ꗃ 𖤘 ::┊Chapter 11 : ❛Terbiasa.❜

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Kini ... mereka saling membiasakan diri dengan kehadiran satu sama lain.

꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦


“....”

“Hm? Kenapa menatapku seperti itu?”

“Tidak. Aku cukup terkejut dengan kau yang datang tiba-tiba ke sini tanpa merusuh.”

“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.”

“Anak ini ... sekali-kali dengar saat aku bicara. Apa itu?”

Gojo mendudukkan diri di samping Yaga-sensei. Salah satu orang yang paham dengan dirinya yang kurang jelas. Si surai putih masih memiliki sedikit kehormatan untuk gurunya, meski kadang mengganggu waktunya seperti sekarang. Kedua tangannya menumpu di atas lutut. Kini ia sedikit menundukkan kepala ke bawah.

“Kau masih kenal [Name] ‘kan?” tanya Gojo memulai.

“Kenapa dengan gadis itu?”

“Dia membuatku bingung dengan tingkahnya. Meski aku tahu alasan kenapa dia begitu bersimpati padaku, tapi kenapa dia terlihat seperti mengejarku? Dia mengingatkanku dengan Suguru. Ish ... semua wanita memang menyusahkan seperti ini, ya?!” Gojo mengernyitkan alis. Ekspresi jengkel ia pasang dengan bibir monyong. Gojo sudah mengakui jika batas yang ia buat telah hancur untuk sang gadis, tapi rasanya benar-benar sulit menerima orang baru.

Ini akibat dari dia yang selalu menutupi diri dengan orang lain sejak kehilangan. Dan saat muncul orang bernasib sama lalu kenalan dengannya. Dia jadi merasa aneh untuk begitu terbuka dengan orang baru.

“Dia peduli padamu, Satoru.”

“Kau pikir aku tidak tahu itu?”

Yaga-sensei menghela nafas. Lantas menjawab, “Kalau kau tahu itu, kenapa kau datang ke sini dan mengeluh? Tapi setidaknya ....”

“Apa?”

Yaga-sensei berdiri. Tubuhnya kekar nan tegap. Memandang jauh ke depan tanpa menatap balik mantan anak muridnya yang berandal.

“... Ada seseorang yang mau menerimamu, Satoru. Jarang ada apalagi gadis yang bisa sabar denganmu.”

Yaga-sensei tahu masa lalu Gojo. Dan dari hasil pengamatannya. Hanya Suguru yang anak itu miliki dulu, meski dia tahu dengan tingkah anak muridnya yang aneh ini, jelas perbedaan usia membuatnya tidak bisa main-main dengan Gojo. Lagian anak itu juga mungkin tidak mau bersenang-senang dengan orang yang lebih tua.

Sering kali guru ini mendapati Gojo yang sendiri. Sisi dirinya yang tidak memiliki siapa-siapa untuk melepas segala penatnya. Sayang sekali dia tidak bisa membantu Gojo menutupi lubang kesepian anak itu karena kadang dia juga bisa jadi jengkel di dekatnya. Tidak ada lagi yang bisa ia percayakan untuk mengurusi Gojo.

Namun, apa dia bisa berharap pada [Name] untuk mengatasi anak ini?

“Selagi dia masih ingin di dekatmu. Pertahankan sebelum dia pergi. Kau ... tidak mau kehilangan lagi 'kan? Tidak perlu sangat terbuka dengannya. Perlahan ... dia akan mengerti tentangmu.”

.

.

.

Sensei kelihatan lebih senang hari ini. Kenapa senyum-senyum kayak gitu?”

Megumi memandang heran pada Gojo yang sejak tadi terlihat lebih bersemangat dari biasanya. Walau Gojo sulit ditebak, Megumi sudah hidup dekat dan diasuh olehnya sejak kecil. Tidak mungkin dia tidak–setidaknya sedikit–memahami gurunya yang tidak jelas ini.

“Oh~ tidak ada, kok! Ya sudah, aku pergi dulu, ya, Megumiii~!” Gojo berlari menjauh, melambaikan tangan tanpa menoleh ke belakang.

Saat ia keluar dari dalam bangunan asrama, Gojo dengan segera berpindah tempat dan dalam sekejap mata sudah berada di depan sekolah sang gadis mengajar. Nekoma high school. Tangan terangkat melepas kain penutup mata, kemudian menggantinya dengan kacamata hitam. Ia tahu banyak gadis-gadis di dalam sana dan Gojo harus tampil sempurna di depan mereka.

Di sisi lain. [Name] menutup pintu ruang kelas 2A, lantas melangkah ke arah kanan untuk kembali ke ruang guru. Dalam perjalanan, telinganya mendengar pekikan dan teriakan para anak murid perempuan dari lapangan. Si gadis mengernyit, ia menoleh ke arah jendela dan berhenti berjalan.

“Apa yang mereka ributkan ....” Mata mengerjab beberapa kali. Kemudian menajamkan penglihatan untuk meyakinkan dirinya sendiri jika ia tidak salah lihat. Surai putih yang begitu mencolok ada di antara para gadis itu.

“Astaga ....” [Name] menggaruk sebelah pipi dengan jari telunjuk. Ia tertawa kecil disusul gelengan kepala. Lalu berkata, “Gojo-san, memang populer banget, ya, sampai sekarang.”

“Oh!! Itu dia!! [NAMEEE]!!!”

Sang gadis terperanjat. Suara Gojo yang memanggil namanya begitu menggelegar dan ia yakin semua orang bisa mendengar suaranya, bahkan para anak murid perempuan melihat ke arahnya–di lantai dua. [Name] terkekeh–canggung–cukup tidak nyaman menjadi pusat perhatian bahkan jika yang melihatnya itu adalah anak muridnya.

“Kau ada di sini rupanya, ya, [Name]~”

“Hih!” Ia refleks maju satu langkah ke depan saat suara Gojo tiba-tiba saja terdengar dari arah belakangnya.

“... Kau baik-baik saja?” Gojo tidak memasang senyuman.

“Kaget. Hanya itu, tapi gak papa, kok.”

“Oh.”

“Jadi ... kenapa ke sini??” tanya [Name].

“Aku ke sini buat menemuimu. Kau pasti tidak sibuk ‘kan?” Senyuman kini Gojo pasang.

[Name] mengangguk. Lalu berkata, “Kelasku sudah kosong. Kenapa?”

“BAGUS! Kalau begitu kau ikut aku saja!!”

Si gadis memiringkan kepala.

.

.

.

[Name] mengaduk minuman dingin yang tentunya manis di hadapan, kemudian meminumnya dengan sedotan. Gojo ada di depannya, menikmati kue manis buatan si gadis dengan rona merah berbentuk oval di kedua pipinya. Lucu.

Kini keduanya berada di dalam rumah sang gadis. Entah bagaimana Gojo tahu alamat rumahnya sebab pria ini tidak bercerita juga tidak menjawab saat ditanyai dan malah mengalihkan pembicaraan. Mungkin sesuatu yang tidak membuatnya nyaman sempat terjadi saat mencari tahu alamat rumah [Name] sehingga membuatnya tidak mau membicarakan itu.

Makanan dan minuman manis ada di hadapan mereka, memenuhi meja makan. Kadar gulanya pas, tidak terlalu manis juga tidak kurang dan Gojo menyukai ini. Tidak ada di antara mereka yang suka minuman keras dan mabuk-mabukan layaknya orang gila. Mereka berdua jauh dari hal-hal seperti itu karena tidak suka.

“Hmm ... jadi, Gojo-san.”

“Hm~?”

“Kenapa kamu mengajakku ke rumahku sendiri?” tanya [Name], ia sedikit memiringkan kepala.

“Karena aku bosan di luar. Dan juga, makanan ini rasanya sama kayak yang kumakan di rumah Ayahmu dulu, ya?” Gojo menggerakkan pisau untuk memotong kue.

“Iya! Kue itu dulu memang aku yang buat. Yah, sebenarnya yang dulu itu masih coba-coba, sih.”

Gojo menyeringai. Lalu berkata, “Kau tidak meracuniku dengan menjadikanku kelinci percobaan ‘kan?”

“Eh, tidaklah. Maksudku, aku mencoba membuat kue yang kadar gulanya kutambahkan dari kue buatanku sebelumnya.”

“Kau selalu buat makanan manis?” tanya Gojo.

“Itu hobiku, sih~” [Name] mengedikkan kedua bahu.

“Yaah, kue ini enak banget, ya.” Gojo mengernyit seraya fokus memotong kembali kuenya.

[Name] tersenyum hingga mata menyipit. Merasa senang dengan hasil kue buatannya dinikmati orang lain selain dirinya sendiri. Si gadis memang seperti ini, mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Seperti kata Gojo malam itu, karena itulah alasan kenapa dia sangat dirawat oleh Ayahnya.

Kurasa ... dia mulai terbiasa denganku. [Name] melebarkan senyuman disusul pipi yang sedikit merona.

“Wajahmu itu kenapa, huh?”

Si gadis mendongak dengan cepat, mendapati Gojo menaikkan sedikit penutup matanya hingga satu netra indah itu terlihat. Melototinya. [Name] terkekeh seraya menggeleng, ia juga akan mencoba membiasakan diri dengan sifat Gojo.

“Tidak ada, kok~”

“Kau ini bisa gak jelas juga, ya, ternyata.”

“Kamu juga sama, loh.”

“Heee.”

.

.

.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·

Hai, namaku Ann White Flo. Just call me Ann.
Awokaowkaok, tambahin nama belakang😂

┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓷 𝓦𝓱𝓲𝓽𝓮 ੈ ┈┈┈ 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top