❍ 𖤘 ::┊Chapter 28 : ❛Our Relationship.❜
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈
Dengan pemantapan hati dan pikiran. Untuk mencintai dan dicintai. Seberat apapun dunia mereka untuk tak menggunakan hati. Nyatanya, perasaan sulit untuk ditolak. Tak peduli resiko besar yang akan datang menghampiri. Itu wajar, dalam hubungan percintaan, tak ada yang mudah.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“... Aku tak salah dengar ‘kan?” gumam [Name]. Mengernyit. Tangan kanannya menyumpit sushi dari bekal makan siang. Mengunyah tanpa mengeluarkan sumpitnya dari dalam mulut. Membuat kedua pipinya agak mengembung.
Dia benar-benar mengatakan itu ..., tapi kenapa bawa-bawa Seto, sih? batin sang gadis. Kembali menyumpit satu sushi.
Ini bikin pusing. [Name] mengembuskan napas panjang. Lelah. Semalaman, ia memikirkan tentang ini sampai tak tidur. Ungkapan pernyataan Gojo yang tiba-tiba sangat mengganggu pikiran dan hatinya. [Name] sudah pernah bilang, ia tak akan mengungkapkan perasaannya pada Gojo. Namun, si surai putih mengambil start duluan. Di luar dugaan si gadis.
Ia senang tentu saja. Siapa yang tidak akan merasa bahagia kala orang yang dicintai memiliki perasaan yang sama? Perasaannya dibalas. Ia dicintai kembali. Namun, seperti kehidupan yang pahit dan manis. Hubungan mereka–dalam dunia penyihir–ini jelas memiliki risiko yang lebih besar. Kematian. Kehilangan. Menanti mereka di masa depan.
Kurasa ... Gojo-san pasti sudah tahu tentang semua risiko itu, tapi ... kenapa? batin [Name] lagi. Ia tahu sang pria adalah orang yang sangat hati-hati dalam bertindak–meski tampak santai. Dia percaya Gojo juga sudah bergelut dengan otaknya, melewati berbagai pertimbangan berat. Kemudian, memutuskan untuk tetap mengungkapkan dirinya. Menginginkan [Name] sebagai miliknya. Memikirkan itu membuat sang gadis lantas merona merah. Malu dengan pendapatnya sendiri.
“Uh ... jadi, aku harus menjawab apa? Menolaknya ... itu rasanya menyakitkan untukku dan dia. Menerimanya juga ... sulit. Keadaan menyebalkan.” [Name] membuang napas kembali.
“Ya udah, terima saja akuu~!”
“He?” [Name] mendongak. Tubuh menegak kaku hingga ia terlonjak kaget dari duduknya. Hampir jatuh ke belakang.
“Aku tahu wajahku tampan, tapi ... kurasa reaksimu itu terlalu berlebihan, deh, [Name].”
“... Gojo ...-san. Sejak kapan ...?” [Name] menatap tak nyaman pada sang surai putih yang kini menyunggingkan sebuah senyuman manis. Dengan rona merah pada kedua pipinya.
“Aku sudah ada di sini sejak kau bengong sambil makan,” jawab Gojo. Ceria.
“... Ah, aku tak menyadari itu.”
“Kau fokus banget dengan pikiranmu, sih~”
[Name] menundukkan kepala. Menatap kedua jari yang saling menggenggam di atas pangkuan. Berkeringat dingin. Ia bingung ingin mengatakan apa. Membahas yang kemarin rasanya memalukan. Apalagi di tengah-tengah keramaian Kantin sekolah.
“Hmmm ....” Gojo berdeham panjang.
Ia menopang dagu. Menatap sang gadis yang tengah fokus dengan pikirannya sendiri. Lagi. Mengabaikan keberadaannya seperti beberapa detik lalu sejak ia pertama kali memasuki tempat ini. Seberat apa pertimbangan yang gadis itu pikirkan sampai tak mengacuhkan keberadaannya? Gojo mengernyitkan alis. Cukup tak menyukai ini.
“Hei!” Tangan kanannya terangkat menepuk puncak kepala sang gadis. Mendapatkan perhatian [Name] yang telah menatapnya seraya meringis sakit.
“Ada apa ...?” tanyanya.
Gojo cemberut. Bibirnya monyong. “Kau mengabaikanku,” jawabnya.
“Ah ... maaf.”
“Apa kau lagi memikirkan kejadian kemarin?” Gojo menaikkan sebelah alisnya. Menatap [Name] yang saat ini berkeringat dingin seraya menatap acak. Menghindar untuk tidak melihat wajahnya yang rupawan.
Aku benar, ya? batin Gojo.
“Mm ... itu. Gojo-san ... apa kau sudah memikirkan semuanya dengan baik? Maksudku, kamu tahu ‘kan ... dengan keadaan kayak gini—”
“Aku tak peduli dengan itu.”
“Eh?” kedua bola mata membulat. Rona merah menghiasi wajah. Bibirnya agak terbuka. Dia menatap sang surai putih dengan pandangan agak bingung.
Gojo mengusap tengkuk. “Memikirkan itu semua hanya akan menjadi penghalang bagiku untuk mendapatkanmu, [Name],” jawabnya.
“Gojo-san ....”
“Aku sudah memikirkannya.” Tubuh Gojo tegakkan. Dari balik kain hitam, ia menatap dengan tajam. Serius. “Ikut denganku ke dunia penyihir. Kau tak perlu bertarung. Apa kau mau?” tanyanya.
“Kalau tak bertarung. Apa yang harus aku lakukan di sana? Tak mungkin ‘kan kamu mengajakku hanya untuk menonton kalian?”
“Pertanyaan yang bagus~!!” kedua tangan Gojo membentuk pistol. Menunjuk ke arah [Name] seraya tersenyum lebar. “Kau bisa mengobati anak-anak yang terluka. Dan ... dengan sifatmu itu, yah, mungkin kau bisa memberikan sesuatu yang tak mereka punya dalam dunia gelap itu?” Gojo mengusap dagu.
“Ah ... aku paham. Baiklah.” [Name] menganggukkan kepalanya.
“Bagus! Kau memang cepat tanggap. Jadi, aku tak perlu menjelaskan ini dan itu lagi~~♡ Dan juga.” Nada suaranya berubah dengan cepat. Yang tadinya ceria tiba-tiba terganti dengan nada datar. “Menerima tawaranku masuk ke dunia penyihir itu artinya kau juga menerimaku.”
“EH?”
Ia menyeringai. Lantas, berdiri dari duduknya. “Sampai jumpa, [Name],” katanya. Kemudian, menghilang dengan cepat dari hadapan sang gadis.
“Aku kayak orang bodoh,” gumam [Name]. Ia membaringkan kepala ke atas meja. Melipat kedua tangan. Menyembunyikan wajahnya yang semakin merona. Dengan senyuman bahagia yang tak bisa ditahan untuk terukir pada wajahnya.
Meski cara Gojo memancingnya memang aneh dan tak biasa. Membawa masalah dunia penyihir untuk membuatnya berkata ‘baiklah’. Namun, melihat keseriusan pria itu meyakinkan [Name]. Ia akan percaya. Hubungan ini bisa berjalan. Walau tak semulus kain sutra. Setidaknya, kebersamaan mereka rasakan.
Gojo adalah pria yang tak menerima kehadiran orang lain lagi untuk ia buat sebagai ‘yang berharga’ setelah kehilangan temannya. Namun, sekarang berbeda. [Name] berhasil menghancurkan batas itu. Dan disambut oleh sang surai putih, walaupun awalnya sempat menolak.
Hubungan kini terjalin. Seperti yang takdir telah gariskan. Mereka bersama. Memang benar. Tak ada orang yang bisa sendirian di dunia ini.
“Jadiiii ... gadis itu sekarang punyaku, ya?”
Gojo mendudukkan diri di atas kursi kerjanya. Melepas penutup mata. Menatap langit ruangannya tanpa terhalang apapun. Ia terkekeh. Terdengar rendah. Tak percaya. Dia yang katanya orang yang tak bisa setia, ingin mencoba hal yang baru bersama gadis itu. Atau gadisnya. Ada sesuatu yang membuat Gojo sangat yakin. Perasaannya sendiri. Ia percaya [Name] adalah yang terakhir baginya. Gojo tak akan meragukan keputusannya itu.
“Naah, aku ada ‘teman’ sekarang~♡”
Si surai putih menutup mata seraya tersenyum. Mengenang kembali. Masa lalu. Kala ia bersama Geto Suguru. Tertawa dan menghabiskan waktu bersama. Bebannya cukup terangkat. Ia merasa ... mungkin telah bebas dalam kesedihan berkepanjangan, harus tetap mempertahankan kewarasannya setelah ditinggalkan, tapi meski dengan semua kesedihan itu. Gojo akan selalu mengingatnya. Selalu. Sebab, dia adalah ... satu-satunya sahabat terbaik yang pernah ia miliki.
Kemudian, [Name] adalah ... gadis yang berhasil membuatnya merasakan ‘kegilaan’ ini.
“Hmmm ... mungkin sekarang semuanya akan jadi lebih seru, ya?” Gojo mengapit dagu. “Ah, kapan hidupku tidak seru, sih.”
.
.
.
.
✎﹏ Note ::
Aku tahu ... confess nya mereka gak uwaah gitu. I know. Aku juga merasa ini biasa-biasa aja, deh ....
Maaf, lagi insecure.
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top