✦ 𖤘 ::┊Chapter 4 : ❛Gadis itu.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓘𝓷𝓞𝓬𝓽𝓸𝓫𝓮𝓻 ੈ ┈┈┈

Aku rasa ... dia tahu aku mengkhawatirkannya dulu, tapi karena kami baru saja saling kenal. Dia tidak begitu mempedulikan ku.
-[Name].

꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦

Sensei!!

“Hu? Ada apa, Yuuji kun~!”

Empat orang dengan seragam gelap berkumpul. Saling berdesakan seakan mereka berada di dalam ruangan yang sempit. Gojo Satoru tersenyum menyebalkan saat melihat ketiga anak muridnya berdebat. Tanpa ada niat untuk menghentikan.

“Kita mau menjalankan misi, tapi kenapa masih ada orang di sekolah ini, Gojo sensei?” Seorang anak berambut gelap dan runcing bertanya dengan nada berat. Ia bernama Fushiguro Megumi. Anak kelas satu dari sekolah Jujutsu.

Gojo mengapit dagunya. “Hmm ... wajar, sih, masih banyak orang. Sensei belum ketemu kepala sekolahnya,” ucapnya santai.

“Apa?! Sensei ... seharusnya lebih cepat menanggapi ini daripada kita semua kesusahan dengan korba—”

“Enaknya nanti pas pulang mampir ke kafe kali, ya?” Satu anak yang tidak begitu mendengarkan Megumi memotong ucapan. Namanya adalah Itadori Yuuji.

“Tunggu! Bukannya kita sudah sepakat nanti mau mampir ke restoran ‘kan!!” Satu-satunya gadis di sana melayangkan protes. Kugisaki Nobara.

“Kalian suit saja!!” Gojo menambahi. Tidak. Dia tidak akan menghentikan ini.

Megumi menyentuh keningnya. “Kalian harusnya mengkhawatirkan keadaan sekolah ini daripada membahas soal itu!”

“Tenang saja, Megumi. Kalian pasti bisa membereskan ini dengan mudah! Yah, karena kalian adalah murid Gojo Satoruu~!” Dia mengatakan itu dengan segala kebanggaan miliknya. Dibarengi suara Nobara dan Yuuji yang masih berdebat.

“Mm ... hai?”

Huh?

Gojo bungkam kala suara halus yang terdengar begitu lembut tertangkap pendengaran. Tubuhnya menegak tanpa sadar. Ia diam dalam posisinya. Sementara, ketiga anak muridnya saat ini tengah melihat pada sang pemilik suara.

“Kalian datang ke sini untuk menghabisi kutukan ‘kan?”

Dari nada suaranya, si surai putih jelas tahu kalau orang ini sangat ramah juga murah senyum. Mengingatkannya pada sosok gadis bertubuh mungil yang ada di masa lalu. Satu-satunya gadis yang selalu menyunggingkan senyuman ceria yang tulus juga kehangatan seperti sebuah rumah.

“Loh? Kok dia tahu?” Yuuji melihat ke arah Megumi.

“Jangan menatapku.”

“Mungkin dia yang akan memandu kita kali, ya?” ujar Nobara. Dari nadanya dia terlihat tidak begitu tertarik, meski matanya fokus pada merk pakaian yang gadis itu pakai.

“Aku tahu dari seragam kalian,” ucapnya seraya tersenyum.

Megumi berdeham. “Maaf. Kami ke sini memang untuk menjalankan misi. Bisa tunjukkan di mana ruangan kepala sekol—”

“BAIKLAH!!” Gojo bersuara setelah bungkam selama beberapa saat. Dia mendorong anak muridnya menjauh, meminta mereka untuk membasmi kutukan itu saja dan menyerahkan bagian ini padanya. Ia melambaikan tangan dengan semangat. Meski ketiga anak itu tidak peduli padanya.

“Nah ... mereka sudah pergi. Sekarang kita berdua ‘kan? [Name]?” Gojo menolehkan kepala. Suaranya merendah, walau begitu senyuman tetap ia sunggingkan.

Suara bunyi bel dan suasana kafe terasa. [Name] tersenyum canggung dengan sedikit kekehan, agak tidak nyaman berdua dengan Gojo dalam kafe yang cukup ramai. Berbagai jenis makanan manis ada di hadapan mereka, semua Gojo yang pesan sesuai seleranya sendiri. Tanpa bertanya apapun pada si gadis terlebih dahulu.

“Eeh ... Gojo-san?” Gadis itu memanggil. Menarik perhatian Gojo yang sejak tadi menikmati makanan manisnya.

“Hm~?”

“... Ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan denganku?”

“Kau terasa sedikit berbeda, ya?”

“Eh?”

“Aku sudah lama tidak melihatmu. Dan ternyata energi kutukanmu sudah semakin besar. Kenapa tidak jadi dokter saja kayak Shoko?”

Si gadis mengerjab. “Karena aku lebih suka jadi guru?” Dan berpikir siapa orang bernama Shoko.

“... Kalau kau jadi dokter dan berlindung di dalam sekolah Jujutsu. Kekuatanmu akan jadi lebih berguna, loh~!”

[Name] mengedikkan kedua bahunya. “Yah, kamu tahu? Aku lebih suka bermain dengan anak-anak remaja yang masih perlu dibimbing, sih~” Tangan si gadis bergerak menyendok es krim di hadapan.

“Anak-anak remaja seperti itu juga ada di sekolah Jujutsu ‘kan?”

Sang gadis melebarkan senyuman hingga mata sedikit menyipit. Bibir tak mengatakan apapun lagi untuk membalas sang pria, tangan kanannya bergerak kembali menyendok es krim kemudian memasukkannya ke dalam mulut, menikmati rasa dingin dan manis.

“... Kau tidak berubah, ya?” Gojo bersuara.

“Hm?”

Sendok es krim tertahan dalam mulut [Name]. Matanya mengerjab menatap wajah Gojo yang menyunggingkan senyuman miring seraya bersedekap.

“Kamu tahu ... waktu itu kita kenalannya cuma beberapa jam saja ‘kan?” Si gadis mengeluarkan sendok es krim dari dalam mulutnya.

Gojo menganggukkan kepala. “Lalu kenapa dengan itu?”

“Aku agak tidak mengerti. Maksudku, kamu tidak kenal sepenuhnya apa-apa tentangku begitu juga sebaliknya. Jadi ... bagaimana kamu bisa memutuskan aku berubah atau tidak?”

Gojo bungkam sebentar. “... Kau masih ramah dan lembut aja, tuh.”

[Name] sedikit mengaduk-aduk es krim dalam gelas. Kini berpikir, mungkin Gojo suka melakukan dan memutuskan sesuatu tanpa menanyakan pendapat orang lain terlebih dahulu. Sama dengan sekarang dan seperti tadi saat dia memborong semua makanan manis ini tanpa mengatakan apapun pada [Name]. Tidak seperti orang yang biasa lakukan.

“Tuh, liat. Kau selalu saja tersenyum. Kau tidak pernah murung, ya?” Gojo memajukan sedikit tubuhnya ke depan.

“Ini sudah kebiasaan, hehe~ oh iya, bagaimana keadaan kamu sekarang?”

“Huh?” Gojo jadi sedikit cemberut.

“Kamu ... sekarang baik-baik saja atau tidak baik-baik saja?”

“... Apa maksudmu mengatakan itu?” Harga dirinya terasa sedikit disinggung karena ini. Jelas saja ‘kan? Dia yang terkuat, pasti semuanya akan baik-baik saja.

“Aku sempat mengkhawatirkanmu dulu.” jawab [Name].

Gojo mengapit dagu. “Oh, waktu itu, ya? Kepala sekolah Yaga sudah mengatakannya padaku, sih.”

“Kurasa itu sedikit menyusahkanmu. Maksudku, saat kamu dalam keadaan seperti itu. Aku malah sibuk mengkhawatirkanmu, orang yang baru saja kukenal.” [Name] mengedikkan kedua bahu.

Sampai segitunya? Gojo membatin. Perasaan–mungkin bersalah– muncul dalam diri saat tahu ada seseorang yang begitu peduli sampai mengkhawatirkannya di saat dia dalam keadaan terpuruk, meski baru berkenalan selama beberapa jam. Tangannya bergerak mengusap tengkuk. Ia berkata, “Maaf, [Name]. Aku tidak mendatangimu lagi sejak saat itu.” Kini sedikit ... canggung.

“Eh? Tak apa, kok! Santai aja ... gak usah canggung, ya?”

Empatinya besar banget, ya? Gojo terkekeh.

Sang gadis sedikit memiringkan kepala, raut wajahnya terlihat melembut. Ia lantas berkata, “Kamu sudah berusaha bisa melewatinya, ya, walau ... yang kamu rasakan waktu itu sangat berat.”

Huh? Mata melotot dari balik kain hitam yang menghalangi pandangan sang pemilik enam mata. Yang kini semakin melebar setelah mendengar perkataan sang gadis.

“Kamu sudah berjuang, ya~” Senyuman lebar menghiasi wajah [Name] sampai kedua mata menyipit, binar cahaya bertambah dikedua manik hitam-keabuannya yang kini terlihat lebih lembut dari sebelumnya.

Senyuman tidak si surai putih pasang di saat perasaan hangat nan nyaman menjalar pada dalam dirinya. Kedua kelopak mata masih tetap melebar dibalik kain hitam. Dia mengusap belakang kepala, disusul suara kekehan yang terdengar rendah.

“Ah ... ini di luar dugaan.”

.

.

.

· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top