꩜ 𖤘 ::┊Chapter 35 : ❛Reliance.❜

Tingkat kepercayaan yang mengerikan.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

Suara dehaman panjang yang mengalun dengan nada malas menyapa pendengaran dan itu sangat menggangu. Gojo lantas membuang napas saat rasa bosan kembali melanda. Sendirian di ruangan pribadi setelah gadisnya pergi sehabis makan malam mereka untuk ke rumah ayahnya.

Gojo merogoh saku. Mengambil ponsel. Seharusnya, ia pergi menjalankan misi malam ini. Namun, pekerjaan yang diberikan padanya itu cukup menyebalkan untuk dilakukan. Jadi, ia memutuskan meminta Megumi buat menggantikannya, sementara dia sendiri akan bersantai. Andai saja [Name] ada di sini. Mungkin semua akan terasa lebih baik dan dia bisa bermanja-manja sepuas hatinya.

“Ah ... merepotkan.” Gojo menyandarkan diri pada sandaran kursi.

Sekali lagi. Ia sendiri. Di dalam ruangan yang penerangannya tidak dinyalakan. Bukan bersantai—itu adalah apa yang akan ia lakukan jika saja [Name] berada di sampingnya sekarang. Kini ... dia hanya ingin tenggelam ke dalam dirinya. Mengingat saat-saat ini ... kadang perasaan 'sulit' datang menyerang. Membuatnya memilih untuk menutup telinga, memejamkan mata, berusaha mengosongkan pikiran kala rasa takut melanda. Tentu saja. Luka kala ia kehilangan masih ada, jauh di dalam dirinya, dan dengan sempurna ia tutupi dari semua orang. Bersikap tak apa. Tidak ada masalah apa pun yang terjadi padanya. Padahal ... dibandingkan yang lain ... mungkin ia adalah orang yang paling terluka.

Meskipun begitu, dia masih bisa bertahan. Setidaknya, bersikap seolah semua akan baik-baik saja cukup untuk membantunya tetap hidup dan melangkah maju. Juga ... dia tidak benar-benar sendirian. Ada gadisnya. Menemaninya mulai sekarang. Ini mungkin terdengar berlebihan, tapi ... [Name] adalah cahaya kehidupannya yang baru.

Suara ketukan membuyarkan lamunan. Gojo menoleh ke arah pintu kayu yang bergerak—terlihat digedor— oleh seseorang. Disusul beberapa suara anak muda yang sangat ia kenali. Anak-anak muridnya.

“Masuk aja,” ucap Gojo. Mengubah posisi duduk menjadi lebih santai. Mata melirik ke arah tiga siswa sekolah Jujutsu yang baru saja membuka pintu. Menatapnya dengan tatapan ragu, membuat Gojo menaikkan sebelah alis.

“Kenapa dengan ekspresi kalian, huh?” tanya sang surai putih.

“Sensei ...,” panggil Megumi seraya mengernyitkan kening. Pelu tampak bercucuran dari wajah. Menatap sang surai putih dengan tatapan serius. “Sebagian rumah [Name]-san meledak dan ... beberapa orang sudah pergi memeriksa. Mereka tidak menemukan [Name]-san di mana pun.”

Kedua kelopak mata melotot. Dengan segera berdiri dari posisi santai. Dalam diam menatap Megumi dan dua anak murid lainnya—yang sedang berdebat—dengan pandangan yang cukup tajam. Itu tidak ditujukan untuk mereka, melainkan karena perkataan Megumi yang mengejutkan.

“... Ada sisa roh kutukan?” tanya Gojo.

“Iya. Aku rasa ... tingkat satu.”

“Souka ....”

Gojo tetap harus tenang dalam keadaan seperti ini. Dia harus logis dan memikirkan penyebab ini dan itu hingga menemukan solusi. Ia percaya [Name] akan baik-baik saja. Setidaknya, itu bisa ia jadikan pegangan sekarang.

“Apa ada yang tersisa dari rumahnya?” Gojo menarik langkah menghampiri.

“Hanya dapurnya saja yang terbakar.”

Dapur ... ya? Tempat itu .... Gojo berhenti melangkah tepat di samping sang remaja pria. “[Name] pergi ke rumah ayahnya malam ini, tapi ... kalau ada sisa tubuh roh kutukan di situ ... berarti ada yang sudah membasminya. Hmmm ...? Siapa, ya?” Gojo mengapit dagu.

“Roh kutukan itu ... sudah habis tak bersisa,” jawab Megumi.

“Berarti dia orang kuat.” Gojo menjentikkan jarinya.

“Sensei kenal?”

“Tidak, tapi aku akan mencari tahu. Ya sudah, kalian boleh pergi.”

“Kau seharusnya pilih yang ini, Itadori!” Suara Nobara terdengar agak menggema.

“Kau ‘kan sudah pilih yang itu kemarin, Kugisaki?! Sekarang mau lagi?!” balas Yuuji tak kalah keras.

“Sensei ... apa tidak khawatir dengan keadaan [Name]-san?” tanya Megumi. Suaranya terdengar makin merendah. Mungkin agak bingung dengan reaksi gurunya. Gojo terlihat baik-baik saja. Padahal, Megumi tahu hubungan pria itu dengan [Name]. Bukankah seharusnya Gojo terlihat khawatir?

Suara kekehan mengalun keluar dari Gojo. Lantas berkata, “Aku percaya padanya. Kau tidak perlu khawatir, Megumi.”

Megumi mengejapkan mata. Memandang sensei-nya ini dengan tatapan cukup tak percaya. Dalam benak berpikir, apa sebesar itu kepercayaan pria ini pada sang gadis? Megumi tahu seharusnya dia tidak perlu khawatir terlalu dalam sebab ia juga percaya pada [Name]. Namun, rasa terima kasih dan perasaan nyaman dari [Name] membuat Megumi tanpa sadar juga ingin melindungi si gadis. Yang adalah ... salah satu orang baik.

“Aku akan pergi. Sampai jumpa semuaa~” Gojo melanjutkan langkah. Berjalan membelah pertikaian Yuuji dan Nobara yang sejak tadi tidak bisa diam.

“Eh? Sensei mau ke mana?” tanya Yuuji.

“Paling jalan-jalan ‘kan?” jawab Nobara.

“Kalian ini ... dari tadi tidak mendengarku dan Gojo-sensei bicara, ya?” kata Megumi. Melirik ke arah dua temannya.

“Ah, ... tidak, sih.”

“Kalian berdua ini kenapa, sih‽”

.

.

“Eh ...? Kak Yuu? Kenapa dengan wajah dan ... kamu terlihat sangat berantakan.”

[Name] mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku baju, lantas mengusap wajah Yuu yang kotor sebab tanah atau mungkin karena hal lain. Bau asap menguar dari pakaian pria itu. Hingga [Name] mengejapkan kedua mata beberapa kali karena kaget.

“Bau asap ...? Kak Yuu habis bakar rumah orang?” tanya sang gadis.

“Aah ... dapur rumahmu meledak, lalu ... ada roh kutukan tingkat tinggi datang bertamu di sana. Jadi, sebelum pergi dari rumahmu aku menyapanya sebentar,” jawab Yuu. Nada suara melantun datar. Seolah tak ada niat untuk menjawab, tapi karena [Name] adalah adiknya. Ia membuat sebuah pengecualian. Andai saja ayahnya yang ada di hadapan. Percakapan berakhir dengan hinaan dan teriakan marah pak tua itu.

“Kak Yuu gak terluka ‘kan selain berantakan kayak gini.”

“Tidak. Perihal dapurmu, aku sudah menelpon anggotaku untuk membereskannya. Jadi, kurasa kau harus tinggal di rumah ini beberapa hari selama mereka membereskan kekacauan yang sudah kubuat. Kau pasti tidak mau tinggal di rumah tanpa dapur ‘kan?” Yuu membuka kancing bajunya.

“Ah, um. Aku akan pulang ke rumah untuk ambil pakaianku.”

“Tidak perlu. Beberapa anak buahku akan datang membawakan barangmu.”

“Tidak! Itu tidak bisa! Kamu tahu ‘kan aku ini gad—”

“Tenang saja. Anggotaku bukan hanya berisi pria saja. Tidak. Itu akan membosankan.”

[Name] mengulum bibir. Tampak keberatan. Dia tidak ingin merepotkan anggota Yuu yang pasti akan sangat sibuk karena kehebohan yang dibuat ketua mereka. Namun, di sisi lain Yuu pasti ingin bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan pada tempat tinggalnya. [Name] menghela napas. Ia menganggukkan kepala pada akhirnya.

“Baiklah.”

“Oh, iya. Daripada memikirkan pakaianmu yang akan dilihat orang lain. Kurasa ... menelpon kekasihmu sekarang dan memberinya kabar kalau kau baik-baik saja itu sangat diperlukan. Rumahmu hampir hancur dan ada sisa roh kutukan. Berita itu pasti akan sampai ke telinganya dengan cepat. Lelaki mengerikan.”

“Hm? Dia menjalankan misi sekarang. Jadi, kurasa—”

Suara nada dering ponsel memotong ucapan [Name]. Mata melirik ke arah ponsel yang terletak di atas meja. Mendapati nama sang surai putih di sana. Menghubunginya.

“Ah ... dia menelpon.”

“Dia benar-benar menakutkan, ya.”

.

𖤐

.

𖤐


𖤘 :: NOTE ::

Pengen produktif kek dulu. Update-nya setiap hari(´ . .̫ . ')

Love Regards
Ann White

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top