❍ 𖤘 ::┊Chapter 24 : ❛Sensitive.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Dalam keadaan panas hati. Kepekaannya meningkat drastis.

· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

“... Rasanya hari cepat berlalu, ya.”

[Name] mendongak ke atas. Menatap langit sore menjelang malam hari. Angin berembus. Dingin. Si gadis dibuat menggigil. Suhu di kota Tokyo mulai turun setelah melewati musim panas yang sangat mengundang peluh. Si gadis mengusap kedua lengan. Dirinya sangat beruntung karena memakai cardigan yang cukup tebal, jadi bisa sedikit membantu menghalau rasa dingin yang menyerang.

“[Name].”

Sang gadis menolehkan kepala ke arah kanan. Netra agak melebar. “Kamu ... belum pergi?” tanyanya. Manik hitam keabuan menatap tepat pada mata abu-abu yang indah. Seto tampak membalas tatapannya. Lantas, memutuskan pandangan dengan menoleh ke arah lain.

“Aku pergi sebentar. Sambil menunggu temanmu pergi dari sini,” jawab Seto.

“Ah, ada sesuatu lagi yang mau kamu bicarakan?” [Name] melangkah menghampiri. Berdiri tepat di depan si pria yang menunduk untuk menatapnya.

“Tidak ada. Aku menunggu untuk mengantarmu pulang. Ayo.”

“Okehh! Oh, iya! Aku mau mampir ke toko bakpao hangat. Boleh ‘kan?” [Name] menyamai langkahnya dengan Seto yang telah berjalan lebih dulu.

“Boleh.”

Si gadis menanggapi dengan senyum. Lantas pandangan mata mengedar ke penjuru arah. Melihat toko-toko yang sudah mulai menyalakan lampu untuk menyambut malam hari. Kemudian, netra indahnya berhenti tepat pada satu toko penjual bakpao isi daging yang hangat. [Name] menunjuk ke arah tempat itu. Mengatakan pada Seto untuk menunggunya selama ia memesan makanan. Tangannya melambai pada si pria, lantas berlari kecil ke arah toko yang mulai cukup ramai.

Tak lama. Si gadis kembali dengan satu kantong berisi bakpao hangat. “Ayo, pulang~” ajaknya.

Langkah mereka kembali beriringan. Tidak ada yang memulai percakapan. [Name] belum punya sesuatu untuk dibicarakan bersama dan ia yakin Seto yang punya karakter pendiam dan datar pun pastinya tidak akan memulai sebuah obrolan, kecuali jika lawan bicaranya memulai percakapan atau menarik emosinya.

“Hei,” panggil [Name]. Ia menoleh ke arah Seto.

“Kenapa?”

“Kerja dalam militer pasti melelahkan ditambah berkas-berkas perusahaan. Bukannya kamu harusnya istirahat selagi diberi libur oleh Ayah?” tanya si gadis.

“Sudah kubilang. Kita lama tidak bertemu dan menghabiskan waktu. Pak tua itu akan protes padaku kalau tidak pernah menemuimu setidaknya selama setahun,” jawab Seto santai.

“Ayah berlebihan. Aku akan bicara padanya tentang ini.”

“Tak perlu.” Tangan Seto terangkat mengusap puncak kepala [Name]. “Aku menikmati waktu bersamamu.”

“Makasih, ya~” [Name] mengembangkan kedua sudut bibir. Membentuk sebuah senyuman manis. Pandangan matanya pun tampak kian melembut bersama binar yang terang. Membuat Seto yang awalnya berekspresi datar kini sedikit menyunggingkan senyuman tipis. Wajahnya juga perlahan menghangat.

“Wah! Kamu tersenyum!” Kaget [Name].

“Aku bukan robot tanpa ekspresi.”

“Hehe~”

“Cih.” Gojo mengernyitkan alis.

“Wah! Ada celah! Dapat!!” Yuuji terlihat memutar kakinya di atas lantai. Tampak hendak menendang si surai putih saat ia agak teledor. Ketika tendangan anak muridnya ini hampir mengenai kakinya. Gojo memberikan tinju hingga Yuuji terlempar cukup jauh ke arah belakang.

“Akkh!!”

“Aku menang, Yuuji.” Gojo tersenyum.

“Bagaimana bisa Sensei cepat sadar saat aku melihat celah darimu tadi?!” protes Yuuji kesal. Ia terlihat mengelus-elus punggung yang mungkin agak sakit.

Huh? Anak ini menyadarinya? batin Gojo. Si surai putih kembali mengernyitkan alis. Kemudian, ia menoleh ke arah belakang. Tanpa alasan yang jelas saat perasaan kesal kembali mendatanginya. Sangat tiba-tiba dan dia tak menyukai hal ini.

Perasaan apa ini? tanya Gojo. Lantas, pikiran tertuju pada sang gadis. Ia ingat jelas suara halus nan ceria itu mengalun untuk pria bersurai blonde saat di kafe beberapa waktu lalu. Meski tak bisa melihat ekspresi yang si gadis pasang sebab posisinya yang membelakangi tadi. Gojo jelas tahu kalau anak itu tersenyum lebar pada pria lain. Selain dirinya. Dan itu sangat menyebalkan baginya. Seolah-olah miliknya terasa akan dirampas.

Ha? Tunggu. Aku dan [Name] ‘kan .... Gojo memasang tampang aneh.

“-sei!”

Cih. Jangan-jangan gadis itu tersenyum pada orang aneh itu lagi, batin Gojo.

“-ensei!”

Aku harus memastikannya nanti setelah melatih Yuuji. Gojo mengapit dagu.

“GOJO-SENSEI!!”

Sang surai putih menoleh. Mendapati Yuuji berdiri di sampingnya. Entah sejak kapan tanpa disadari olehnya. Sambil meneriakinya seakan dia itu tuli.

“... Kenapa teriak, Yuuji?” tanya Gojo.

“Aku dari tadi memanggil Sensei, tapi tidak didengar!”

Kenapa aku tidak menyadarinya? Gojo menyunggingkan senyum. “Kenapa memanggilku?”

“Ah, itu ... aku lupa bilang kalau Fushiguro meminta Sensei menemuinya nanti,” jawab Yuuji.

Gojo mengapit dagu. “Hm? Tumben Megumi tidak menemuiku lebih dulu?” tanyanya.

“Aku juga tidak tahu, Sensei, tapi dia bilang akan menunggu Sensei di depan gerbang.”

.

.

“MEGUMIII!!!”

“Jangan teriak-teriak, Sensei. Aku tidak tuli.”

“Jadi? Kenapa memanggilku ke sini? Kau tahu aku ini orangnya sangat sibuuukk, Megumi.” Gojo memasukkan kedua tangan dalam saku. Pakaiannya pun telah terganti dengan style casual. Celana dan sweater hitam. Juga jaket abu-abu.

“Ah, itu. Tadi Ryuzaki-san menelponku.”

“HA?! Dari mana kau dapat nomornya!!”

“Dari salah satu anak muridnya,” jawab Megumi.

Gojo mengernyitkan kening. “Lalu?” Ia agak cemberut. Dia yang dekat dengan [Name] tidak punya nomor gadis itu sama sekali. Padahal, mereka sering bersama. Namun, hal sekecil ini lupa Gojo tanyakan. Atau ia yang lupa membuat [Name] menanyakan hal itu padanya.

“Itu ... katanya dia mengajakmu makan malam, Sensei.”

“Kapan?”

“Sekarang, tapi katanya kalau Sensei sibuk tidak perlu dipaksa—”

Gojo menghilang dari hadapan Megumi. Teleportasi. Ia tepat di depan rumah milik sang gadis. Dia pergi tanpa mendengar ucapan Megumi sampai akhir. Si surai putih yakin anak itu sekarang sedang mengomelinya karena telah pergi tiba-tiba tanpa mengatakan apapun.

“Eh? Gojo-san?”

Sang pria menolehkan kepala ke arah belakang. Mendapati [Name] berdiri di sana seraya tersenyum. Dengan tangan yang menenteng tas belanjaan yang cukup besar.

“Aku pikir kamu tidak akan datang. Terima kasih, ya, sudah mau mampir!!” [Name] melangkah menghampiri. Berhenti tepat di depan sang pria.

“Tidak mungkin ‘kan aku menolak ajakanmu untuk makan bersama?? Yah ... aku tidak akan melewatkan itu.”

“Wah? Apa itu artinya masakanku benar-benar cocok dengan lidahmu, Gojo-san?” [Name] memiringkan kepala ke samping.

“... Aku tidak menyangka kau bisa bilang itu, [Name].”

Si gadis terkekeh. “Kurasa aku tertular kepercayaan diri kamu~” ucapnya.

“Heee.” Tangannya terangkat menyentuh atas kepala sang gadis. Mengelusnya dengan lembut. Lalu, ia memajukan wajah. Seakan-akan ingin mencium puncak kepala [Name]. Gojo menghirup aroma rambut si gadis. Sangat harum. Vanilla. Dan itu beraroma manis. Namun, ada bau lain di sana. Maskulin.

“... Apa ada seseorang yang menyentuhmu?” tanya Gojo.

“Eh? ... Ah itu. Seto tadi mengelus puncak kepalaku,” jawab [Name]. Jujur. Dia dengan cepat menangkap maksud Gojo.

“Kau memang dekat dengan dia, ya?” Gojo menegakkan tubuh. Ia mundur selangkah. Agak berjarak dari [Name]. Si surai putih dapat melihat ekspresi tak enak sang gadis saat ia melakukan ini.

“Iya ... dari kecil.” [Name] menundukkan kepala.

“Heee.”

“Tapi ..., dia itu sebenarnya—”

“Kau mau memasak ‘kan? Ayo, cepat. Aku akan pergi setelah selesai makan.” Gojo melangkah ke arah rumah. Dari nada bicaranya yang terdengar dingin. Jelas pria ini merasa terganggu. Dan [Name] menyadari itu.

.

.

.

.

✎﹏ Note :: [1115 words]

When cemburu- cemburuan dimulai😌

Love Regards.
Ann White.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top