❍ 𖤘 ::┊Chapter 26 : ❛Our Love.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Cinta menyatukan mereka. Bukan 'cinta terkutuk' yang selalu si surai putih percayai selama ini. Sang gadis telah membuktikan ini padanya. Tak ada cinta yang terkutuk.

· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

Gojo membanting tubuhnya ke atas kursi. Diam seraya menatapi langit-langit ruangannya yang gelap. Lalu, embusan napas lelah ia keluarkan. Tangan bergerak menyisir rambut ke belakang. Kemudian, mengacak-acaknya hingga berantakan. Dia mendecih sampai mengumpat. Kedua tangannya pun terkepal erat hingga menunjukkan urat-urat yang mengerikan.

“Seharusnya aku tidak menerima ajakan mereka ...,” ucap Gojo dengan suara rendah. Ia menyandarkan tubuh sehingga sandaran kursi agak terdorong ke belakang. Kedua kakinya saling menumpu. Duduk layaknya seorang penguasa.

Semalam, kedua wanita itu mengajaknya ke sebuah klub untuk menikmati minuman beralkohol yang dibenci Gojo. Sesuatu yang benar-benar merepotkan untuk pria itu lakukan apalagi di saat mereka sudah memaksanya. Gojo memilih menjahili mereka terlebih dahulu, daripada pergi begitu saja dari kedua wanita itu tanpa melakukan apapun. Kemudian, kabur setelah mereka berdua mulai berteriak marah padanya.

Gojo menutup kedua mata. Menghapus ingatan semalam yang dapat mengganggu fokusnya. Juga mencoba untuk mengistirahatkan diri sebentar. Meski hanya beberapa menit mengingat pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan, tidak masalah. [Name] pernah berkata padanya untuk tetap beristirahat setiap ada waktu, karena itu penting bagi ia yang sudah bekerja dengan keras.

Ne, Gojo-san~!

“... Merepotkan ....” Kekehan rendah ia keluarkan sembari menggelengkan kepala, suara si gadis yang tetiba lewat dalam benak mengundang rasa geli dalam perutnya. Ia kembali mendongak. Senyuman miring kini ia sunggingkan.

Gojo ingat dengan jelas ekspresi [Name] malam tadi. Terkejut dan nyaris menangis. Jujur saja, perasaannya jadi cukup berat kala hampir melihat air mata yang tulus nyaris jatuh dari kedua iris hitam keabuan [Name] yang selalu memancarkan kelembutan. Namun, di sisi lain si surai putih cukup merasa senang dengan itu. Ia akan menganggap raut wajah [Name] adalah gambaran kekesalannya karena memilih pergi dengan wanita lain. Bagaimana rasanya? Mungkin hampir mirip dengan yang ia rasakan setiap melihat si gadis dekat dengan pria bersurai blonde itu.

“Hmmm ... kurasa ini tidak berlebihan ‘kan?” Gojo mengapit dagu. Itu semua terjadi karena sisi kekanakannya mengambil alih hingga ia dengan cepat bisa mengenyahkan rasa berat hatinya selama beberapa saat lantas melakukan sesuatu yang mungkin akan melukai hati sang gadis. Kemudian, merasakan penyesalan sekarang. Sesak mulai memenuhi dada saat ia sendirian. Memikirkan perasaan [Name]. Raut wajahnya yang sendu.

Kurasa ... ini sudah berlebihan, sih ..., batin Gojo sembari mengusap tengkuk. Mungkin ... nanti ia harus mengunjungi si gadis dan menjelaskan semua padanya, agar tak ada kesalahpahaman di antara mereka, juga meminimalisir pikiran [Name] yang sekarang bisa saja menganggap Gojo lebih brengsek dari ini.

Apa seharusnya aku mengabaikan saja? Aku tak punya hubungan apapun dengan anak itu sampai harus seperti ini, batin Gojo. Kalut. Ia tak menyangka, karena perasaannya ini semua terasa menjadi rumit. Namun, mengabaikan kesalahpahaman ini mungkin akan membuat hubungannya dan [Name] hancur. Dengan begitu, Gojo bisa menghapus perasaan aneh yang tumbuh, tapi memikirkan itu rasanya ... seolah akan membuang sesuatu yang bernilai berharga dari apapun di dunia.

“Pergi sekarang aja, deh~!”

Gojo teleportasi. Dalam kedipan mata muncul di sebuah pekarangan rumah. Satu-satunya tempat–menurut Gojo– yang benar-benar terasa seperti 'rumah.' Di mana ... ia disambut dengan senyuman hangat dari pemiliknya. [Name].

“Eh ... Gojo-san ....”

“Hm~?” Gojo menolehkan kepala. Mendapati si gadis berdiri di depan pintu dengan wajah terkejut. Pria itu menaikkan sebelah alisnya kala melihat wajah [Name] yang perlahan berubah memerah. Kemudian, berlari masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan kasar.

“... Eh?”

“TUNGGGU!! [NAMEEE]!!! KAU MAU KE MANAA!!” Gojo mengejar. Tak menggunakan teleportasi karena pasti itu akan terasa sangat mudah untuk mendapatkan sang gadis yang tengah berlari menjauh. Ia membuka pintu, masuk ke dalam rumah seraya mengikuti aura kutukan [Name]. Di lantai dua.

“Ah ... dia langsung ke atas atap, ya?” gumam Gojo. Ia menepuk tangan. Begitu cepat hingga sampai di atas atap rumah. Menemukan [Name] duduk di sana seraya memeluk kedua kakinya. Menyembunyikan wajah cantiknya.

“[Name]?” Gojo melangkah mendekat. Lantas, ia berjongkok di samping sang gadis yang masih tak berkutik. Tangannya terangkat, menyentuh puncak kepala si gadis. Mengelusnya dengan lembut.

“Ada apa kemari?”

Gojo menghentikan gerakan tangannya. Ia tertawa kecil. Terdengar rendah dan itu cukup mengerikan.  “Kenapa kau tiba-tiba dingin seperti ini, [Name]?” tanyanya. Gojo mengernyitkan kening saat melihat gadis itu membeku. Tak lama kemudian, dia mengangkat kepalanya.

“Maaf ... aku tanpa sengaja kayak gitu,” jawab sang gadis. Tanpa menatapnya. Netra hitam itu bergerak acak untuk tidak melihat ke arah wajah Gojo.

“Hei, [Name],” panggil sang surai putih.

“Iya?”

Gojo menatap wajah si gadis selama beberapa saat. Lantas, ia mendudukkan diri di sebelahnya. “Maafkan aku.”

“... Eh? Untuk apa?” [Name] memiringkan kepalanya.

“Karena malam itu. Seharusnya ... aku tidak menerima ajakan mereka.”

“... Kamu menyesal, ya ..., tapi apa alasannya?”

Gojo menoleh. Kembali menatap [Name] yang sekarang telah melihatnya. Netra indah tajam milik Gojo dengan jelas menangkap sekitaran mata [Name] yang basah begitu juga iris hitam keabuan yang masih berkaca-kaca. Si surai putih memalingkan wajah ke depan. “Yah, jalan dengan mereka sebenarnya tidak terlalu buruk juga, sih,” katanya.

“Kalian bersenang-senang, ya?” tanya [Name]. Suaranya terdengar cukup bergetar. Nyaris benar-benar tak terdengar jika saja pendengaran si surai putih tidak tajam.

Gojo melirik. Menemukan si gadis yang kini menunduk sembari meremas kedua tangannya. Surai hitam panjang yang indah itu menjadi penghalang untuk menunjukkan wajah manis [Name] sehingga sang pria tak dapat melihat ekspresinya. Ekspresi Gojo berubah cemberut. Ia mengusap tengkuk. Kemudian berkata, “Bersenang-senang apanya, bodoh? Mereka mengajakku ke klub untuk meminum alkohol pahit, tau!” jawabnya. Cukup kesal.

“Apa kamu pergi dari mereka karena itu?” tanya [Name].

“Membosankan kalau aku tetap bersama mereka, sih~ jadi kujahili dulu lalu pergi, deh!!” Nada suara berganti begitu cepat menjadi ceria. Mengundang tawa kecil dari sebelahnya.

Si surai putih kembali melirik. Kini, iris mata indahnya agak melebar. Mendapati si gadis yang tertawa seraya menutup mulut dengan tangan kanan. Disusul semburat merah manis yang mulai menghiasi wajahnya. Tanpa sadar. Pandangan sang pria agak melembut dari balik kain hitam. Diikuti senyuman yang lebih tulus dari biasanya.

Tangan Gojo terangkat menyentuh kepala [Name]. Membuat gadis itu berhenti tertawa lantas menolehkan kepala ke arah si pria yang tengah memajukan tubuhnya untuk mendekat. Mengundang debaran jantung yang mulai berpacu kencang hingga menggema sampai ke pendengaran. Wajah sang gadis pun semakin bersemu bersamaan binar cahaya yang kian menghiasi mata hitam keabuan itu.

“Apa kau masih marah padaku???” tanya Gojo. Ia membungkukkan tubuh. Menyamai wajah [Name].

“Aku tidak marah padamu, kokk.”

“Heee. Serius? Terus kenapa malam itu kau terlihat pengen nangis?”

“Ah ... kelihatan, ya?”

“Iyaa!!”

Si gadis menyunggingkan senyum. “Itu wajar, kok,” ucapnya.

“Ha? Wajar apanya?”

“Hehe~ tidak ada!”

Gojo bungkam. Menatapi ekspresi [Name] yang telah menghangat. Dalam sekejap mata, iris indahnya menajam. Lantas, ia menatap ke arah depan. “Hei, [Name],” panggilnya.

“Hm?”

“Aku selalu percaya cinta itu terkutuk.”

“....”

Tak ada jawaban. Gojo menutup matanya. Bibirnya agak monyong ke depan. Ia tak perlu melihat ekspresi yang [Name] pasang. Karena ia sudah menebak gadis itu pasti akan terkejut.

“Itu cukup masuk akal, kok.”

“Huh?”

“Menurutku, bagi kamu yang sudah merasakan rasa sakit karena menyayangi seseorang ... pasti akan menganggap cinta dan kasih sayang itu sesuatu yang sebetulnya menyedihkan, tapi ... kamu mau dengar pendapatku?” Si gadis menoleh. Menatapnya dengan pandangan yang semakin melunak. Mengundang kehangatan yang perlahan memenuhi diri sang surai putih.

“Seperti kehidupan yang pahit dan manis. Cinta pun juga kayak gitu. Dengan perasaan itu kamu mendapatkan hal yang baru. Ada saatnya merasa bahagia dan benar-benar menyakitkan saat berpisah. Mungkin ... itu yang kamu anggap terkutuk, tapi ... tak ada cinta yang sempurna. Hanya ada cinta yang tulus.

“Perasaan itu sebenarnya sederhana. Hanya perlu menerima semuanya tanpa kebohongan. Seseorang mengatakan perasaan itu rumit karena keadaan yang mempersulit mereka. Dan yang paling indah dari perasaan ini adalah ... cinta menghidupkan semuanya.” [Name] mengejabkan mata. Lantas, ia menolehkan kepala, melihat ke arah Gojo.

“Eh ...? Kenapa ...?” [Name] memiringkan kepala. Tersenyum kecil yang agak malu-malu.

“... Heee. Aku tak percaya akan mendengarkan itu semua darimu, [Name].”

“Maaf, sepertinya aku terlalu berlebihan tentang ini. Padahal—”

“Tapi ..., begitu, ya? Jadi ... dengan kata lain, menurutmu tak ada cinta yang terkutuk, ya?” Gojo mengapit dagu.

“... Iya. Aku tak memandang cinta itu sepenuhnya indah, tapi juga tak memandang cinta itu sesuatu yang buruk dan gelap.”

“... [Name]. Apa kau ... pernah merasakan itu?”

Si gadis tersenyum lebar. “Aku merasakannya sekarang, loh. Untuk seseorang, pertama kalinya.”

.

.

.

.

✎﹏NOTE ::

ADA YANG KANGEN DENGANKU??? WALO GAK ADA AKU KANGEN KALIAN•́  ‿ ,•̀( ◜‿◝ )♡

Okeh, sebenarnya hari ini ujian. Aku juga udah gak down lagi kayak Minggu lalu. Udah bisa nulis lagi kek dulu><) cuma masih slow update, ya ... chapter ini kubuat selama tiga hari༎ຶ‿༎ຶ

SEMANGAT BUAT KALIAN YANG UJIANN♡♡

Love Regards.
Ann White.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top