❍ 𖤘 ::┊Chapter 25 : ❛The Answer.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Bukan cinta kalau tidak cemburu.

· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

“Gojo-san marah lagi, ya?”

Suara pintu yang terbuka otomatis terdengar, membuat [Name] keluar dari supermarket seraya menenteng tas belanjaan. Cemilan di rumahnya habis karena dilahap oleh sang surai putih yang telah pergi beberapa waktu lalu. Sesuai perkataannya. Pria itu menghilang secara tiba-tiba saat ia selesai menikmati masakan sang gadis.

“Wah! Kamu tampan sekali, ya! Ayo, ikut kami!”

“Huh? Maaf, gadis-gadis~ tapi—”

“Jangan menolak. Ayo, ikut kami!!”

Hm? [Name] menolehkan kepala ke arah samping. Ia membeku. Kemudian, mengejabkan mata. Kedua netra agak membulat kala mendapati Gojo dikelilingi dua wanita dengan pakaian yang cukup terbuka. Si surai putih tersenyum menanggapi mereka. Orang yang bersahabat. Mungkin.

[Name] mengalihkan pandangan sebentar. Lantas, menatap kembali ke arah Gojo yang kini sudah menoleh ke arahnya. Bibir si gadis agak terbuka. Mengambil napas saat tanpa sadar ia menahan udara untuk masuk ke dalam tubuhnya.

Bukannya ... dia sudah pergi? batin sang gadis. Wajahnya berubah sendu.

“Hei! Ayo! Kau lagi tidak menunggu seseorang ‘kan?” Suara salah satu wanita itu terdengar sampai ke tempat [Name] berdiri.

“Ah ... itu, ya~?”

[Name] tak mengalihkan pandangan matanya. Iris tetap fokus pada sang pria yang juga masih melihat ke arahnya. Pria itu tak menyunggingkan senyuman. Bibir tipisnya pun agak terbuka. Jaketnya tampak ditarik-tarik oleh kedua wanita itu. Bahkan ada yang memeluk lengan kanannya. Membuat sang gadis menggigit bibir bawah. Merasa sesak pada bagian dada.

“Maaf, tapi ... kurasa aku bisa ikut kalian?”

[Name] membeku. Lantas mengalihkan pandangan ke arah lain. Tangannya mengepal erat. Sakit. Kemudian, bergerak mengelus kedua lengannya sembari menggigit bibir bawah. Sesak memenuhi dada, sambil memikirkan kenapa Gojo memilih gadis itu daripada dirinya? [Name] membulatkan mata. Kekehan kecil ia keluarkan. Yah, dia tak punya hubungan dengan Gojo. Selain, seorang teman. Namun, kenapa rasanya terbakar seperti ini?

“Kurasa ... sudah saatnya pergi.” [Name] dengan paksa menggerakkan kedua kakinya. Terasa berat. Padahal kaki kurus tanpa lecet itu tidak seimbang dengan batu besar. Namun, sulit untuk digerakkan. Mungkin ... seakan-akan dalam keadaan down berat. Namun, ia dengan paksa menggerakkan kedua kakinya untuk berlari menjauh dari sana.

Meninggalkan Gojo yang tetap menatapnya.

“Gojo-san ... kenapa semalam kayak gitu?”

[Name] mengernyitkan kening. Dengan pandangan mata fokus ke arah makan siang yang telah ia buat dari rumah sambil memakannya di kantin sekolah. Suara-suara berisik dari anak-anak murid memenuhi seisi ruangan yang penuh dengan makanan ini. Namun, itu tidak mengganggu si gadis sama sekali. Sebab, fokus yang terarah pada sang surai putih. Pria yang membuatnya memikirkan hal merepotkan selama semalaman hingga tidak tidur sama sekali.

Apa alasan pria itu menerima ajakan kedua wanita lain tepat di hadapan [Name]? Mengabaikannya hanya karena dua ular kekurangan pakaian? Kemudian, kenapa dia merasa sesak seperti ini? Pada Gojo? Jangan bercanda. Mereka tak punya hubungan spesial. Namun, si gadis tetap tak bisa mengabaikan itu. Sekeras apapun ia mencoba mengalihkan fokus. Berusaha untuk tidak peduli pada kejadian semalam dengan menggunakan pikiran mereka hanya sebatas teman. Perasaan sialan ini ternyata tak bisa ia tolak begitu saja. Panas hati. Menyebalkan.

“Haa ... ini memusingkan.” [Name] menutup mata. Wajah agak cemberut sembari memakan satu telur gulung. Mengunyahnya agak cepat dengan sumpit yang masih menyumpal mulutnya.

“Sensei sendirian? Mau ditemani, gak?”

Si gadis mendongak. Mendapati Kuro dan dua teman lain dari klub Volly berdiri di seberang meja. [Name] menyunggingkan senyuman. Lantas, menganggukkan kepalanya.

“Jangan ke mana-mana, Kenma.”

“Heee ....”

“Kenma tidak mau makan bareng Sensei, ya?” [Name] memiringkan kepalanya ke samping. Memasang wajah yang agak sedih. Ia menahan tawa saat melihat Kenma yang terlihat tertekan. Kemudian, anak itu dengan pasrah duduk manis di samping Kuro.

“Sensei kelihatan murung. Kenapa?” tanya Kuro.

“Jangan mulai, Kuro,” sahut Yaku Morisuke dengan nada datar.

“Tak apa. Sensei memang lagi banyak pikiran,” jawab [Name].

“Apa karena pria yang Sensei suka?” tebak Kuro. [Name] menanggapi dengan kekehan kecil. Ia mengakui kalau remaja itu memang peka.

“Yah ... aku akan menceritakannya. Yaku-kun dan Kenma juga boleh dengar, loh~” Si gadis menoleh ke arah mereka berdua.

“Aku mau makan dengan tenang saja,” jawab Kenma.

“Tidak sopan!” Yaku mengelus surai puding sang setter.

Tawa kecil terdengar mengalun dengan lembut. [Name] menutup mulutnya dengan satu tangan. Lantas, ia berdeham. Kemudian berkata, “Yah, dia memberikanku sebuah harapan, tapi Sensei mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Kamu tahu? Dia ... saat Sensei bersama orang lain. Reaksinya seperti orang yang tak rela. Itu membuatku senang sekaligus bingung. Sensei juga masih tak tahu dengan perasaanku sendiri. Lalu ....” [Name] mengejab. Perkataannya sendiri membuatnya sadar pada sesuatu. Saat ia mengatakan semua kalimat itu. Si gadis memikirkan dirinya sendiri, membayangkan kejadian semalam. Lalu, dia menutup mata. Mungkin tidak perlu menceritakan secara mendetail pada anak-anak muridnya. Ia tak ingin menyusahkan mereka dengan curahan hatinya.

Dia lalu mendongak. Menatap ketiga anak murid yang menatapnya dengan pandangan tak percaya. Itu membuat si gadis memiringkan kepala ke samping. “Kenapa dengan wajah kalian?” tanyanya. Mengembangkan senyum.

“Ah, tidak ada. Hanya saja. Aku tidak percaya Sensei akan blak-blakan menceritakannya seperti tadi,” jawab Kuro.

“Sensei harus seperti itu kalau ingin mendapatkan jawaban ‘kan?” [Name] mengedikkan kedua bahu.

“Hmm ... begitu, ya? Jadi, Sensei masih bingung, ya? Perasaan memang sesuatu yang sulit, sih, Sensei. Jadi, wajar kalau bahkan anda pun kebingungan.” Kuro tampak mengapit dagu.

“Yang sopan, woe.” Yaku menopang dagu.

“Aku setuju dengan ucapan kamu, Kuro-kun.”

“Tapi ... Sensei tahu, tidak?” Kuro tersenyum miring.

“Hm? Tahu apa?” [Name] menatap penasaran. Kemudian, netra indahnya menangkap Kuro yang terkekeh seraya melebarkan seringaiannya. Lalu, menatapnya dengan pandangan menggoda.

“Bukan cinta namanya kalau tidak cemburu, Sensei.”

Iris mata sang gadis melebar. Tampak terkejut. Ia lalu mengejabkan kedua netra. Perlahan, menundukkan kepala. Menatap jari-jarinya yang saling meremas. Benak kini teralihkan pada kejadian lalu. Malam tadi. Saat sesak memenuhi dada. Tak rela melihat si surai putih memilih gadis lain daripada dirinya. Itu ... termasuk cemburu?

Begitu ... ya, batin si gadis. Wajahnya agak melembut. Disusul senyuman yang perlahan mekar menghiasi wajah cantiknya.

Kini ... dia tahu perasaannya.

“Terima kasih, ya, Kuro-kun! Kamu memang yang terbaik dalam hal ini!!” [Name] menepuk kedua tangannya ceria seraya tertawa kecil.

Ia mencintai si surai putih.

“Ah, terima kasih kembali, Sensei.” Kuro memasang tampang bangga.

“Jangan memujinya, [Name]-chan-sensei,” sahut Yaku bosan.

“Dasar orang sirik!!!”

“Apa aku boleh pergi sekarang ...?” gumam Kenma.

Gelak tawa kian bertambah dari sang gadis. Dengan semburat tipis yang mulai menghiasi wajahnya yang cantik. Melihat mereka berdebat menyenggol humornya. Salah satu orang yang sangat mudah untuk dibuat tertawa hanya dengan hal-hal yang kecil.

“Jadi, Sensei? Apa anda akan menyampaikan perasaan Sensei padanya?” tanya Kuro. Lengan kekar anak itu tampak bergerak merangkul Kenma yang lagi-lagi ingin kabur.

“Hmm ... entahlah. Aku tidak yakin dia menerima perasaanku.” [Name] menunduk. Mengingat kejadian semalam. Dengan itu ... ia tidak mungkin mau mengatakannya. Sudah jelas. Ia akan ditolak.

“TIDAK MUNGKIN! SENSEI! ANDA ADALAH SATU-SATUNYA MALAIKAT CANTIK YANG AKU KENAL!! Selain ibuku. DIA PASTI MENERIMAMU SENSEI! KALAU TIDAK—dia salah satu orang yang akan rugi.” Kuro berdeham. Lalu, duduk dengan tenang setelah berteriak tidak jelas.

Si gadis terkekeh. “Akan kupikirkan, Kuro-kun,” jawabnya.

“Sensei pasti diterima! Aku yakin! Instingku bilang itu—”

“Bel sudah bunyi. Ayo, kembali, Kuro. Sensei! Kami pergi dulu, ya~” Yaku menarik kerah belakang Kuro.

“Sampai jumpa~!” Sang gadis melambaikan tangan. Senyuman mengiringi kepergian ketiga anak itu. Saat mereka hilang dari pandangan. Wajah sang gadis berubah sendu.

“Ini merepotkan, ya ...,” ucapnya. Dengan nada pilu.

.

.

.

.

.

✎﹏ Note.

Gak lama lagi UTS.
Waahh.
Ampun dah😭

Love Regards.
Ann White.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top