꩜ 𖤘 ::┊Chapter 38 : ❛His Story.❜
Hubungan pertemanan yang indah. Namun, menyimpan sebuah pilu.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
“Rambutku jadi sakit.”
[Name] tersenyum tak enak hati seraya menundukkan kepala. Sedikit melirik ke samping, mengintip untuk melihat ke arah Gojo yang sedang mengusap-usap rambutnya dengan raut wajah jengkel.
“Kau mengganggu momen kita. Setelah Megumi, kau lagi yang melakukannya,” ucap Gojo. Terdengar agak dingin, tapi nada kesal juga begitu kentara dalam suaranya.
“Maaf.”
“Apa semesta tidak ingin aku melakukan itu?” ucap Gojo. Mulai tidak masuk akal. Mengoceh tentang ini dan itu untuk menyinggung [Name] yang telah menjambak rambutnya ketika mereka saling bertukar saliva beberapa waktu lalu.
[Name] menggaruk pipi kanan dengan jari telunjuk. Agak berkeringat dingin juga masih merasa tidak enak hati. Tentu saja. Ia tahu dan cukup mengerti alasan Gojo kesal, selain ia yang telah menjambak rambut si pria, mengganggu waktu 'panas' juga menjengkelkan. Terlebih, di saat diri sudah tenggelam dalam kenikmatan itu. Namun, [Name] tidak ingin melakukannya lebih dari ciuman. Dia belum ingin. Meskipun ia tahu banyak pasangan di luar sana telah berhubungan badan dan dalam negara ini dilegalkan, [Name] tidak pernah sekalipun memedulikan tentang itu dan tetap tak mau melakukannya.
Walaupun begitu, ia tidak mungkin bersikap egois dan mengabaikan keinginan Gojo.
“Ne, Satoru.”
“Jangan bicara padaku. Aku masih kesal, tau.” Gojo cemberut.
“Memangnya kamu mau melakukan itu denganku?” tanya sang gadis.
“Huh?” Gojo menoleh. Menatap tepat pada iris mata indah gadisnya yang kini melayangkan tatapan penasaran. Membuat si surai putih membulatkan kedua mata yang tak lama berubah menjadi tatapan aneh.
“Kau masih mempertanyakan itu?” balas Gojo. Memasang wajah yang terlihat tidak setuju.
“Emm ... boleh aku mengutarakan pendapatku, Satoru?” ucap si gadis. Memastikan. Ia perlu melakukan ini agar si pria—setidaknya mendengarkan isi pikirannya sebelum Gojo bertindak sesenang hatinya saja.
“Apa?” Gojo mengusap rambut.
“Aku belum ingin melakukannya.” [Name] menunduk sebentar. Tak lama, mengangkat kepala—menatap Satoru. “Yah ... aku belum siap. Walaupun di negara ini sudah legal, aku tidak peduli dan belum mau melakukannya,” jelas sang gadis. Terdengar tegas. Ia benar-benar tidak menginginkan itu terjadi dulu. Dengan harapan, pria bersurai putih di depannya itu mau mengerti dan mendengarnya. Setidaknya sekali.
“....” Bibir Gojo agak terbuka. Bungkam menatap [Name] yang melemparkan tatapan penuh harap yang cukup tersembunyi di balik iris mata hitam keabuan miliknya.
“[Name], kau itu menggoda.”
“Eh?!”
Tangan Gojo menyentuh sebagian wajah tampannya. Terkekeh pelan mengalunkan suara rendah. “Aroma dan tingkahmu. Semuanya. Aku jadi tidak tahan,” ucapnya.
[Name] mengejapkan mata. Perlahan kedua pipi bersemu merah. Ia menggigit bibir bawahnya. Mengusap tengkuk mengunakan tangan kanan. Ia bingung harus merasa tersanjung karena telah dipuji oleh orang yang jarang memberikan pujian—atau merasa malu dan geli mendengar ucapan Gojo.
“Tapi ... begitu, ya? Jadi, kau belum mau melakukannya ... ya?” gumam si surai putih.
“Itu ... agak menyusahkanmu, ya?” [Name] mengusap kedua punggung tangan.
“Ah, sedikit, sih.”
“Eh ... maaf.”
“Yah, tapi aku juga tidak akan memaksamu. Soalnya dipaksa itu tidak enak, sih.” Gojo menyunggingkan senyum.
[Name] mengulum bibir. Tangan kanannya lantas terangkat mengusap bahu Gojo dengan gerakan lembut. Pundak pria itu lebar dan tegap. Yang mampu menopang semua beban misi keluarga juga langkah perjalanan kehidupannya sendiri. Memang orang yang kuat. Si gadis jadi penasaran akan satu hal. Soal 'dia' yang telah mampir dan membantu meringankan beban sang surai putih—walau hanya sebentar.
“Ne, boleh aku bertanya?” kata [Name].
“Tanyakan saja.”
“Ini mungkin agak sensitif, sih. Jadi, kalau kamu gak mau jawab juga tak apa.”
“Lama. Katakan saja!”
“Itu ... soal teman kamu. Bagaimana orangnya?”
Gojo agak menyipitkan mata. Pandangan teralihkan ke arah depan. Ekspresi datar menjadi raut wajahnya sekarang. Ingatan masa lalu yang telah ia kubur terlintas dalam benak. Tawa dan berjuang bersama. Masa indah. Lantas, Gojo menutup mata. Menyunggingkan senyuman. “Yah ... dia temanku yang berharga. Orang yang lebih bermoral dan lebih baik daripada aku. Satu-satunya yang aku punya,” katanya. Nada bangga terselip dalam suaranya yang terdengar agak tertahan.
“Kurasa ... apa kamu masih mempercayainya meski kalian ... berbeda jalan?” tanya [Name].
Gojo membulatkan mata. Dengan perlahan menolehkan kepala ke arah gadisnya. Entahlah. Ekspresi yang Satoru pasang tidak terkira. “Kau ... haha. Kurasa ... aku tidak perlu kaget lagi kalau kau yang mengatakan itu, [Name],” katanya. Terkekeh.
“Eh?”
Gadis ini paham. Tanpa perlu Gojo menjelaskan maksud yang ia sembunyikan dari orang lain karena tidak ada yang bertanya juga ia yang mungkin saja tidak tahu bagaimana cara jujur pada orang lain ... tulus dari dalam hatinya tanpa kebohongan. Namun, [Name] dengan mudah bisa mengerti dirinya. Memahaminya yang 'tidak masuk akal'. Tahu kesedihannya tanpa Gojo yang harus menjelaskan ini dan itu terlebih dahulu. Gadis yang peka.
Yah, salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalin sebuah hubungan cinta selain daripada kecocokan adalah ... saling memahami. Setelah kecocokan ada, saling mengerti pun muncul.
Kehangatan menjalar dalam diri. Ketenangan—yang benar-benar damai—memenuhi tubuhnya. Kapan terakhir kali si surai putih merasakan kedamaian hati ini? Entahlah. Dia mungkin sudah lupa. Terlalu terbiasa hidup dalam dunia gelap penuh keadaan tegang dan bahaya. Dia jadi lupa rasa nyaman dan hangat berada dalam situasi menenangkan layaknya 'rumah'.
“[Name] ...,” panggil Gojo.
“Ha'i?”
“[Name].”
“Ha'i?”
“[Nameee]~~”
Si gadis tertawa. “Kenapa, Satoru?” tanyanya di sela-sela tawanya.
“Tidak ada. Aku hanya ingin memanggilmu saja.”
“Ah, ....” [Name] mengangguk-anggukkan kepala. Masih agak terkekeh. Kemudian, tangannya digenggam dalam kepalan tangan yang hangat, lantas ditarik hingga ia jatuh ke dalam dekapan. [Name] mengedipkan mata beberapa kali. Pinggangnya terasa diremas agak posesif, lalu dibungkus oleh kedua lengan. Rasanya terlindungi. Hingga si gadis merilekskan tubuhnya dalam pelukan orang yang memilikinya.
Gojo menenggelamkan wajah dalam lekukan leher gadisnya. Mengecup beberapa kali kulit putih itu, lalu menggesekkan pipinya dengan manja.
Hmm ... kurasa tak ada salahnya mengatakan kalimat itu padanya ... ‘kan? Apa yang akan Suguru katakan kalau dia melihat ini, ya? batin Gojo.
Mungkin ... hanya sebuah perkiraan. Satoru adalah orang yang tertutup. Terbukti ... jarang ada orang yang bisa memahaminya karena jengkel duluan dengan sifatnya. Siapa yang tahu? Dia mungkin bersifat seperti itu sebab merasa kesulitan berbaur dengan yang lainnya di saat dia terbiasa hidup di atas orang lain. Sebagai penerus keluarga besar klan Gojo, jelas ia selalu diperlakukan dengan khusus. Diberi tahu sejak kecil, kalau kastanya dengan orang lain itu berbeda. Dari kekuatan, kekayaan, gelar, dan kekuasaan. Dengan situasinya yang seperti itu sejak dulu ... jelas ia sulit mendapatkan teman. Bertingkah arogan hingga orang lain sulit memahami apa yang benar-benar ia inginkan.
Makanya, orang seperti dia ... sekali mendapatkan orang 'berharga' itu, dia akan sulit untuk melepas. Sebab, menganggapnya sebagai ... penyelamat hidupnya.
Gojo telah diberikan seseorang yang berharga itu satu kali lagi. Sekarang adalah seorang gadis. Lembut nan periang. Orang yang tulus dan jarang merasa terbebani juga mengeluh dengan sifatnya. Orang yang ... telah menghangatkan hatinya.
“[Name] ....”
“Hm?”
Gojo mendekatkan mulut ke arah telinga [Name] yang bisa ia jangkau dalam jarak dekat. Bibirnya bergerak membisikkan sesuatu. Dua kata. Yang maknanya benar-benar tulus dari dalam dirinya. Tanpa dusta ataupun candaan. Ia serius.
Membuat sang gadis membulatkan kedua mata dengan netra yang agak berkaca-kaca.
“He?!”
“Kenapa kau kaget begitu, huh?” Gojo mengernyitkan alis.
“Ah, ... maaf aku hanya ... tak menyangka. Maksudku ... aku gak nyangka bisa mendengar kalimat itu darimu, Satoru.” [Name] mengusap kedua mata.
“Kau punyaku.” Pria itu menyentil kening [Name] sekali.
“Um, aku tahu~”
Suara tawa kecil mengalun. Aura berbunga yang damai memenuhi seisi ruangan. Sang gadis tersenyum lebar pada Gojo yang juga membalas dengan lengkungan bibir tak kalah ceria. Energi yang hampir sama.
Biarkan suasana ini makin terasa setiap detiknya. Mengistirahatkan diri sementara saja. Sebelum ... menghadapi satu masalah yang harus dibereskan.
.
✦
.
𖤘 :: NOTE :
Picture © Fruit basket S2.
© Natsuki Odayaka.
WHAT DO YOU THINK ABOUT THIS CHAPTER, GUYS?? FEEL-NYA DAPET GAK? BERI KOMEN CAUSE AKU PENASARAN AWOKAOAKAKAK🤣🤣
BTW, HAPPY NEW YEAR ALL MY LOVE~♡
SATU KALIMAT DI AWAL TAHUN INI
KUOTAKU SEKARAT, WOI😭
–ANN.
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top