✦ 𖤘 ::┊Chapter 3 : ❛Gojo Satoru.❜ [Your POV]

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Kehilangan membuat seseorang berubah.
Sekian lama setelah tragedi yang menyedihkan. Aku dan dia kembali dipertemukan.
-[Name].

꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦

“Kenmaa!!”

“Kenapa dia mengejarku.”

Aku terkekeh saat mendengar gumaman dari murid yang berlari di depanku. Namanya Kozume Kenma. Anak salah satu klub Volly di sekolah ini. Dia berniat tidak menghadiri latihan dan untuk mencegah itu terjadi aku harus mengejarnya.

“Kamu harus latihan, loh! Yang lain sudah menunggu di gymnasium!” Suaraku sedikit keras dengan harapan anak ini bisa berhenti berlari. Yah, semoga saja.

“Hari ini aku harus ke game center.”

Aku beruntung memiliki pendengaran yang baik jadi bisa menangkap suara Kenma yang cukup kecil. Kurasa dia tidak akan berhenti jika ini sudah menyangkut tentang game. Aku mempercepat lari sampai mendekatinya dengan merangkulnya agar dia berhenti.

“Dapat!!”

Tubuhnya menegak kaku saat satu tanganku melingkari pundaknya. Mungkin dia benar-benar terkejut dengan gerakanku yang tiba-tiba.

“Nah, sekarang, ayo ke gymnasium, ya, Kenma.” Aku menarik Kenma untuk memutar arah sebaliknya.

“Seseorang tolong aku ....”

Itu sedikit menyenggol humorku. Kekehan ku keluarkan. “Main game untukmu memang sangat penting, ya?” tanyaku masih tetap sedikit terkekeh.

“Sangat, makanya lepaskan aku, sensei.”

“Kenma, main game lah sepuas hatimu ....”

“Makanya, lepaskan aku.” Dia bergerak dalam rangkulanku.

“... Saat kamu sudah selesai melakukan tugasmu. Sensei tidak akan menahanmu lagi jika tugas klub, seperti sekarang, sudah selesai kamu kerjakan. Membolos seperti ini bukan pilihan yang bagus, itu hanya akan merepotkanmu ke depannya jika kamu ketahuan ‘kan?”

Apa yang ada di dalam pikiran anak ini mungkin hanya 'bagaimana cara agar bisa main ke game center' tanpa memikirkan sesuatu yang akan terjadi ke depannya. Akan jadi masalah buatnya jika sampai ketahuan guru-guru lain ... atau anak murid yang bertugas dalam hal keamanan dan kedisiplinan.

“Makanya, main gamenya nanti saja, ya, Kenma? Bisa ‘kan?” tanyaku lagi. Berharap anak ini bisa ... setidaknya sedikit saja untuk mengerti. Mengalah dengan keinginannya sebentar dan ikut menjalankan latihan.

Teman-temannya dan pelatih Nekoma mungkin akan kesusahan kalau Kenma tidak ada. Apalagi dari yang kudengar, tak lama lagi mereka akan bertanding.

“Aku tidak mengerti kenapa guru seni nyasar mengejar anak klub Volly yang ingin bolos. Sensei tidak kesusahan, ya?” Pertanyaan itu keluar dengan nada khas Kenma. Malas dan tidak begitu tertarik.

“Yah~ rasanya menyenangkan main dengan anak-anak remaja seperti kalian. Makanya sensei mau-mau saja dimintai tolong seperti ini.” Aku menjawab dengan mata yang menatap ke depan. Kurasakan Kenma menoleh ke arahku.

“Eeeh ... apa-apaan itu.”

“Nah, kita sudah sampai~! Kuro-kun sudah menunggumu, loh~”

“OII! KENMAAAA!!! KAU MAU BOLOS LAGI, YA?! KEMARI!!”

Aku tertawa saat melihat Kuro Tetsurou berlari ke arah kami bersamaan dengan Kenma yang kaget seperti kucing kebasahan air. Kuro segera merangkul Kenma membuatku sedikit menghindar sebelum tubuh besar anak itu menyentuhku.

“Kau harus diberi pelajaran!”

Sensei ... tolong aku.”

“Semangat, ya, Kenma ....” Aku tidak bisa menolong anak ini. Tanganku melambai padanya.

Teman-teman Kenma datang satu persatu ke arah kami. Mereka dengan bersamaan menarik anak itu masuk ke dalam Gymnasium. Kuro berterima kasih padaku karena sudah mau membantunya menangkap setter Nekoma itu.

“Iya, sama-sama! Semangat, ya, latihannya~!” Aku melambaikan tangan mengiringi langkah Kuro yang kini masuk ke dalam Gymnasium.

Mataku melihat jam tangan yang melingkari pergelangan kananku. Sudah sore dan aku harus pulang sekarang. Kakiku memutar ke arah sebaliknya. Masuk ke dalam gedung di mana ruang guru berada. Ini bangunan yang besar. Tidak hanya ruang guru, ini juga gedung untuk kelas tiga.

“Malam ini ... kurasa aku harus mengunjungi Ayah,” gumamku sambil menatap layar ponsel.

Sensei!!

Suara teriakan yang cukup keras di depanku mengalihkan perhatian. Mataku mendapati empat orang berbeda tinggi sedang berkumpul dan kurasa mereka juga lagi berdebat. Orang yang paling tinggi di sana menghalangi penglihatanku untuk melihat tiga anak yang kurasa masih remaja.

Dan mungkin, dia yang paling tua, tapi memanas-manasi keadaan. Dari seragam mereka ... aku mengenalnya. Sekolah Jujutsu. Mungkin mereka ke sini untuk menjalankan misi. Aku menyembunyikan kedua tangan dibalik punggung, kemudian melangkah mendekati mereka.

“Mm ... hai?” Sapaku.

Pandangan ketiga remaja itu mengarah ke arahku. Yang paling tinggi tadi dan ... berambut putih kurasa lagi terkejut. Yah, aku memang datang dari arah belakangnya dan cukup tiba-tiba. Jadi, wajar dia terkejut ‘kan?

“Kalian datang ke sini untuk menghabisi kutukan, ya?” tanyaku.

“Loh? Kok dia tau?”

“Jangan menatapku.”

“Mungkin dia yang akan memandu kita kali, kan?”

Aku tersenyum menanggapi perkataan ketiga anak remaja itu. “Aku tahu dari seragam kalian.” Jawabku.

Remaja laki-laki berambut runcing dan bewarna gelap berdeham. “Maaf. Kami ke sini memang untuk menjalankan misi. Bisa tunjukkan di mana ruangan kepala sekol—”

“BAIKLAH!!”

Suara dari pria yang paling tinggi cukup mengagetkanku dan membuat anak yang tadinya bicara jadi terlihat jengkel.

“Kalian bisa pergi membasmi mereka sekarang. Sensei yang akan mengurus ini. Sudah pergi sana!” Dia dengan santainya mendorong ketiga remaja itu menjauh. Kemudian melambaikan tangannya dan tidak dibalas oleh ketiga anak itu.

Aku diam berdiri sedikit canggung melihat ini.

“Nah ... mereka sudah pergi. Sekarang kita berdua ‘kan? [Name]?” Aku cukup terkejut dengan perubahan suara dari pria itu. Dan juga ... dia tahu namaku.

Aku menatap ke arahnya yang kini tengah berjalan ke arahku. Berusaha mengingat siapa nama orang berambut putih dan memakai penutup mata juga tinggi yang waw.

Keningku mengernyit saat teringat satu orang ... ini sudah cukup lama dan aku masih mengingatnya sampai sekarang. Penampilannya benar-benar mencolok terlebih warna surainya yang tidak biasa membuatku bisa dengan mudah tetap mengingatnya. Namanya ....

“Kamu ... Gojo Satoru?” tanyaku bersamaan dengan dia berhenti melangkah tepat di hadapanku. Dia terlihat berubah, dibanding dulu yang keliatan lebih kekanakan juga senyum jahil yang dia pasang. Kini ... dia sedikit dewasa.

“Wah~ kau masih mengingatku, ya? Aku Gojo Satoru. Satu-satunya di dunia~~”

.

.

.

✎﹏ Love Regards.
𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top