di hadapan tanpa penghalang mata apapun.

“Aku tahu wajahku tampan, [Namee]~”

Si gadis tertawa ringan sebentar. Lalu mengulurkan tangannya memberikan penutup mata itu pada Gojo.

“Ini, aku kembalikan padamu,” ucap [Name] dengan senyuman yang lebar.

Gojo memakai kembali penutup matanya. Membuat surai putih yang awalnya jatuh kembali berdiri melawan gravitasi lagi. “Ini rumahmu ‘kan?” tanyanya.

“Iya! Umm ... sebenarnya ini rumah ayahku, sih.”

“Eh? Kau tidak tinggal bersama pak tua itu?” Gojo memasukkan kedua tangan dalam saku.

[Name] menggeleng. “Aku tinggal di tempat lain. Agak jauh dari sini.”

“Oh ... aku tidak tahu itu.” Suaranya terdengar tidak acuh.

Si gadis mengibaskan kedua tangan. “Tidak masalah, kok! Aku memang tadi mau mampir ke sini. Makasih, ya, Gojo-san!!” Kemudian menyembunyikannya ke belakang punggung.

“Kamu mau mampir dulu? Yah ... kalau kamu tidak sibuk, sih.” [Name] menunjuk ke arah rumahnya dengan ibu jari.

“... Tak masalah~ aku bisa mampir sebentar.” Gojo berjalan ke arah pintu masuk terlebih dahulu daripada [Name]. Si gadis menyusul dengan cepat, saat sampai membukakan pintu untuk Gojo.

“Ayahmu di mana?” Si surai putih bertanya.

“Mungkin dalam perjalanan pulang.”

“Oh? Orang tua itu masih kuat kerja?”

“Iya! Yah, aku berharap dia cepat pensiun. Padahal, kak Yuu sudah bisa menggantikannya ....”

“Palingan dia tidak mau jabatannya diambil ‘kan?”

[Name] tersenyum menanggapi. “Kamu duduk dulu. Aku akan menyiapkan cemilan, ya?”

“Okee~!”

[Name] pergi ke dapur. Dia mengeluarkan dompet dan ponsel dari dalam saku cardigan dan diletakkan ke atas meja. Kemudian berjalan ke arah lemari, mengeluarkan beberapa makanan ringan juga menyiapkan satu susu cokelat.

Gadis itu datang dan mendapati Gojo sudah duduk tenang di sofa dengan kedua kaki yang ia naikkan ke atas meja. [Name] meletakkan nampan ke atas permukaan meja di sisi kaki Gojo.

“Kau cepat juga, ya, buatnya~” Si pria menurunkan kedua kakinya.

“Soalnya kamu mungkin gak bakalan suka menunggu lama ‘kan?”

Gojo membuka satu keripik kentang, mengacak-acak isinya dan mengeluarkan satu untuk dia masukkan ke dalam mulut.

“Kurasa ... kau terlalu memikirkan orang lain,” ucap Gojo.

“Hm?”

“Kau kurang perhatian pada dirimu sendiri. Ah, mungkin ini alasan kenapa ayahmu begitu merawat mu?” Gojo menyandarkan tubuhnya.

“Yah, bukannya wajar seorang ayah merawat anaknya?”

Gojo menaikkan kedua kakinya kembali ke atas meja. “[Name].”

“Iya?”

“Aku sudah memikirkan ini beberapa kali dan masih sedikit tidak mengerti, sih,” –Gojo menopang dagu– “saat itu ... kenapa kau mengkhawatirkan ku?”

Dia bingung. Orang yang baru kenal dengannya dan baru berbincang bersamanya selama beberapa jam tiba-tiba begitu mengkhawatirkannya saat terkena masalah. Gojo paham kalau gadis ini mungkin punya empati yang besar, tapi ... dari semua orang, kenapa dia? Gojo akan menganggap dirinya spesial jika dia satu-satunya yang diperlakukan seperti itu. Namun, itu semua tidak ada artinya jika tidak berhubungan dengan kekuatan.

Senyuman terukir pada wajah sang gadis. Kemudian berkata, “Aku dengar ... teman baik kamu ... pergi.”

Gojo bungkam mendengarkan. Raut wajah perlahan mendatar, sedikit ... tidak nyaman membahas sesuatu yang begitu sensitif baginya, tapi dia tidak menghentikan.

“Beberapa orang di luar sana mungkin akan memilih kehilangan kekasih mereka daripada sahabat mereka ‘kan?” Si gadis melanjutkan. Kedua tangan saling meremas di atas pangkuan.

“Dan ... ini memang tidak sopan, sih, tapi ... maaf waktu itu aku sempat datang ke sekolah Jujutsu karena ingin melihatmu. Aku sempat ingin menghampiri mu ... dan mengurungkan niat saat melihat wajah kamu.”

Apa saja yang dia lihat waktu itu? Gojo membatin.

“Aku memang tidak tahu apa-apa soalmu dan teman kamu, tapi ... ada satu hal yang kutahu dan sangat mengerti. Itu alasan kenapa aku bisa mengkhawatirkanmu.”

“Huh?” Gojo mengangkat dagu dari tangan. Kemudian mengangkat sedikit penutup matanya. Berjaga-jaga jika saja gadis ini sudah melewati batas yang dia buat, Gojo hendak mengintimidasi.

Senyuman si gadis mekar, bukan menunjukkan sebuah kehangatan ataupun keceriaan. Kali ini ... dia memberikan sebuah kesedihan. “Kehilangan itu menyakitkan, ya?”

Tanpa sadar, tubuh si surai putih bergerak sendiri. Tangan terulur menutup mulut [Name]. Jarak begitu dekat, suara kekehan rendah yang terdengar ... menyedihkan tertangkap pendengaran.

“... Bisa kau hentikan itu?”

Gojo tidak tahan jika seseorang menatapnya penuh ketulusan seperti itu. Tatapan itu seakan menembus dalam dirinya, juga ... seolah berusaha menembus dinding yang telah dia buat di antara orang lain. Tidak. Mungkin dinding itu sudah mulai retak untuk sang gadis.

Membahas ini lebih lanjut akan menunjukkan kelemahan terbesar si surai putih. Perasaannya sendiri. Sesuatu yang mungkin ingin dia hilangkan. Dan ingatan masa lalu di mana dia terakhir kali melihat senyuman sang sahabat. Satu-satunya.

Dia tidak akan merusak [Name], tapi mungkin gadis ini yang akan semakin merusak batasnya.

“Waah ... ckckckck.”

.

.

.

.

.

.

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top