❍ 𖤘 ::┊Chapter 23 : ❛Don't Smile to Someone Else.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈

Dia benar-benar merasa terganggu. Tak ingin sang gadis tersenyum pada orang lain, selain pada dirinya sendiri. Aneh. Perasaan apa ini?

· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

“Maaf, aku membuatmu menunggu lama!”

[Name] menumpu kedua tangan di atas lutut. Napasnya tampak tak beraturan sehabis berlari. Peluh membasahi wajah. Ia mengelap kening menggunakan sapu tangan.

“Kau kayak orang yang habis dikejar setan, [Name].”

Tawa kecil terdengar dari sang gadis. [Name] menarik kursi, lantas mendudukkan diri di hadapan pria berambut blonde. Ia biasa disapa dengan panggilan Seto. Dia merupakan orang yang menghubungi [Name] kemarin dan meminta untuk bertemu. Di sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari tempat si gadis mengajar. Mengajaknya untuk bersantai setelah bekerja dan membicarakan ini hingga itu. Satu minuman dingin dengan es krim pada bagian atas tepat ada di hadapan [Name]. Seto memesan minuman itu sebelum sang gadis datang ke tempat ini. Float ice cream vanilla. Membuat [Name] lantas tersenyum senang dengan rona tipis yang perlahan menghiasi wajah.

“Jadi, kenapa minta ketemuan? Biasanya kamu tidak kayak gini.” Tangan sang gadis bergerak menyendok es krimnya. Mencicipi rasa dingin dan manis.

“Sesekali mengajakmu seperti ini tak ada salahnya. Lagian, kita sudah lama tidak ketemuan. Oh, iya. Bagaimana keadaan pak tua itu?” tanya Seto. Ia mengangkat cangkir kopi hangat yang telah dicampur susu. Ia sedikit mengernyit kala merasakan aura gelap yang cukup dekat di belakang [Name].

“Baik, kok. Ayah masih bekerja dikemiliteran dan belum pensiun. Kamu jarang ketemu dia karena misimu, ya? Tunggu, apa sekarang aku masih harus memanggilmu Seto? Di sini tidak ada teman kamu ‘kan?” tanya [Name]. Ia memasukkan sedotan bagian atas ke dalam mulut. Meminum rasa manis bercampur dingin. Menyegarkan.

“Terserah. Teman-teman satu kampku sudah tahu nama asliku. Kau tak perlu sungkan lagi, [Name].”

“Oh, okee~”

“Dan juga ....”

[Name] memiringkan kepala. Ia melihat pria itu menutup kedua matanya. Seto terlihat tidak nyaman. Terbukti dari keningnya yang semakin mengernyit. Ia terlihat seakan-akan sedang diawasi oleh seseorang dengan tatapan menusuk. Membuat [Name] menaikkan satu alis ke atas.

“Ada seseorang yang menatapku dengan tatapan seolah-olah aku punya utang yang belum dibayar lunas padanya sejak masuk ke kafe ini,” ucap Seto.

“Kamu pernah mengutang, ya?”

“Tidak, tapi orang itu menatapku seperti itu. Apa kau kenal pria dengan rambut putih berbadan cukup kekar?”

“Hu?” [Name] mengejab. Pandangannya mendapati Seto menunjuk-nunjuk ke arah belakang membuat si gadis langsung menolehkan kepala.

“Hm~???” [Name] mengembangkan senyum. Ia mendapati tiga orang murid Gojo sedang duduk bersama sambil memakan cemilan mereka. Tempatnya tidak jauh dari kursinya dan Seto. Namun, ia tidak mendapati si surai putih di sana.

“Wah. Orang itu menghilang. Kurasa dia kenal denganmu, [Name].”

“Iya. Aku tahu dia, kok!” Si gadis melihat ke arah sang pria. Pandangan matanya berbinar terang, bahkan bergetar hingga semakin melembut. Netra Seto lantas agak melebar. Terlihat terkejut. Mengundang kebingungan bagi si gadis.

“Kamu ... kenapa?” tanya [Name].

“Tidak ada. Aku hanya ... cukup terkejut denganmu.” Seto menopang dagu. “Jadi? Siapa pria itu?”

“Dia temanku. Orang yang belakangan ini menemaniku saat di rumah. Bahkan saat dia sibuk pun dia menyempatkan diri buat mampir.” [Name] tersenyum senang. Rona merah menghiasi kedua pipinya. “Aku senang dia mau meluangkan waktunya untuk ke rumah. Dan kadang aku merasa tidak enak karena harus mengambil waktunya untuk menjalankan misi.”

“Heee.”

“Dia orang yang asik juga! Tingkahnya selalu membuatku tertawa! Menurut orang lain mungkin itu bodoh dan aneh. Apalagi umurnya sudah hampir kepala tiga, tapi yah ... humorku itu rendah banget. Makanya mudah buat tertawa.” [Name] menggaruk tengkuknya. “Dan juga ... dia punya kemiripan denganku.”

“... Kau terlihat sangat senang membicarakannya.”

“Um, menurutku dia orang yang cukup baik, kok! Walau kelihatannya dia tidak seperti itu, sih.”

Seto mengembuskan napas panjang. Membuat si gadis melayangkan tatapan bingung. Seto tampak memandangi layar handphone. Lantas, ia berdiri dari duduknya. “Aku harus pergi. Sampaikan salamku pada pak tua itu, [Name].” Tangan Seto bergerak mengelusi puncak kepala sang gadis.

“Hati-hati, ya! Sampai jumpa~”

“Wah~! [NAMEEE]!!”

Si gadis menolehkan kepala. Mendapati Gojo melangkah ke arahnya dengan santai. Tersenyum lebar layaknya matahari yang bersinar terang. Namun, lengkungan indah itu hilang kala Gojo melewati Seto. Ekspresinya berubah dingin. Mungkin dari balik kain hitam ia melirik tajam pada Seto. Kemudian, dalam sekejap mata berubah ceria lagi saat berhenti tepat di depan sang gadis yang menatapnya dengan tatapan sulit.

“Sejak kapan kamu di sini, Gojo-san?” tanya [Name].

“Baru-baru saja~”

“Benarkah, tapi Seto bilang kamu sudah ada di sini sejak ia belum datang, loh~? Kamu menunggu seseorang?”

“Cih. Ketahuan. Aku tidak menunggu siapa-siapa.” Gojo cemberut.

[Name] terkekeh. Kemudian berkata, “Mau duduk di sini, Gojo-san? Murid-murid kamu kurasa tidak akan keberatan.” [Name] melihat ke arah tiga anak remaja yang sibuk mengobrol. Kelihatan seru. Karena itu mungkin mereka tidak menyadari jika si surai putih sudah pergi dari tempat mereka.

“[Name].”

Gojo mendudukkan diri di hadapan sang gadis. Tempat pria tadi. Orang yang sudah ia ketahui bernama Seto. Mengingat itu membuat Gojo mengerutkan alis. Kemudian, berdecak kesal. Ia lantas menatap sang gadis yang duduk di depan. Menatapnya seraya meminum minuman yang Seto pesan tadi. Ternyata untuk si gadis. Tampang jenuh si surai putih pasang. Kembali kesal dengan hal ini.

“Gojo-san? Ada apa?” tanya [Name] padanya.

“Tidak ada, tuh~” Nadanya terdengar ceria. Meski begitu, tidak ada ketulusan di dalam sana dan sang gadis menyadari itu.

“Kamu keliatan lagi terganggu. Oleh siapa?” [Name] memiringkan kepalanya.

“[Name] dengan pria itu punya hubungan apa, sih?” tanya Gojo. Dia cemberut. Dengan kening yang mengernyit keras. Pertanyaan seperti ini jelas tidak akan ia lontarkan pada siapapun. Sebab, dia tidak pernah peduli dengan hal ini. Namun, sekarang berbeda. Mungkin si surai putih akan terus seperti ini jika tidak bertanya. Kesal. Emosi dan ... panas hati.

“Aku sudah pernah bilang namanya ‘kan? Mmm ... sebenarnya Seto bukan nama aslinya. Itu hanya nama samaran. Aku memanggilnya dengan panggilan itu karena takut identitasnya terbongkar,” jelas [Name] seraya tersenyum. Gojo semakin mengernyit. Tanpa sadar. Ia mengepalkan tangan hingga urat-uratnya muncul. Seakan-akan siap untuk meninju, tapi dia jelas tak akan melakukan itu.

“Apa-apaan itu?” tanyanya.

“Hm?”

“Kenapa kau tersenyum pada mereka?” Gojo menopang dagu. Ekspresinya masih sama. Jengkel. Si gadis terlihat mengejab. Gojo menangkap [Name] tidak tahu apa maksudnya.

“Kamu ... ucapanmu terdengar seolah marah karena aku tersenyum pada orang lain?”

“Eh?”


“Eee ....” [Name] mengatupkan mulut. Mungkin ia tanpa sadar mengatakan itu setelah melihat respons si surai putih. Wajahnya perlahan memerah. Disusul debaran jantung yang begitu terdengar sampai ke telinga.

Gojo melihat itu. Menyaksikan si gadis yang terlihat gelagapan. Salah tingkah karena ucapannya sendiri. Namun, karena perkataan [Name]. Dia menyadari sesuatu.

Ah ... begitu, ya? Gojo melotot.

“... Kau bodoh, ya?” tanyanya pada [Name].

“Maaf!” [Name] mengatupkan kedua tangan di depan wajah.

“Tapi ..., begitu, ya? Jadi ... aku marah karena melihatmu tersenyum pada orang lain, ya?” Gojo tersenyum miring. Kekehan rendah ia keluarkan. Kini, ia tahu alasan kenapa kesal mulai dari kemarin. Sejak pria bernama Seto itu muncul.

“Eh?”

“Kalau begitu jangan tersenyum pada orang lain lagi. Selain padaku.” Nadanya terdengar dingin dan tegas.

“... Eh?”

“Yaa, kalau begitu, aku pergi duluuu~!!!” Gojo berdiri. Melambaikan tangan seraya melangkah pergi.

“Tunggu!! Hei!!” [Name] berdiri dari duduknya.

“Bye-bye~~”

“Itu ... dia tidak salah ucap ‘kan?” gumam [Name]. Netranya menatap pada Gojo yang kini sudah ada di samping anak muridnya. Menerima protes mereka dengan tampang bodoh, tapi lucu. Si gadis terkekeh pelan.

“Ya ... kurasa ... jangan terlalu berharap.” Si gadis menunduk dalam. Tanpa tersenyum. Menyisakan wajah sendu.

.

.

.

.

✎﹏ Note!! [1254 words]

Nulis ini sambil dengerin lagu India, dong😌

Mereka confesnya lama, ya?🤧 Nikmati aja dulu kedekatan mereka. Kan gak langsung gas. Apalagi Gojo ... yah u know lah. Dia itu kayak gimana😂😂

Sampai ketemu di Chapter selanjutnya!!

Love Regards.
Ann White.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top