FC8 - plaster
::🌈::
Setelah kejadian di kedai kopi tadi siang, Ishy jadi senyum-senyum sendiri. Dia pun tidak tau kenapa, dia hanya senang, itu saja. Perihal suka atau tidak dia tidak tau sama sekali. Apalagi baru kali itu dia diperlakukan manis oleh laki-laki selain Ardino dan Ino.
"Lo napa sih?" tanya Desra. Mereka kini sedang mengumpul di rumah Ishy sambil menonton tv.
Job melepar bantal sofa ke wajah Ishy. "Ntar kesambet lo!"
"Tau nih, tadi siang kayak orang nahan berak, sekarang senyum-senyum sendiri." Tio juga ikut berkomentar.
Ishy mendengus sambil memutar matanya, dia juga membalas lemparan Job, walaupun langsung ditepis oleh laki-laki bercodet itu.
"Sirik aja lu pada," kata Ishy.
"Tadi lo ketemu siapa sih?" tanya Tio kepo.
"Iya, tadi gimana, Shy?" Desra jadi ikut penasaran lagi.
"Kepo lo pada," jawab Ishy.
"Ok, main rahasiaan ya sekarang," kata Job.
"Iya anjir, gak asik lo." Tio melanjutkan.
Tidak menghiraukan Job dan Tio. Ishy justru memunggungi dua laki-laki di sebelah kirinya untuk menghadap Desra di sebelah kanannya.
"Des, gue mau nanya," kata Ishy. Dapat dia dengar bisikan-bisikan cibiran dari Job dan Tio untuk dirinya.
"Apa?" Desra merespon.
"Lo pernah dicium gak? Di kening ya, bukan di tempat lain," kata Ishy hati-hati dan pelan-pelan. Tapi Tio dan Job masih mendengar pertanyaan itu, bahkan mereka berdua sudah muncul di kedua sisi kepala Ishy.
"Lo abis dicium?" tanya Tio dengan mata membulatnya.
"Sumpah lo?" Job juga ikut bersuara.
Ishy berdecak. "Bacot lo pada."
"Sama orang lain?" Desra merespon pertanyaan Ishy tadi.
Ishy mengangguk. Dia terlihat sangat antusias. Apalagi saat Desra mengangguk, itu membuatnya semakin antusias.
"Kapan? Sama siapa? Apa yang lo rasain?" tanya Ishy beruntun.
"Lo kenapa sih?" tanya Desra risih sendiri.
Ishy menghela napasnya, dia menunduk jadi murung.
"Siapa yang nyium lo?" tanya Desra.
"Avery," jawab Ishy. Dan itu mampu membuat ketiga temannya terkejut bukan main. Bahkan dagu Tio dan Job yang sudah menempel di kedua pundaknya terasa jika kedua laki-laki itu sedang membuka mulutnya saking kagetnya.
"Tapi di kepala gue doang kok," kata Ishy.
"Di tempat tadi?" tanya Tio. Ishy mengangguk.
"Lo kok bisa berduaan sama dia?" tanya Job.
"Dia minjam duit ke gue dan di sana dia ceritain cerita hidup dia," kata Ishy.
"Berapa?" tanya Tio.
"Kenapa dia jadi cerita itu ke lo di sana?" Job juga ikut bertanya.
Ishy mendengus. Mau tidak mau dia mulai menceritakan apa yang tadi siang terjadi. Setelahnya, Ishy diam dan mempersilahkan ketiga temannya membuka mulut.
"Eh, tapi jangan sampe Ino tau ya," kata Ishy.
"Kenapa?" Job bertanya.
"Gak mau aja gue," kata Ishy.
"Lo percaya sama apa yang dia ceritain?" tanya Desra.
Ishy mengangguk. "Emang kenapa?"
"Gak apa-apa, sih." Desra menggaruk kepalanya. "Cuma lo mudah banget percaya sama orang."
"Iya, Shy. Lain kali jangan kasih dia uang lagi, ntar dia keterusan minta," kata Tio memperingati.
"Tapi setelah tau cerita dia gue jadi gak tega," kata Ishy.
"Gak tega apa karena suka gara-gara dia perlakuin lo manis?" goda Job.
Ishy menepuk kepala Job yang bertengger di pundaknya. "Apaan sih lo!"
"Tapi Job ada benernya." Desra menceletuk.
"Lo harus tegas," kata Tio. "Mana Ishy yang tegas? Kok gak ada?"
Ishy terkekeh kecil. "Masih ada kok."
"Shy, mending lo ikhlasin uang lo karena dia kan balikinnya hasil dari uang dia jual tuh obat, haram," kata Desra.
"Iya juga ya," kata Ishy mengecil.
"Bego lo!" ledek Tio.
"Bodo ah."
Ishy berdiri dan itu membuat kepala Tio dan Job terhempas ke bawah.
"Jalan yuk, cari angin," ajak Ishy.
::🌈::
Mereka jadinya bersenang-senang di jalanan perumahan Ishy. Mereka meminjam skateboard Ino secara diam-diam, lalu mereka pakai secara bergantian. Tapi lebih ke Tio dan Job yang memakainya, sedangkan Ishy dan Desra lari mengejar Tio dan Job yang meninggalkan mereka.
Setelah itu Ishy dan Desra juga meminta Tio dan Job untuk mengajari mereka memakai skateboard. Ishy sebenarnya bisa jika hanya mendorong skateboardnya untuk berjalan, dia hanya tidak bisa untuk beratraksi di atas skateboard.
Ishy bersama Tio menaiki skateboard bersamaan. Ishy di depan dan Tio di belakangnya, Tio juga yang menjalankan skateboardnya. Ishy hanya diam menikmati laju skateboard.
Sedangkan Desra yang baru pertama kali menaiki skateboard, dia dibantu oleh Job. Tidak, sebenarnya Desra hanya naik dia tidak mendorong skateboardnya agar berjalan, Job lah yang menggerakkan skateboard itu dengan cara mendorong Desra.
Mereka terus seperti itu sampai melewati pecel lele yang ada di depan komplek Ishy. Mereka berhenti di sana dan mampir untuk makan.
::🌈::
Pagi harinya Ishy pergi bersama Ino mengunakan mobil, itu karena hujan sedang turun lebat dan ya, Ishy kembali memakai topi Guntur.
"No, gue bawa bekal loh," kata Ishy.
"Ha? Buat Jiko?"
Ishy mencibir dia mengepal tangannya dan mengarahkannya ke Ino. "Sekali lagi lo nyebut nama dia gue tonjok lo!"
"Atut, ih." Ino berpura-pura takut.
Ishy mendengus. "Ya buat gue la, yakali buat dia, sori-sori aja nih ya."
"Bekal apaan?" tanya Ino kembali ke topik yang sebenarnya.
"Mie." Ishy menjawab.
"Usus buntu baru tau rasa lu."
Ishy mencibir. "Bacot lu." Dan dia kembali tersenyum sambil mengambil tempat bekalnya guna menunjukkan ke Ino.
Ino melongo melihat tempat bekal Ishy. Yang benar saja, adiknya itu menggunakan kotak pensil plastik yang transparan miliknya sebagai tempat bekal mie.
"Serius lo?" tanya Ino masih dengan ekspresi melongonya.
Ishy tersenyum bangga. "Kreatif kan gue."
Ino tersenyum maklum, dia mengelus kepala Ishy. "cepet sembuh ya."
Tentu saja Ishy menepis tangan Ino sambil mencibir. "Bacot lo."
Lima menit berlalu, Ino sudah memarkirkan mobilnya di luar kawasan sekolah, namun jaraknya tidak cukup jauh dari sekolah mereka. Ino mengambil payung yang ada dan memberikannya ke Ishy.
"Pake," kata Ino.
Ishy memutar matanya. "Y."
"Lo pake apaan?" tanya Ishy.
"Tas," jawab Ino.
"Berdua aja napa sih?"
"Gak muat, adikkuuu." Ino jadi geram sendiri melihat adiknya. "Gak usah sok baik lo, sana turun duluan."
Ishy mencibir, dia langsung keluar dan membanting pintu, lalu dia jalan menelusuri zebra cross. Tak lama itu, Ino melewatinya sambil berkata.
"Gue duluan."
"Awas jatoh!" seru Ishy memperingati karena Ino cepat sekali larinya. Ini kan hujan, nanti dia bisa jatuh terus nyungsep Ishy juga yang malu.
Ishy jalan dengan normalnya. Dia sedang tidak mood untuk bermain dengan genangan air.
Tidak lama dari itu tiba-tiba ada orang yang merebut topi dari kepalanya, tapi Ishy refleks menahan topi itu dan melihat sang pelaku yang ikut berteduh di bawah payungnya sambil sedikit menunduk karena Ishy pendek.
"Ketemu lagi, eh?"
Ishy langsung menarik topinya dan memeluk topi itu kuat. "Ini kan udah jadi topi gue."
"Y," kata Guntur. Lalu dia mengambil alih untuk memegang payung Ishy agar dia tidak perlu menunduk mengikuti tinggi Ishy.
Melihat Guntur di sebelahnya dan melakukan itu, membuat Ishy heran sendiri.
"Lo ngapain deket-deket gue?" tanya Ishy risih. Lalu dia ikut memegang payungnya juga di atas tangan Guntur.
Sambil memicingkan matanya Ishy berkata, "lo mau bawa lari payung gue ya?"
Guntur hanya tertawa renyah, tidak niat menjawab.
"Jangan ambil payung gue lagi, tinggal ini payung gue," kata Ishy, tanpa dia sadari nadanya seperti anak kecil yang bermohon minta beli mainan.
"Gue gak kayak lo yang bawa lari barang orang," kata Guntur menyindir Ishy.
"Terus payung gue mana?" tanya Ishy.
"Males bawa." Guntur menjawab.
"O."
Lalu tidak ada lagi yang berbicara di antara mereka. Hanya jalan dan terus berjalan menuju sekolahan. Ketika sudah melewati pagar sekolah, Guntur nampak sedang merogoh sesuatu di saku celananya.
"Lo kelas berapa?" tanya Ishy.
"Sebelas IPS 3."
Diam-diam Ishy jadi beranggapan bisa jadi Guntur adalah the next Avery, bahkan kelas mereka sama, hanya saja Avery kelas 12 dan Guntur kelas 11.
"Bahu lo udah baikan?" tanya Guntur.
"Hah?" Ishy tersadar dari lamunannya dan menyengir. "Gue aja lupa kalau punya luka."
"Dasar." Guntur bergumam sambil tertawa kecil.
Ishy lalu melihat lengannya yang ada beberapa goresan yang lumayan besar.
"Ini aja yang lebih terasa pedihnya dari pada lebam di bahu gue," kata Ishy.
Setelah Ishy mengatakan itu, tiba-tiba Guntur memberikan plester kepadanya, tidak hanya satu tapi enam. Dan lagi-lagi Ishy menatap heran ke Guntur.
"Lo luka gara-gara gue, jadi ambil nih plester," kata Guntur.
"Tapi gak parah kok, itu juga kebanyakan," kata Ishy belum mengambil plester yang dijulurkan Guntur.
"Jadi nunggu parah?"
"Yaa ... enggak sih."
Guntur semakin menjulurkan plester itu dan perlahan Ishy mengambilnya sambil tersenyum kikuk. "Satu aja."
"Gue udah beliin enam, ambil semuanya," kata Guntur dan membuat Ishy mengambil tiga plester lagi.
"Makasih ya," kata Ishy.
"Santuy."
Mereka kembali diam. Jika tadi diam mereka biasa saja, kini diam mereka kali ini ada rasa yang berbeda, ntah bagi keduanya atau hanya Ishy saja. Ishy terlonjak kaget ketika bel sekolah berbunyi keras, membuat Guntur menahan tawa melihatnya.
"Udah masuk." Guntur melepaskan tangannya di payung Ishy. "Makasih ojek payungnya."
Ishy tertawa melihat Guntur sudah berlari meninggalkannya, tapi seakan teringat sesuatu dia langsung meneriakkan nama Guntur.
"Eh, Jiah-Jiah!" panggil Ishy cukup keras.
Guntur yang sudah berjarak kurang lebih sepuluh meter untungnya menghentikan langkahnya melihat ke Ishy.
Melihat Guntur berhenti, Ishy langsung berlari kecil mendekati Guntur.
"Lo manggil gue?" tanya Guntur lebih dulu.
"Iya." Ishy mengangguk sambil menjawab.
"Nama gue bukan Jiah-Jiah," kata Guntur.
"Tapi ada Jiah-Jiahnya, kan?"
"Iya sih," kata Guntur. "Tapi lo bisa manggil gue Guntur."
"Guntur," panggil Ishy.
"Hm?"
"Gue boleh nonton lo pas lo lagi tanding di Ringlegal?" tanya Ishy.
Raut wajah Guntur berubah tidak sehangat tadi. Matanya yang hitam itu bertambah semakin menyeramkan.
"Buat apa?" tanya Guntur.
"Ya mau liat aja," jawab Ishy.
"Itu buat umum, asal punya tiket. Kalau mau nonton ya tinggal nonton," kata Guntur. "Tapi jangan sekali-kali lo nyebarin hal ini ke siapapun yang sekolah di sini."
"Udah?" Guntur melanjutkan.
Ishy mengangguk. Dan belum juga sudah dia menyelesaikan anggukannya Guntur sudah lebih dulu berlalu.
"Aneh banget tuh orang," gumam Ishy mencibir.
Ishy melihat plester pemberian Guntur dan terbesit senyuman tipis di wajahnya. "Kok cute banget siiih plasternyaa."
::🌈::
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top