꩜ 𖤘 ::┊Chapter 34 : ❛Soothe.❜
Menenangkan sang surai putih.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
“Hei, [Name].”
“Hm?”
Gojo menatap langit-langit ruangan pribadinya dengan tatapan bosan. Tubuh besarnya ia sandarkan pada sandaran sofa dengan malas. Kedua kaki naik ke atas meja. Melupakan tata krama. Yah, dia tidak pernah peduli dengan itu sejak awal.
“Aku bosaan~” Nadanya terdengar tak niat.
“Makanannya gak lama lagi siap, loh. Tunggu sebentar lagi, ya, Satoru.”
Gojo berdiri. Memasukkan kedua tangan dalam saku, lantas melangkah menghampiri [Name] yang sibuk mengaduk sesuatu di dalam panci besar. Ia berhenti tepat di belakang sang gadis. Melingkarkan kedua tangan ke pinggang ramping gadisnya, lalu menenggelamkan wajah pada lekukan leher [Name].
Iris mata indah menatap lurus ke arah masakan buatan sang gadis. Penciuman menghirup bau sedap masakan. Aromanya enak. Kenchinjiru¹. Mungkin sebagai sup yang menjadi salah satu lauk makan malam ini. Gojo mengeratkan pelukan. Bibir tipis menyapu lembut permukaan kulit mulus [Name], kadang mengisap wangi pundak gadis itu. Yah, ternyata aroma harum gadisnya jauh lebih enak dibandingkan bau masakannya.
“Satoru.”
“Hm~?”
“Aku harus ambil mangkuk dan piring. Jadi, lepas dulu, oke?”
“Gak mau.”
“Eh? Kenapa?”
“Udah nyaman kayak gini, tauu.”
[Name] membuang napas sabar. Tersenyum maklum. Lantas, melangkah ke arah rak piring dan membiarkan Gojo tetap memeluk tubuhnya dari belakang.
“Kau pintar masak. Apa kau suka melakukan ini, [Name]?” tanya Gojo.
“Um, aku pernah bilang ini hobiku ‘kan?”
“Kau belajar sendiri?”
[Name] menggelengkan kepala. “Tidak. Sejak kecil, aku selalu membantu nenekku memasak di dapur rumahnya. Uh, dan kadang Kak Yuu datang mengganggu,” jelasnya.
Mata Gojo agak menyipit. Berkata, “Kakakmu itu ....”
“Hm?”
“Aku belum pernah ketemu dia. Pasti dia mirip sama pak tua ‘kan?” Gojo menenggelamkan wajahnya ke lekukan leher [Name].
“Mm ... kalau keliatannya dia itu kalem, sih, tapi tingkah dan kata-katanya selalu menyebalkan bagi ayah terutama nenek.” [Name] mengapit dagu.
“Kau tidak pernah diganggu?”
“Tidak. Aku tidak pernah diganggu, kok.”
“Hee.”
[Name] mengejapkan mata. “Ne, tadi kamu bilang belum ketemu kak Yuu, ya?” tanyanya. Ia agak menoleh ke samping. Melirik ke bawah sedikit dan mendapati surai putih bertengger di bahunya.
“Aku akan ingat kalau sudah ketemu orang lain, tau.”
“Eh, tapi—”
Suara dering ponsel menggema. Mengalihkan pandangan sang gadis ke arah meja makan—di mana ponselnya berada. [Name] berjalan mendekat—agak kesusahan sebab bayi besar yang menempel padanya tidak mau lepas biar hanya sebentar. Ia mengulurkan tangan mengambil benda pipih itu. Layar ponselnya menyala, menunjukkan seseorang menghubunginya. Sang ayah. [Name] menerima panggilan.
“Halo?” Si gadis kembali melangkah ke arah pantri.
Gojo mengangkat kepala. Mendekatkan telinga ke arah ponsel [Name]. Mencuri dengar. Suara Ryuzaki menjadi yang pertama menyapa pendengarannya, disusul suara wanita—yang mungkin sudah paru baya, mengomeli Ryuzaki dan beberapa kali menyebut nama kakak [Name]. Sebelah alis Gojo naik kala menangkap perkataan pria itu—meminta gadisnya datang ke tempat mereka untuk menenangkan wanita tua yang sedang mengamuk.
“Ah, okeeh. Aku akan ke sana,” jawab [Name].
Membuat Gojo mengeratkan pelukan.
“Satoru—”
“Tidakk~!”
“... Kamu dengar, ya? Kenapa?” [Name] membalikkan tubuh. Menghadap Gojo.
“Kau mau meninggalkanku?”
“Kamu bisa ikut, kok, kalau mau. Ayah butuh bantuanku sekarang. Soalnya ... kak Yuu gak bisa diandalkan untuk ini dan ayah juga sudah memperburuk suasana.”
“... Kayaknya kau yang paling waras di keluargamu, deh, [Name].”
“Kamu bukan yang pertama bilang kayak gitu. Jadi? Apa aku boleh pergi?”
“Pergi aja. Tinggali saja aku. Cih.” Gojo memalingkan wajah ke arah lain. Kedua tangan melepas rengkuhan pada pinggang mungil [Name], lantas ia masukkan ke dalam saku dan melangkah mundur ke belakang. Menghapus jarak.
[Name] mengulum bibir. Netra hitam keabuan menatap ekspresi Gojo yang cemberut. Dengan hati-hati, ia berkata, “Kamu gak mau ikut denganku?” Ia menyembunyikan kedua tangan di balik punggung.
“Ahh? Bisa, sih, tapi aku nanti ikut mengompori keadaan, loh. Yah, ... banyak orang yang mudah marah karena aku. Padahal, aku tidak melakukan apa-apa.”
[Name] menekan-nekan hidungnya seraya berpikir. “Satoru ... mereka mungkin marah karena kamu lakuin hal yang menurut mereka menyebalkan. Kamu tahu ...? Enggak semua humor orang itu sama. Apalagi ... menurutku, penyihir lain lebih sering serius ketimbang santai. Juga, kamu bercandanya mungkin agak kelewatan ...? Memangnya kamu bilang apa sama mereka?” tanya si gadis. Memiringkan kepala.
“Ha? Aku cuma bilang sesuai kenyataan, kok.” Gojo mengerutkan kening.
“Bilang apa?”
“Mereka aneh dan lemah.”
[Name] menggigit bibir. Menahan tawa. Tentu saja, Gojo mengatai orang lain aneh, sementara dirinya sendiri adalah orang yang lebih tidak jelas dari orang lain. Namun, di sisi lain ... juga—mungkin—yang paling rapuh. “Okeh, kurasa ... kebiasaan itu sulit hilang ‘kan?” tanya sang gadis. Melangkah mendekat.
“Memang.”
“Tak apa. Kamu bakal berubah kalau mau,” ucapnya. [Name] mengelus lengan Gojo sebentar. Lantas, mendongak menatap sang pria. “Jadi, kamu gak mau ikut dulu?”
“Lain kali saja.”
“Aku bakal tinggalin, loh? Kamu yakin?”
“Kau pikir aku anak kecil?”
“Um ... kamu keliatannya kayak gitu, tuh?”
“Cih.”
Kekehan kecil melantun keluar dari bibir sang gadis, bersama semburat merah tipis yang menghiasi kulit wajahnya yang cantik. “Aku akan pergi setelah makan. Jadi, aku masih bisa menemanimu makan malam dan mungkin ... aku akan menginap di sana. Yah, sebagai pengganti hari waktu itu?” katanya.
“Heee. Boleh, sih.”
“Aku bakalan kembali besok, kok.”
Gojo menunduk ke bawah. “Aku dengar perkataanmu,” jawabnya.
Raut wajah sang gadis melunak. Lantas, melangkah mendekat hingga memeluk tubuh sang pria. Kedua tangannya melingkari pinggang Gojo. Kepala bersandar pada dada bidang si surai putih. Mendengar detak jantung yang berpacu kencang—sama seperti miliknya. [Name] menutup mata, tangannya bergerak mengusap punggung lebar Gojo.
Kedua kelopak mata melotot kala merasakan kepalanya tertindih sesuatu. [Name] menyunggingkan senyuman saat menyadari Gojo yang melakukan itu—merebahkan kepalanya.
“Kamu marah?” tanya sang gadis.
“... Sedikit, sih. Mereka menggangu waktuku denganmu.”
“Um, aku paham, kok.” [Name] melepas pelukan. Lantas, mengangkat kedua tangannya ke atas untuk menangkup wajah tampan sang pria dan mencubit kedua pipinya. “Kita makan sekarang, ya?” tawarnya.
“Aku mau memakanmu—”
Si gadis melebarkan senyuman hingga mata tertutup. “Ayooo~!” ajaknya menarik lengan Gojo.
“Padahal, aku mau main denganmu.” Gojo cemberut.
“Aku tahu, kok.”
“Ini menyebalkan.”
“... Aku dengar kamu.”
“Cih.”
Gojo mengerutkan dahi. Kemudian, melirik ke arah sang gadis. Menatapnya dari belakang. Menelisik mulai dari telinga yang agak memerah, rambut terikat gulung yang sudah cukup berantakan, dan leher di mana ada tanda kepemilikannya di sana. Gadis yang terawat baik oleh keluarga yang baik-baik. Yah, dia tidak bisa memaksa sang gadis tetap tinggal bersamanya di saat keluarga [Name] membutuhkan kehadiran gadis ini.
Merepotkan ..., batin Gojo. Namun, ia akan mencoba membiarkan. Tak apa. Gadisnya tidak pergi selamanya.
.
.
.
.
𖤘 :: NOTE ::
Kenchinjiru¹ : Soup Jepang populer yang dibuat dengan berbagai cara dari berbagai bahan masakan.
Sorry guys baru update lagi. Belakangan ini sering sakit😭🙏🏻
Aku masih bingung ... ini patokan chapter-nya kira-kira sampe berapa, ya?(´ . .̫ . ')
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top