FC4 - hukuman

Pagi harinya, sama seperti hari biasa, Ishy akan berangkat ke sekolah bersama Ino. Jika hujan lebat mereka akan menggunakan mobil dan diparkir di luar sekolah secara diam-diam, dan jika hari cerah, maka mereka akan memakai motor. Tapi sebenarnya mereka lebih suka memakai motor. Lagi pula mobil yang sering mereka pakai ke sekolah adalah mobil ibunya, Sari.

Hari ini ada yang berbeda dengan Ishy. Dia memakai topi dan helm secara bersamaan hari ini. Topi itu dia pakai ke belakang agar helmnya dapat terpasang sempurna.


"Ino, tau gak semalem gue ngapain." Ishy memulai ceritanya.

"Gak." Ino menjawab singkat.

"Gue ketemu tempat tinju, tinju ilegal gitu, nama tempatnya Ringlegal, asik loh," kata Ishy.

"Kok bisa?" tanya Ino. "Gak kenapa-kenapa kan?"

"Ya bisaa, apa yang gak bisa kalo udah gue urus." Ishy menyombongkan dirinya.

"Serah, Shy, serah."

"Tapi, lo tau gak yang bikin gue kaget apa?" Ishy kembali bercerita.

"Apa?" tanya Ino. "Yang jadi kang tinjunya mantan lo?"

Ishy langsung menoyor kepala Ino. "Apaan sih kok ke diaa! Najis!"

Ino tertawa. "iya, iya, apaan?"

Ishy kembali bersemangat bercerita.

"Lo inget topi yang maren gue pake gak?" tanya Ishy. "Sekarang juga gue pake sih."

Ino mengangguk.

"Dia yang semalam tanding, lo pernah mikir gak sih, ternyata di sekolah kita ada yang ikut begituan," kata Ishy.

"Namanya siapa?" tanya Ino.

"Ada ijah-ijahnya gitu, gak tau juga, gue gak terlalu dengar pas namanya dipanggil."

::🌈::

Sesampai di sekolahan dan sudah selesai memarkirkan motor Ino, mereka jalan beriringan menuju kelas masing-masing.

"Lo kayak baru tau topi aja, sumpah," komentar Ino. Dia jadi risih sendiri melihat adiknya pakai topi.

"Sirik bilang," kata Ishy acuh tak acuh. Ishy membalik topinya menjadi ke depan.

"Lo suka sama yang punya tuh topi?" tanya Ino penuh selidik.

"Ya nggaklah! Ya kali!" seru Ishy.

"Gue kepo aja." Ishy melanjutkan.

Lalu, tak lama dari itu, suara Vespa terdengar semakin dekat dan Sang Pemilik sengaja mengarahkan motornya ke arah Ishy. Melihat itu Ishy dan Ino hanya diam melihat sampai mana Sang Pemilik ingin menabrak Ishy. Namun, sekitar tinggal setengah meter dan motor masih juga belum berhenti, Ino langsung berdiri di depan adiknya, siap menahan motor Vespa nyolot itu.

"Mau apa lo bedua ha?!" tantang Ino.

Job dan Tio menyengir. Lalu sang pengendara, Job, menghentikan motornya tepat di depan Ino.

"Mau main tabrak-tabrakan, Kaka Senior." Job menjawab jujur.

"Kalau main mati-matian mau juga?" tanya Ino lagi.

"Ya jelas enggak, Kase." kali ini Tio yang menjawab.

Dua teman Ishy itu—kadang Desra juga ikut—memang memanggil Ino dengan nama yang berbeda dari yang lain. Mereka memanggil Ino dengan Kase, Kakak Senior.

Tio turun dari motor, lalu dia ikut bergabung dengan double I.

"Lo masih pake helm bego!" Job memperingati, kali ini dia yang membawa vespa merah marun milik Tio.

"Eh, iya."

Tio memberikan helm kepada Job yang sialnya begitu helm terlepas, Job malah melaju lebih dalam menuju parkiran.

"Sialan lo, Jodet!"

Selagi Tio dan Job mengurus urusan mereka, Ishy dan Ino melanjutkan jalan mereka. Tapi begitu sudah dekat dengan kantin, Ishy memisahkan diri kepada Ino.

"Gue mau ke kantin dulu," kata Ishy.

"Beli apaan?" tanya Ino.

"Nyari orang." Ishy menunjuk topi yang dia pakai menggunakan matanya. "Yang punya nih topi."

"Gue ke kelas, mau ngerjain pr," kata Ino.

"Hati-hati. Hati-hati suka sama dia." Ino melanjutkan sambil meledek Ishy, lalu laki-laki dengan punggung lebar itu melarikan diri dari Ishy yang mungkin akan memukulnya jika dia masih bersama Sang Adik.

Tidak mempedulikan Ino, Ishy melangkahkan kakinya menuju Mpok Eem. Dia berpikir Si Topi akan membeli es lagi di sana, sama seperti kemarin.

"Pagi, Mpok Eem!" sapa Ishy.

"Pagi Ishy!" Mpok Eem menjawab.

Ishy membuka tempat es batu, lalu dia mengambil satu kepingan kecil untuk dia jadikan cemilan.

"Mpok," panggil Ishy. Dia terus melihat Mpok Eem yang sedang mengatur posisi es saset yang dia gantung berjajar.

"Pagi ini udah ada yang beli es Mpok gak?" tanya Ishy.

"Belum tuh."

"Serius, Mpok? Yang kemarin maling payung aku udah ada gak?"

"Belum Ishyyy."

"Oh."

Ishy diam sejenak memikirkan apa rencananya. Lalu dia memilih untuk membantu Mpok Eem, Ishy menyusun barang-barang jualan Mpok Eem agar lebih rapih.

"Ishy lagi nunggu dia Mpok," kata Ishy.

"Mau diapain?" tanya Mpok Eem ngeri.

"Mau Ishy jadiin kambing guling."

"Heh! Sadis amat."

"Ya enggak, Mpok. Becanda doang. Ishy lagi gak bawa piso juga."

"Jadi tiap hari Ishy bawa piso ke sekolah?"

"Iya, buat bunuh."

"Astagfirullah, Ishyyy!"

"Becanda lagi, Mpook. Piso di rumah aja tumpul, makanya Ino masih idup."

::🌈::

Bel masuk sudah berbunyi dan Ishy baru saja beranjak dari kantin. Dia setegah berlari ke arah kelasnya, itu karena jam pertama dia belajar Matematika dan gurunya killer abis. telat semenit aja gak boleh masuk.

"Sialan, tuh orang sialan abis!" gerutu Ishy di tengah dia berlari. Dia terus memegang topinya agar tidak terlepas saat dia berlari.

Tidak lama dari itu, suara langkah kaki yang lain terdengar dan semakin mendekat ke arah Ishy. Penasaran, Ishy menoleh dan matanya terbelalak begitu sadar siapa yang sedang berlari di belakangnya. Buru-buru Ishy menghadang jalan orang itu.

"Stoop!" seru Ishy sambil melentangkan kedua tangannya.

Si Topi itu berhenti tepat di depan Ishy, bahkan jarak mereka kurang lebih tiga puluh senti.

"Apa?" tanya Si Topi dingin.

"Nama lo Ijah-ijah kan?" Ishy menebak.

"Hah?"

"Lo yang punya nih topi kan?" Ishy melepas topi di kepalanya dan memeluknya erat takut direbut Sang Pemilik.

"Balikin," kata Si Topi.

"Gak mau!" jawab Ishy cepat.

"Mahalan payung dari pada topi." Ishy melanjutkan.

"Ya udah ambil aja," kata Si Topi. Lalu dia mendorong Ishy untuk memberi ruang. "Minggir."

"Heh, gue belum selesai ngomong, sialan!" teriak Ishy karena ditinggal lari sama Si Topi.

Ishy berdercak sebal. Setelahnya, dia kembali berlari ke kelasnya, sambil berharap guru Matematika mereka belum masuk ke kelas.

::🌈::

Harapan hanyalah sebuah harapan. Makanya jangan terlalu berharap, ntar kecewa baru tau rasa.

Ishy kini sedang berdiri di bawah bendera, ini semua karena guru Matematika killer yang sangat disiplin itu. Masih memakai topi, dia terus menghadap ke arah bendera. Untung saja cuaca masih pagi dan sinar matahari tertutup oleh gedung sekolah yang bertingkat tiga, jadi tidak terlalu panas, cuma pegal saja.

Karena pegal, Ishy merubah tangannya untuk hormat menggunakan tangan kiri, tapi belum juga semenit dia sudah ditegur dan pelaku langsung menempeleng tangannya hingga terhempas ke depan.

"Hormat yang bener."

Ishy mendesis, dia menoleh dan siap untuk memarahi orang yang berani menempeleng tangannya, tapi itu semua terganti menjadi senyuman.

"Dihukum juga?" tanya Ishy ketika sudah menghadap ke tiang bendera lagi.

Mereka berbicara tanpa melihat lawan bicara, sama-sama sibuk menatap bendera yang terus berkibar.

"Seperti yang lo liat."

"Kenapa?"

"Ketauan bawa rokok sama guru."

Ishy tersenyum menyeringai. "Lo melawan juga ya, Avery."

Avery tidak menjawab. Datar saja.

Lalu Ishy menoleh, dia sedikit mendongak untuk menatap Avery.

"Avery," panggil Ishy.

Avery menoleh tanpa menjawab.

"Masih inget apa yang gue bisikin waktu itu?" tanya Ishy.

::🌈::

Jangan lupa vote yaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top