FC2 - topi-cincin

One direction - She's not afraid

::🌈::

Ishy itu mempunyai kepribadian yang unik. Tidak ada satupun yang bisa menebaknya, terkesan misterius. Tak heran terkadang dia dianggap gila dan aneh karena kepribadian uniknya itu, tapi Ishy tidak menghiraukan itu semua karena dia lebih menganggap dirinya yang memiliki imajinasi yang terlalu kreatif, sedangkan orang yang mengatainya itu tidak.

Di jam istirahat Ishy dan Desra pergi ke kantin. Ishy masih dengan topi hasil rampasannya, dia tidak peduli rambutnya akan bau apek, bahkan semua rambutnya dia masukkan ke dalam topi. Katanya biar kayak cowok gitu. Entahlah, terserah dia saja.

"Mau jajan apa?" tanya Desra. Lalu gadis cantik dengan badan bak model itu mengerutkan hidungnya. "Shy, sumpah ya, gue kadang gak betah deket sama lo."

Ishy yang memiliki badan ala kadarnya dengan tinggi tidak seberapa, menanggapi ucapan Desra dengan dengusan.

"Belum aja gue pasang topi ini ke kepala lo."

Desra melotot. "Lo gitu gue langsung tendang lo."

"Tendang balik, susah amat," balas Ishy.

Ishy mengibaskan tangannya. "Udahlah, bau dikit juga."

"Dikit pala bapak lo!"

"Alhamdulillah masih ada."

Kali ini Desra yang mendengus. Dia mendorong Ishy dengan pinggangnya. Ishy terdorong dan dia tidak terima langsung melakukan hal yang sama kepada Desra. Lalu mereka tertawa.

Sampai di kantin mereka langsung berpencar, jalan ke jajanan favorit mereka. Ishy ke tempat Mpok Eem untuk memesan dua es dan Desra ke tempat Pakdemi, penjual mie instan, untuk memesan dua porsi.

"Mpok Eem!" sapa Ishy.

Mpok Eem yang sibuk melayani pembeli hanya tersenyum membalas sapaan itu.

"Payung Ishy aman kan?" tanya Ishy seraya dia membuat es sendiri untuk dirinya. Baru saja dia ingin mencari minuman es yang dia inginkan, tapi tidak ketemu.

"Bi, teh jus apel mana?" tanya Ishy.

"Abis, Shy. Tadi tinggal dua."

"Yah, kok gak disisain? Kan itu pesanan aku as always. Lagian kenapa pake acara abis sih."

"Dari tempat Mpok beli barangnya kosong."

"Beli di tempat lain dong supaya ada."

"Kamu aja beli nanti kasih ke Mpok biar Mpok Eem jual."

"Ngeluarin duit dua kali dong."

"Iya." Mpok Eem menyengir dan Ishy mencibir.

Ishy kembali diam. Dia lanjut membuat es untuknya dan Desra. Jika yang lain membeli es dengan plastik, khusus untuk Ishy dan Desra mereka menggunakan gelas.

"Rame as always ya Mpok," kata Ishy. Sebelum pergi Ishy menyempatkan diri untuk membatu Mpok Eem melayani pembeli.

"Iya dong Mpok Eem gitu."

Ishy terkekeh.

"Oh iya, Shy...."

"Kenapa, Bi?"

"Payung kamu diambil paksa sama orang yang topinya kamu rampas tadi."

Dengan kerutan tidak suka Ishy refleks berhenti memasukkan es batu ke kantong plastik. "Hah?! Kok gak Mpok larang?"

"Gimana mau dilarang. Dia ngambilnya pas Mpok Eem lagi ambil uang untuk kembalian uang Si Dia, tapi pas balik udah gak ada," jelas Mpok Eem.

"Mpok Eem yakin itu dia?"

"Ya iya atuh."

Ishy meringis. "Iss."

Tapi tak lama dari itu, dia mengangkat kedua pundaknya tidak acuh. "Bodo ah, cuma payung juga."

Ishy sudah selesai dengan satu buatannya. Dia memberi kepada sang pembeli, mendapatkan uang, lalu memasukannya ke laci tempat Mpok Eem menyimpan uang.

"Ishy makan dulu ya, Mpok," pamat Ishy. "Bayarnya besok."

"Bilang aja gak mau bayar," cibir Mpok Eem.

Ishy terbahak. "Mpok Eem pinter deh. Udah ah, bai-bai Mpok Eem kuuh."

Berjalan ke arah meja-meja yang telah disediakan di tengah kantin, Ishy dapat melihat Desra masih berada di tempat Pakdemi. Ishy berteriak memanggil Desra di tengah dia masuk ke bangku panjang untuk duduk.

"Bentar lagi," kata Desra yang sebenarnya tidak bisa dia dengar, hanya saja dia tau dari gerakan mulut Desra.

Selagi menunggu Desra dan mi karinya, Ishy melihat ke sekitar dengan menyeruput es teh lemonnya. Tak sengaja matanya bertemu dengan mantannya. Ishy langsung memalingkan wajahnya. Bukan karena malu atau sedih, tapi karena dia ingin muntah.

"Huek."

Dan seketika mood-nya jadi hancur. Dengan wajah merengut dia membuka ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.

"Lama banget sih Desra," gerutunya sambil mendongak. Panjang umur, Desra sedang berjalan ke arahnya sambil memegang nampan berisi dua mangkuk.

"Lama banget si!" sembur Ishy begitu Desra sudah ada di hadapannya.

"Lo aja sana pesen!" balas Desra tidak mau kalah.

Ishy memutar matanya melas. Desra yang melihat itu ketika dia meletakkan mi Ishy di depan gadis -yang terkadang tidak tau diri itu- langsung siap melayangkan tangannya.

"Sekali lagi mata lo gitu gue gampar lo!" ancam Desra. "Gak tau makasih banget."

Semakin dilarang semakin senang Ishy mengulanginya. Dan dia benar-benar mendapatkan tamparan di pipinya-ralat, di kedua pipinya.

"Aw!" ringis Ishy melotot ke Desra.

Desra mengangkat kedua tangannya seraya menggeleng. "Cup bukan gue!"

Ishy menoleh ke kanan-kiri ketika bangku yang dia duduki sedikit menurun, dan sekarang dia sudah berada di tengah dua cowok yang tidak kalah tengil dengan dirinya. Dua cowok itu teman satu kelasnya dan duduk di depannya.

"Wah, parah jajan gak ngajak lagi," sindir Job, cowok dengan codet di pipi kirinya. Nama bagus itu terkadang berubah nama menjadi Jodet.

"Iya, gak inget temen mereka, Det," tambah cowok dengan rambut klimisnya as always, Tio.

Ishy memejamkan matanya seraya dia menunduk, berusaha sabar tapi tidak bisa. Lantas, dengan sekali gerakan dia melentangkan kedua tangannya ke kanan-kiri, alhasil kedua tangannya mengenai masing-masing satu sisi pipi kedua cowok itu.

Ringisan pun terdengar dari mereka.

"Lo berdua bisa gak si gak ganggu bentar aja?!" geram Ishy.

Tanpa menghiraukan rasa sakitnya, Job dan Tio menyengir tidak jelas. Dengan serempak mereka menggelengkan kepalanya.

"Ngerusuh banget sih anjir!" Desra ikut geram. Lalu dia mengingatkan Ishy untuk memakan minya.

"Shy, mi lo, ntar bonyok." Desra mengingatkan.

Ishy mengangguk, dia mulai meracik bumbu saos. Dia memilih untuk menghiraukan Job dan Tio.

Ishy dan Desra makan dengan tenang. Berbeda jauh dengan Job dan Tio yang masih saja merusuh dengan meminum kedua minuman teman ceweknya.

"Det, beli makanan yok, laper," kata Tio. "Di sini orangnya pada pelit, pentingin perut sendiri."

"Ayo."

Mereka berdua sudah berdiri dan berlalu dengan masing-masing membawa gelas es minuman milik Ishy dan Desra. Tak lupa juga Tio yang mengambil topi yang Ishy pakai, niatnya dia ingin memakai topi itu tapi tidak jadi karena lembab, jadi dia kembali memasangkan topi itu ke kepala Ishy secara sembarang.

"Fuck." Dengan sabar Ishy memperbaiki topi di kepalanya.

"Udah, udah, ayo makan lagi," kata Desra menenangkan.

Mereka kembali makan. Mulut Ishy tidak hentinya mendesis karena kepedasan.

"Pedes gila. Huaa." Ishy mengipas mulutnya dengan tangan.

"Lo sih udah tau gak bisa makan pedes, masih aja banyakin cabenya." Desra mendengus bosan dengan tingkah Ishy yang selalu dia ulangi.

"Ya kalo ada minum mah aman, ini minum diembat Tio sama Jedot!" kata Ishy tidak santai.

"Kok ngegas sih."

Meninggalkan mienya yang tinggal setengah, Ishy berlari ke arah jualan Mpok Eem. Tapi karena tidak berhati-hati kakinya tersandung oleh sesuatu dan membuatnya tersungkur ke depan. Belum lagi dia bergerak dalam posisi tersungkurnya, sudah ada tangan yang menolongnya untuk berdiri.

"Maaf, maaf, gak sengaja."

Masih terduduk di lantai, Ishy membenarkan rambutnya dan juga seragamnya. Di tengah itu, pandangannya jatuh ke tangan orang di depannya, dengan kening merengut bingung dia mendongak dan kerutan itu berganti dengan terkejut. Ternyata benar cincin yang ada di tangan yang sedang terjulur untuknya itu adalah cincinnya.

"Lo?" Dengan sumringah Ishy melihat orang di depannya.

"Sekolah di sini ternyata," lanjutnya. Ishy memukul dada laki-laki itu dengan kepalan tangan, supaya sok asik gitu. "Kok gue gak pernah liat ya? -oh iya, inget gue gak?"

"Gak."

Ishy memaksa tertawa. Dia menarik tangan cowok di depannya dan menunjukkan cincin yang ada di kelingking cowok itu. Cincin itu hanya bisa masuk sampai di pertengahan jari kelingkingnya.

"Ini cincin gue," kata Ishy. Lagi-lagi Ishy tertawa. "Lucu ya, gak muat di tangan lo, tapi tetep lo pake."

Cowok itu tetap diam dalam beberapa detik sebelum dia menjentikkan jarinya dan mengangguk-angguk.

"Oh ... mbak-mbak yang gak jadi nyuri tadi subuh kan?"

Ishy menekuk wajahnya tidak suka dengan kedua tangannya yang dia lipat di dada. "Gue bukan mbak-mbak plis."

"Iya sekarang bukan, tadi subuh iya."

"Iss. Kok mbak-mbak sih?!"

"Gue bicara fakta."

Mata Ishy memicing tidak suka. Bagaimana bisa cowok yang di hadapannya menganggap penampilan keren rock n roll-nya sebagai penampilan mbak-mbak.

Cowok di hadapannya yang Ishy lupa namanya itu melepas cincin yang Ishy titipkan dan memberi cincin itu kepada sang pemilik.

"Ini cincinnya."

Ishy menggeleng. "Gak mau. Masih mau nitip."

"Gue bukan tempat penitipan."

"Khusus sama gue iya."

Cowok di hadapannya mendengus. Dia merogoh saku celananya yang memang sedari tadi mengantongi gelas air mineral. Dia risih melihat Ishy terus mendesis kepedasan.

Ishy yang dilempar gelas air mineral langsung tersenyum dan tanpa waktu lama air itu sudah habis. Ishy mengembalikan gelas yang sudah kosong ke Si Pemberi, tapi Sang Pemberi tidak mau menerimanya.

"Lo punya etika? Udah dikasih malah minta buangin juga sampahnya," sindir laki-laki itu.

Ishy terdiam dengan mata terbelalak. Lalu dia menyeringai sambil memberi hormat.

"Maaf, Komandan!" seru Ishy. "Lo pekaan ya orangnya."

"Oh, iya, nama lo siapa? Lupa gue." Ishy melanjutkan untuk kedua kalinya.

"Avery."

"Oh, iya Avery, gue mau ngomong serius ini. Nunduk dikit dong." Ishy mengisyaratkan Avery dengan tangannya untuk menunduk sedikit, tapi yang ada justru Avery semakin menjaga jarak.

"Serius guaa. Gue mau bisikin sesuatu." Ishy langsung mendekat dan menarik seragam Avery agar tidak menghindar lagi.

"Nunduk dikit dong, gak nyampe," kata Ishy lagi.

Setelahnya Avery menunduk, Ishy mulai membisikkan sesuatu. Setelahnya sudah Avery tidak memberi tanggapan apa-apa selain anggukan dan langsung berlalu. Ishy tersenyum melihat kepergian Avery.

"Woi, tadi siapa Shy?"

Ishy refleks menoleh dan mendapatkan Desra sudah ada di sampingnya dengan raut wajah kepo sahabatnya itu.

"Kenalan," jawab Ishy. "Lo kenal gak? Kok gue baru liat dia ya."

"Kakak kelas." Desra menjawab.

"Kok gue baru liat ya." Ishy mengulang.

"Ya iyalah selama pacaran lo selalu mojok di kelas mantan lo."

Ishy menempeleng kepala Desra. "Bangsat."

::🌈::

Selepas pulang sekolah, Desra ikut dengan Ishy dan Ino. Desra sudah biasa ikut bersama dua saudara tersebut, dan dia sudah tahan mental melihat kelakuan mereka.

"Topi siapa sih, Shy? Dari pagi perasaan gue liat lo pake topi ituuu terus," komentar Ino.

Ishy terkekeh. Dia melepas topi yang masih sedikit lembab itu. Dia mengamati topi polos hitam itu dan menggidikkan bahunya.

"Gak tau ada orang ambil payung yang gue pake tadi, ya udah gue ambil juga topinya," jelas Ishy. "Tapi gue duluan sih yang ambil topinya."

"Kok bisa?"

"Ya bisa-bisa aja."

"Orang gila mah bebas, urat malunya udah putus sih." Desra menyeletuk dari kursi belakang.

"Diem lo!" Ishy menoleh. "Sadar diri."

"Ntar malem giliran gue ya yang keluar," kata Ino.

Ishy mengangguk. "Iya, ntar juga gue mau ngumpul di rumah sama Desra, Tio, Job."

"Ngapain?"

"Nyoli."

"Gue serius bangsat."

Desra mendengar percakapan abstrak itu terbahak sejadi-jadinya. Dia memajukan tubuhnya untuk berada di tengah dua saudara itu dan dia melihat ke arah Ino.

"Mau ngedugem tingkat kearifan lokal, No." Desra menambahkan.

Dengan tangan kirinya Ino menoyor kepala Ishy dan Desra secara bergiliran.

"Ampunilah dosa mereka, sempitkanlah kubur mereka," ucap Ino.

Desra dan Ishy refleks memukul Ino secara serempak.

"Heh!" tegur mereka berdua.

"Lo berdua tuh cewek, tau diri sama tempat kalo mau mesum." Ino memperingati.

Ishy memajukan mulutnya beberapa senti ke depan, begitu juga Desra. Mereka bertukar pandangan dan tertawa setelahnya.

::🌈::

Tuh denger kata bang Ino 🙄

Oi oi amigos. Welkom bek.

Terimakasih sudah baca sampai bab ini, jangan lupa baca bab selanjutnya ya karena orang yang kerja separuh-separuh itu nanti dapet suami brewokan 🙄😏

Tengkyuh.

All the love,

A.C

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top