❍ 𖤘 ::┊Chapter 27 : ❛True Love.❜
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈
Cinta sejati. Perasaan yang tulus. Itu semua akan didapatkan kala menemukan seseorang yang telah takdir gariskan. Si surai putih ... menemukan itu. Untuk yang kedua kalinya. Namun ... jelas ini perasaan yang jauh lebih dalam dari sebelumnya.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Ha?!”
“Eh ... kenapa?” [Name] memiringkan kepala. Melayangkan tatapan bertanya pada Gojo yang tiba-tiba saja berteriak tidak terima. Kening pria itu tampak mengernyit keras. Kemudian, mendecih dengan bibir monyong ke depan.
“Gak ada apa-apa,” jawab Gojo. Cemberut.
Suara tawa kecil mengalun layaknya melodi merdu. [Name] menutup mulut menggunakan tangan kiri. “Aku pertama kali mencintai seseorang, tapi kalau menyukai ... juga pernah,” katanya. Menyentuh dagu.
“Kehidupanmu itu biasa banget, ya, [Name],” ejek Gojo.
“Aku tak akan menyangkal itu, loh. Dibandingkan kalian yang sibuk mengerjakan misi dan mempertaruhkan nyawa, jelas saja hidupku tak ada apa-apanya,” jelas sang gadis. Tersenyum lebar yang terlihat begitu manis.
“Heee.”
“Mau dengar ceritaku, gak?”
“Untuk apa?”
[Name] mengedikkan kedua bahunya. “Sekalian kamu di sini. Kurasa ... menghabiskan waktu dengan bercerita tak ada salahnya ‘kan? Itu lebih baik daripada hanya diam tanpa melakukan apapun ‘kan?”
“Kau menyukai siapa memangnya? Idol? Artis?”
[Name] mengamati sang surai putih yang saat ini tengah membaringkan tubuhnya di atas atap seraya menjadikan kedua tangan sebagai bantal. Pria itu menatap ke arahnya. Mungkin. [Name] kurang yakin sebab kain hitam itu.
“Yah ... bukan. Maksudku, aku pernah menyukai teman SMA-ku.”
“... Siapa?” Nada Gojo terdengar cuek.
“Hmm ... dia pria baik dan ramah.”
“Membosankan~”
“Aku pernah menulis namanya di atas pasir pakai kayu. Kemudian, namaku di sebelahnya. Lalu ... orangnya malah datang menghampiriku. Saat itu, aku hampir ketahuan, sih.” [Name] menyentuh pipinya. Mengingat kejadian itu membuatnya menjadi malu sendiri. Ia nyaris ketahuan oleh orang yang dia sukai kala itu. Hampir membuat sekelasnya heboh, andai saja jika ia ketahuan.
[Name] menoleh ke arah Gojo. Memandanginya dengan binar cahaya terang yang penasaran. “Kalau Gojo-san? Pernah benar-benar suka sama seseorang?” tanyanya.
“Hmmm ... tidak. Aku ini bukan tipe yang suka hubungan seperti itu, sih.”
“Ah ... aku baru ingat kalau kamu lebih suka main.”
“Kan~! Kan~!”
“Tapi ..., mencoba untuk benar-benar serius dalam suatu hubungan kurasa tak apa-apa ‘kan? Kamu tahu ... semua orang membutuhkan seseorang. Tak ada manusia yang bisa hidup sendirian. Meski sekarang merasa bisa, di masa depan pasti rasanya bakal berbeda ‘kan?” Nadanya mengalun lembut. Layaknya alunan melodi lagu yang menenangkan hati. Membuat sang surai putih membulatkan kedua mata dari balik kain hitam tanpa sepengetahuan sang gadis.
Kekehan rendah terdengar. Itu berasal dari Gojo. Ia sadar. Gadis ini mengetahui jika ia kesepian. Sudah dari awal. Anak yang peka. Gojo cukup kagum dengan itu. Napas yang cukup panjang lantas ia keluarkan. Menyelami pikiran dan perasaan. Senang dan nyaman. Jantung kian berdebar kencang. Sejak tadi. Saat ia mulai duduk di samping sang gadis.
“Kalau begitu kau mau mengajariku, sensei?” tanya Gojo. Menyunggingkan senyuman miring.
“Hm? Ajari apa?”
“Cara menghilangkan rasa cepat bosanku pada orang lain? Terutama gadis?”
[Name] tampak tersenyum lebar. “Perlahan, kamu pasti bakalan menemukan seseorang yang pas untuk kamu, loh. Tanpa kuajarkan pun pasti bisa kamu temukan! Maksudku, kamu orangnya menarik. Kurasa ... cukup tak masuk akal kalau kamu gak laku ‘kan?” Ia mengedikkan kedua bahu.
Gojo bungkam. Melirik ke arah sang gadis yang duduk di sebelahnya. Menatap wajah cantik yang kini mendongak ke atas melihat langit sore. Rambut yang berkibar karena terpaan angin. Membawa aroma manis gadis itu sampai ke penciumannya yang tajam. Si surai putih menutup mata tanpa sadar. Menikmati aroma yang membuatnya semakin nyaman dengan suasana.
“Aku menemukannya.” Gojo semakin tersenyum lebar.
“Menemukan?” [Name] menoleh ke arahnya.
“Orang yang pas untukku.”
Si gadis tampak mengejabkan mata. Ia bungkam. Bengong sebentar, memikirkan sesuatu, entah apa itu. Namun, tak lama kemudian. Senyuman manis ia ukirkan.
“Kamu pasti bisa mendapatkannya!” balasnya ceria. Membuat Gojo menaikkan sebelah alisnya.
“Pasti. Aku ‘kan Gojo Satoru. Si pria tampan!” ucap sang surai putih dengan nada bangga.
“Kurasa kamu harus bertindak cepat, loh. Sebelum dia menjadi milik orang lain.” [Name] menatap ke depan.
“Yah, aku memang harus mendapatkanmu sekarang sebelum si Seto itu menculikmu dariku, sih.”
“Hahahaha ... heh?!” Dengan cepat ia menolehkan kepala kembali. Menatap Gojo dengan pandangan bertanya. Netra hitam keabuannya melotot. Bibir cukup terbuka.
Gojo menopang dagu. “Aku sudah mengatakannya.”
“... Hah?”
“DADAH, [NAMEEE]!!!” Gojo kabur dari sana. Teleportasi. Dan sampai di sebuah ruangan. Ia diam sebentar. Lantas, mengangkat satu tangan mengusap rambutnya ke belakang. “... Sepertinya aku sudah mulai gila.” Gojo terkekeh. Itu terdengar cukup mengerikan.
“Satoru?”
Si surai putih melirik. Mendapati sang guru yang tengah duduk seraya menjahit sebuah boneka terkutuk. Hal yang biasa ia lakukan hingga boneka-boneka itu menumpuk di belakang sana.
Aku tanpa sadar teleportasi ke sini, batin Gojo. “Yaa!” Ia mengangkat tangan. Menyapa sang guru.
“Ada perlu apa kemari?”
“Tidak ada! Aku tanpa sadar teleportasi ke sini!” jawab Gojo. Ceria. Berbunga-bunga.
Selama beberapa saat ia tidak mendapatkan balasan. Tak lama, Gojo mengubah ekspresi kala mengingat apa yang telah ia katakan pada sang gadis. Sesuatu yang bisa mendatangkan masalah ke depannya. Perasaan memang mengerikan. Ia dibuat terlarut dalam kenyamanan sementara bersama sang gadis hingga mengatakan perasaan yang ia rasakan pada [Name]. Kemudian, baru memikirkan segala yang mungkin akan terjadi setelah ini.
“... Apa-apaan dengan ekspresimu itu, Satoru?” tanya Yaga-sensei.
“Aku baru saja melakukan hal yang menyusahkan.”
“Tumben? Biasanya kau selalu hati-hati.”
“Merepotkan, yaa. Aku tak mungkin menarik perkataanku setelah bilang itu pada [Name].” Gojo mengapit dagu.
“... [Name]? Gadis Ryuzaki itu? Memangnya apa yang kau katakan padanya, Satoru?”
Gojo menatap sang guru yang sempat ia abaikan sebab fokus dengan pikirannya sendiri. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku baju. Bungkam dengan wajah cemberut. Kemudian, bicara menjelaskan semua yang telah ia lakukan.
“APA?!”
“Jangan teriak, dong. Santai aja.”
“ANAK INI—?! Ah ... kau ini, kenapa buat masalah seperti ini, hah?”
“Aku sudah menjelaskannya padamu.” Gojo menaikkan kedua bahu cuek.
Suara helaan napas mengembus dari sang guru. Terdengar lelah. Lantas, ia membuka mulut. Berkata, “Satoru ... kau yang paling tahu bagaimana dunia Jujutsu. Hubungan seperti itu ... tak akan berjalan lancar. Kau pernah melihatnya. Anak kelas dua yang berakhir tragis dengan gadis yang dia cintai.”
“Dan juga kau,” potong Gojo. Bercanda.
“... Lupakan. Aku tahu kau mungkin akan sulit melepaskan hal yang sudah kau sukai, tapi pikirkan baik-baik. Anak itu juga tak bisa kau seret ke dalam dunia penyihir. Ayahnya melarang. Aku pernah memintanya untuk membantu pekerjaan Shoko. Dan Ryuzaki-san menolak permintaanku.”
“Kau memintanya saat aku masih remaja ‘kan? Sudah beberapa tahun terlewati, loh~ aku yakin pak tua itu sudah berubah pikiran.” Si surai putih menyunggingkan senyuman ceria.
“Kita tak bisa memaksanya. Lagian ... kau sudah memiliki banyak tanggung jawab, Satoru. Anak murid kelas satu dan dua yang diawasi para petinggi. Lalu, keberadaanmu sendiri. Kau mau menambah bebanmu lagi?”
Gojo bungkam. Tak membalas ucapan Yaga-sensei. Ia memalingkan tubuh. Larut dalam pikirannya sendiri. Si surai putih cukup paham alasan gurunya ini meminta untuk tak menyeret orang lain lagi ke dalam hidupnya. Tanggung jawabnya berat. Berurusan dengan petinggi yang katanya disegani hanya karena status. Dan ia sebagai yang terkuat dan selalu saja nekat jelas berpotensi untuk menjadi seorang pengkhianat. Tak ada yang aman di sekitarnya. Dari awal, kelahirannya pun mengguncangkan dunia penyihir.
“[Name] punya moral,” ucapnya tiba-tiba.
“Huh?” Yaga-sensei tampak menatap ke arahnya.
Tubuhnya ia putar menghadap kembali ke arah sang guru. Senyuman miring ia pasang. Tampak percaya diri. Ia berkata, “Dengan sifatnya yang lembut juga bijak. Aku yakin dia bisa memberikan jawaban yang dibutuhkan anak-anak tentang kejamnya dunia dan kewajiban yang harus mereka lakukan. Nasehat dari orang yang bermoral. Itu yang kurang dari kita ‘kan?” Dari balik kain hitam. Gojo menutup kedua mata. Mengingat bayangan sang kawan di masa lalu. Geto Suguru. Orang yang ia percaya sebagai kompas moralnya dulu. “Meski pernah memilikinya ... dia sudah pergi.” Nadanya terdengar merendah.
“... Jadi, kau mau menjadikannya guru di sini?”
“Tidak perlu,” jawab Gojo. Ia mengangkat satu tangannya. “Dia sudah mengatakan tak ingin jadi guru di sekolah ini. Yah, mungkin ... kau bisa memberikannya izin untuk datang ke sini setiap kupanggil ‘kan? Dan juga, bisa kau bicara dengan pak tua Ryuzaki? Kalau aku yang pergi dan memintanya, jelas dia tak mau ‘kan~?”
“... Kau yakin?”
“Aku selalu yakin dengan keputusanku.”
“Baiklah. Aku akan membicarakan ini dengan Ryuzaki.”
“Aku percayakan itu padamu. Kalau pak tua itu tak mau, ya, paksa saja.”
“Anak ini ....”
“SAMPAI JUMPA~!!” Gojo melambaikan tangan. Dalam sekejap mata hilang dalam pandangan sang guru. Teleportasi ke tempat–sebuah hutan.
Suasana tak mengenakkan menyambutnya. Disusul suara berisik dari mahkluk aneh yang perlahan mendekat. Tak ada takutnya pada ia yang menyandang gelar terkuat. Gojo menyeringai. Dengan nada rendah, ia berucap, “Satte ... saatnya bersenang-senang.”
.
.
.
✎﹏ NOTE ::
Okeh, gak lama lagi aku bakalan keluarin dua buku dengan pair Gojo Satoru x Female Readers ... lagi. Di awal bulan Desember nanti. Ini Project bareng, sih. Dan aku milihnya Gojo soalnya ku tipe setia:3333
Mereka dah hampir official, tuh~
SETELAH SEKIAN LAMA PDKT༎ຶ‿༎ຶ
See you~!
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top