❍ 𖤘 ::┊Chapter 22 : ❛Affect.❜
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈
Emosi muncul saat tahu gadis itu mungkin dekat dengan seorang pria tak dikenal.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Damainya~ di atas atap memang tempat yang terbaik buat mendinginkan kepala, ya~”
“Hn?” Gojo mendongak ke atas. Mendapati [Name] yang sedang menutup mata seraya menikmati terpaan angin yang berembus dengan lembut. Menerbangkan beberapa helai surainya yang indah. Gojo mengejab. Lantas dalam sekejap mata muncul di belakang sang gadis secara diam-diam. Ia duduk di balik [Name]. Cukup berjarak. Tangannya terangkat hendak mengagetkan si gadis yang masih menikmati kedamaian. Hingga ujung rambut [Name] yang masih berterbangan tanpa sengaja menyentuh punggung tangan Gojo.
Hm?
Gojo menggenggam surai sang gadis. Tidak keras. Ia tak bermaksud untuk menariknya. Si surai putih hanya ingin mengelusnya saja. Merasakan kelembutan rambut [Name]. Juga aroma harum yang menguar dari tubuh mungilnya.
Vanilla.
Gojo memajukan tubuh. Wajahnya tepat berada di sebelah telinga kiri [Name]. Bibir tipis milik si surai putih agak terbuka. Mata menatap wajah si gadis yang terlihat begitu damai. Irisnya agak melebar. Menatap [Name] selama beberapa saat. Kemudian, ia meniup telinga sang gadis.
“Ih! Siapa?!” [Name] merinding.
“Kau ngapain?” tanya Gojo. Ia menyunggingkan senyum kala melihat [Name] memasang ekspresi terkejut.
“... Sejak kapan kamu ada di sampingku ...?” Si gadis mengelus-elus lehernya. Rasa geli masih ia rasakan di bagian telinga sampai leher.
“Kau sendiri kenapa ada di atas atap?” tanya Gojo.
[Name] mengejabkan mata. Ia lantas menanggapi dengan senyuman. “Cari udara segar,” jawabnya.
“Kau cari udara segar atau malah menghindariku, huh?” Gojo mengernyitkan alis. Ingatan beberapa waktu lalu kembali terlintas. Kala Gojo mengganggu [Name] karena kesal saat gadis itu sedang memasak. Kemudian, ia pergi tanpa bilang-bilang pada Gojo yang lagi menikmati makanannya.
“Ah ... itu menyinggung kamu, ya? Tidak. Aku memang ingin cari udara segar aja. Serius, deh.”
Gojo bungkam. Pandangan mata melihat ke arah [Name]. Tepat pada netra hitam keabuan yang indah. Mencari sebuah kebohongan di sana dengan menggunakan Six Eyes miliknya. Tak ada. Hanya ada ketulusan. Gojo menutup mata. Lalu, menolehkan kepala ke ara depan.
“Apa kau tidak ada niat untuk belajar bela diri, [Name]?” tanya Gojo.
“Kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu?”
“[Name] pasti juga membutuhkan perlindungan ‘kan? Bukannya belajar bela diri menguntungkan untukmu?”
“Aku akan belajar kalau ada sesuatu yang memotivasiku untuk melakukannya, sih. Semua orang membutuhkan niat dan semangat untuk mulai mengerjakan sesuatu ‘kan?” Si gadis mengapit dagu dengan tangan kirinya.
“Kau mau jadi kuat, tidak?”
“Aku tidak tertarik, Gojo-san~”
“... Heee, baru kali ini aku menemukan orang yang tidak ingin menjadi kuat.” Si surai putih menyunggingkan senyuman tipis.
[Name] tersenyum. “Kekuatan ‘kan bukan segalanya. Aku menikmati hidupku yang seperti ini. Jauh dari hal-hal yang bisa membuatku menjadi orang yang tenar. Oh iya, aku pernah mendengar ini dari seseorang.
“‘Ketenaran hanya akan membawa masalah,’ katanya. Dan ... kurasa itu benar. Dan menurutku ... itu terjadi padamu, Gojo-san.”
“... Alasannya?”
[Name] mendongak ke atas. Pandangan mata mendapati awan-awan yang kian berubah warna karena sinar matahari yang mulai tenggelam. Menatapi langitnya yang tak lama lagi menjelang malam. Dia lantas berkata, “Name in the sky, does it ever get lonely¹. Aku mendengar kalimat itu dari salah satu lagu penyanyi barat. Kurasa aku tidak perlu mengatakan artinya?” Ia menoleh ke arah Gojo.
“Kau meremehkanku, huh?”
“Maaf!!” [Name] kembali menatap langit. Senyuman kian mengembang. Membentuk lengkungan manis dengan bibirnya yang mungil. “Saat mendengar lagu itu. Aku teringat kamu.” Pandangannya berubah agak sendu.
Si gadis menutup mata. Kini, benaknya kembali diisi dengan pertanyaan apakah yang ia rasakan itu adalah cinta atau hanya simpati. Sebenarnya, apa perbedaan dari dua perasaan itu? [Name] tak tahu. Namun, apa yang ia rasakan sekarang adalah perasaan ingin menarik Gojo. Keluar dari dalam lubang kesedihan dan neraka bernama kesepian. Ingin membuatnya menemukan sesuatu yang akan membahagiakannya. Sesuatu yang membuatnya senang. Tertawa dan tersenyum lebar.
Ia cukup bingung dengan ini. Perasaan memang sesuatu yang sangat rumit untuk dipecahkan daripada logika. Mungkin [Name] akan meminta masukan dari Kuro dalam hal ini. Benar juga. Ia bisa bertanya pada anak itu. Orang yang katanya berpengalaman. Walau hanya sebatas remaja. Kadang, mungkin orang dewasa bisa belajar pada yang lebih muda dari mereka.
“Hei~ [Name]~!!” Gojo mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah sang gadis. [Name] mengabaikannya dan malah melamunkan sesuatu. Mengundang kerutan pada dahi Gojo juga decakan kesal.
Gojo menoleh ke depan. “[NAMEEE]~!!” teriaknya. Ia masih berbaik hati untuk tidak berteriak tepat pada telinga gadis itu.
[Name] tampak memasang tampang ngeri. “Kenapa teriak, Gojo-san?” tanyanya.
“Kenapa kau mengabaikanku, huh?”
Si gadis mengejabkan mata. Lantas, tawa kecil mengalun keluar dengan halus dari bibirnya yang mungil. “Maaf, maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu yang cukup penting tadi,” katanya.
Gojo mengernyit. Ia berkata, “Apa karena pria tadi?” Suaranya terdengar cukup rendah.
“Gojo-san ... kenapa tiba-tiba terpikir ke sana?” [Name] memiringkan kepalanya.
“Ha?! Tidaklah. Apaan, sih.”
Ia cemberut. Kekanakan pria ini muncul. Mungkin ... dirinya saat di masa lalu. Waktu SMA. Kala ia masih sangat kasar dan mengikuti emosinya. Lebih banyak bergerak secara insting daripada berpikir terlebih dahulu. Beruntung, sang kawan masih menemaninya waktu itu. Namun, semenjak Suguru pergi. Gojo perlahan menghilangkan sifat yang sering menunjukkan emosi kesalnya, tapi kadang ia tidak bisa mengendalikan diri. Bagaimanapun, kebiasaanya itu sudah ada sejak kecil.
Saku Gojo bergetar. Mengeluarkan bunyi ringtone yang cukup keras. Ia merogoh kantong, menarik ponselnya keluar, lalu mengangkat sambungan telepon.
“Oh, Shoko? Ada apa?” Gojo berdiri. Kemudian, berjalan agak menjauh dari tempat [Name]. Gadis itu menatapnya dengan pandangan bertanya. Si surai putih menyadari itu. Namun, Gojo sengaja tidak peduli terlebih dahulu.
“Oh, baiklah. Aku akan ke sana nanti.” Si surai putih menutup sambungan telepon secara sepihak. Kemudian, melihat ke arah sang gadis yang saat ini menatap ke arah bawah. Ia terlihat agak cemberut. Gojo menaikkan satu alisnya ke atas. Lalu, melangkah menghampiri.
“Oi.” Gojo berjongkok tepat di samping sang gadis.
“Hm?” [Name] menoleh ke arahnya. Tatapan bertanya ia layangkan.
“Aku akan pergi menjalankan misi sekarang. Jadi, dadah~!!”
“Ah, baiklah. Hati-hati, ya! Sampai jumpa!” [Name] melambaikan tangan. Tersenyum lebar hingga kedua mata terkatup.
Gojo membalas lambaiannya. Kemudian, tanpa menunggu apapun lagi. Ia teleport ke tempat lain. Meninggalkan [Name] sendirian.
“Rasanya jadi sepi setelah Gojo-san pergi ....” [Name] menundukkan kepala. Agaknya tidak rela Gojo pergi begitu saja. Cukup aneh. Dia benar-benar tak ingin dia pergi. Namun, [Name] akan menjadi orang yang egois jika memintanya untuk tinggal lagi di sini. Ia tak mungkin melakukan itu.
“Dan ... yang menelponnya tadi siapa, ya?” [Name] mendongak ke atas. Melihat langit yang sudah gelap.
Kali ini. Ponselnya yang berbunyi. [Name] menatap nama sang penelpon. Itu Seto. Ia menerima panggilannya. “Ah, ada apa? Kamu perlu sesuatu?” tanya [Name]. Ia mendengarkan dalam diam. Menunggu pria itu menyelesaikan ucapannya. Lantas, ia mengernyitkan kening. “Bisa, kok. Baiklah. Aku akan menemuimu besok. Bye-bye~!” Si gadis menutup panggilan dengan cepat.
“Tumben dia seperti ini. Biasanya tidak.” [Name] menatap ponselnya selama beberapa saat. Kemudian, ia menaikkan kedua bahunya. “Ya, sudah.”
Di sisi lain. Di bawah atap rumah. Ada Gojo di sana. Pria itu belum benar-benar pergi hanya karena sebuah firasat aneh yang mendorong. Jadi, ia memutuskan untuk tinggal sebentar. Namun, ucapan [Name] yang ia tangkap malah memancing emosi. Keningnya mengernyit. Kedua tangan yang ada di dalam saku mengepal erat. Berusaha menahan gejolak marah.
“Cih.” Lagi-lagi ia hanya mendecih. Perasaan kesal yang benar-benar mengganggu. Hanya karena seorang gadis? Gojo tidak suka ini. Namun, ia juga tidak mau bertanya siapa pria itu pada [Name]. Atau ... dia harus mencari tahu sendiri?
.
.
.
.
.
.
.
.
✎﹏ Note :: [Penjelasan]
Name in the sky, does it ever get lonely¹: Lirik lagu Without me-Halsey.
Trans :: Nama di atas langit, apakah pernah kesepian?
Enaknya ... update pagi-lagi kayaknya🤔 biar otak fresh juga😂
Love Regards.
Ann White.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top