FC12 - tawuran
Di umur 40 tahunnya sekarang Ardino sudah menduduki jabatan sebagai Kapolres dan itu sudah dia jabat selama lima tahun. Berada di posisi itu mengharuskannya terus menyelidiki kasus yang begitu banyak. Tapi dia tidak pernah lelah akan hal itu karena dia menyukai pekerjaannya.
Ardino terus mengamati satu per satu hasil rekap beberapa kejadian yang dia dapat dari anak buahnya. Di sana ada kasus pembunuhan, penculikan, orang hilang, dan peredaran narkoba.
Pesta narkoba kalangan pelajar kembali terjadi, bahkan salah satu dari mereka adalah sang pengedar.
Seperti itu judul dari rekapan bagian kasus pengedar narkoba yang Ardino baca. Ardino menggelengkan kepalanya.
"Masih pelajar udah hancur." Ardino bergumam kecil mengomentari kasus tersebut.
::🌈::
Avery kembali ke sekolah. Dia sempat membuat ulah dengan seorang guru dan membuatnya mendapatkan skors 3 hari, tapi dia tidak menyesali akan hal itu, justru dia bersenang-senang akan hukuman skors yang dia dapatkan.
Awalnya Avery damai-damai saja membawa motornya menuju sekolah, kecepatannya normal sambil sesekali menghisap puntung rokoknya. Tapi tidak lama dari itu, ketika sudah mendekat ke area sekolah, dia tiba-tiba dicegat oleh motor merah yang berpenumpang.
Mereka sama-sama memakai seragam sekolah, baju mereka juga tidak ada yang dimasukan. Melihat siapa yang mencegatnya mata Avery langsung terbelalak, tanpa peduli akan melawan arus dia langsung berbalik arah. Sebelum kabur puntung rokok yang awalnya dia pegang itu dia lemparkan ke arah dua orang yang mencegatnya.
Tanpa membuang waktu Avery melajukan motornya. Dengan cepat dia menyelinap dan terus melawan arus. Motor yang mengejarnya juga tidak kalah cepat, dua orang itu terus mengejar Avery dengan tidak kalah gesitnya. Avery terus melaju, dia memilih jalan gang untuk tidak lagi melawan arus, dia terus melaju dan melewati jalanan kelak-kelok. Dia pernah lewat di sana dan nantinya jalan itu akan tembus di dekat sekolahnya walaupun jaraknya lumayan lebih jauh.
"Avery jangan kabur lo!"
Avery tidak mempedulikan hal itu. Dia terus menancapkan gasnya. Dan tak lama dari itu dia sampai ke jalan raya, begitu kembali ke jalan raya Avery semakin mempercepat kecepatannya dan menyelinap-linap dengan sesekali mendapat teguran dari pengendara lain. Avery tinggal putar balik dan sampailah dia di sekolah. Ketika sudah melewati pagar sekolah, Avery buru-buru memarkirkan motornya dan buru-buru masuk menuju kelasnya.
Sampainya di lapangan dia sudah berjalan santai, setidaknya dia aman karena di depan pagar sekolah ada satpam yang akan melarang dua orang tadi untuk masuk ke dalam sekolah. Dasinya yang digunakan asal dia ambil untuk mengelap keringatnya di wajah. Dia seperti habis lomba lari saja.
"Hey." Seseorang menepuk pundaknya. "Kita ketemu lagi."
Avery menoleh dan ternyata gadis berkepang dua kecil di kedua sisi samping poni yang menyapanya.
Ishy menyerngit heran melihat Avery. "Lo gak mandi? Kok pagi-pagi udah keringetan aja."
Avery terkekeh kecil. Dan seakan ingat sesuatu, dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan uang dua ratus ribu.
"Utang gue," kata Avery.
Ishy tertegun melihat uang yang terulur untuknya itu. Dia jadi teringat perkataan ketiga temannya kalau uang itu sama saja haram karena hasil dari jual-beli narkoba.
Berusaha sadar Ishy mengedipkan matanya beberapa kali sebelum dia kembali mendongak dan tersenyum ke Avery.
"Udah laku nih?" Ishy berusaha merubah topik.
Avery mengangguk seraya menaikan kedua alisnya. Saat itu juga Ishy tersadar kalau mata Avery tampak merah. Alih-alih ingin menghilangkan rasa tertegunnya dia justru kembali tertegun.
"Lo abis pake ya?" Ishy tidak tahan untuk bertanya.
Kali ini Avery yang tertegun, uang yang masih terjulur dia remas menahan rasa kesal karena nada bicara Ishy cukup keras.
Bukannya menjawab, Avery justru ikut bertanya. "Gue mau bayar utang, lo mau dibayar apa nggak?"
Ishy diam sejenak masih terfokus sama mata Avery. Avery yang dilihat seperti itu tentu saja risih, dia langsung menempel uang seratus dua lembar itu ke jidat Ishy dan dia pergi berlalu meninggalkan Ishy.
::🌈::
Begitu jam istirahat dimulai Ishy tetap diam di tempatnya, dia justru asik membuka bekal makanannya yang dia bawa.
"Sumpah, lo kayak gak ada tempat bekal aja, tau gak sih!" Desra berkomentar.
"Bodo." Ishy menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.
"Waah." Kali ini Job yang berseru senang, sambil menungging dari kursinya kedua tangannya sudah bertumpuh di meja hadapan Ishy.
"Bagi dong, Shy," kata Job.
"G." Ishy menjawab. "Belum juga gue buka udah mau minta lo sialan!"
Tio yang baru beres dengan buku-bukunya langsung terkejut melihat Job sudah menungging dari kursi laki-laki itu. Tanpa berpikir panjang Tio langsung memukul bokong Job membuat kedua tangan yang bertopang di meja Ishy itu jadi terjatuh ke depan.
"Apaan sih anjir!" Job protes tapi tidak terlalu mengambil pusing akan hal itu karena yang terpenting adalah bekal Ishy.
Ishy mulai membuka tempat bekalnya, tak lupa juga dia mengambil sendok di atas mejanya dan mulai mengambil suapan pertama.
Setelah Ishy telah mengambil suapan pertama mie-nya, Job dengan antusias mulai mengambil alih tempat makan Ishy dan mengambil beberapa suapan, begitu juga Tio dan Desra. Ishy yang melihat mereka hanya bisa mencibir di tengah kunyahannya.
"Lo semua ngatain gue gak punya tempat bekal yang layak, tapi itu mie gue abis di kalian juga anjir!"
Desra, Job, Tio hanya menyengir. Tempat makan yang berakhir di Desra dikembalikan kepada sang empunya. Bisa dihitung jika itu tinggal dua suap mie lagi yang tersisa.
"Apaan banget gue cuma dapat tiga suap!" Ishy kembali protes seraya dia mulai menghabiskan sisa mienya.
"Lo sih bawa mie satu bungkus doang. Empat bungkus kek." Tio berceletuk. Lalu dia memegang perutnya. "Ah, jadi laper gue. Kantin yok, Jodet."
"Mbahmu bawa empat bungkus!" umpat Ishy.
"Gue cuma satu suap ya! Dua orang ini nih yang banyak!" Desra menunjuk Tio dan Job. Yang ditunjuk tidak ambil pusing, mereka justru mulai beranjak ke kantin.
"Ikut gak ke kantin?" Job menawarkan.
"Padahal gue bawa bekal mau hemat hiks." Ishy berpura-pura sedih kala dia menyimpan tempat makannya di laci meja.
"Lo bawa atau nggak lo tetep ke kantin," kata Tio.
"Ayo, Shy. Gue masih lapar juga," ajak Desra.
Ishy berdiri dan mereka mulai jalan. Tio dan Job ada di depan, sedangkan di belakangnya ada Ishy dan Desra. Ketika jalan ke kantin mereka sesekali saling menjahili antara sesama lalu ntah karena apa tapi Job tiba-tiba terjatuh.
"Lo kenapa anjir?!" Ishy bertanya di tengah keterkejutannya. Itu karena Job jatuh tiba-tiba di depannya, jika dia tidak pas mengerem maka dia akan ikut terjatuh tersandung Job.
"Bikin malu aja anjir!" Ishy melanjutkan seraya dia menarik Desra kembali berjalan sambil menutup setengah wajahnya.
"Oi anjir! Parah lo bedua!" Job berseru tidak terima.
"Lo jatoh kenapa sih?" Kali ini Tio yang bertanya. Dia masih setia berdiri di samping Job tanpa niat membantu temannya berdiri. Dan tidak lama dari itu dia pergi menyusul dua teman perempuannya.
"Sumpah ya! Lo betiga bukan temen gue!" Job kembali berseru.
Sedangkan ketiga orang yang diserukan itu hanya terkikik dan merubah langkah mereka menjadi berlari meninggalkan Job.
::🌈::
Suasana kantin selalu sama; ramai. Aroma dari beberapa makanan semakin menggugah selera sampai bingung harus memilih yang mana. Ishy yang bertugas memesan es minuman untuk mereka berempat, Desra yang bertugas memesan makanan untuk mereka berempat, sedangkan dua laki-laki itu hanya duduk mengambil tempat.
Ishy datang lebih dulu, dia mengambil tempat duduk di depan Tio dan mulai meletakan gelas yang masing-masing berbeda rasa ke sang pemesan.
"Lo teh apel kan?" Ishy bertanya kepada Job seraya dia meletakkan segelas es teh apel di hadapan Job.
Pertanyaan Ishy tidak diindahkan, dapat anggukan pun tidak. Job dan Tio sedang bermain game dan ketika dua orang itu sudah mabar maka telinga mereka tiba-tiba tuli.
Ishy hanya mendengus, dia tetap meletakkan gelas sesuai dengan rasa pemesanan kepada pemilik. Sesudahnya dia mulai meminum minumannya melalui pipet sedikit-sedikit selagi menunggu Desra datang.
Mata Ishy terus bergerak melihat ke sekitar, kantin sangat ribut oleh orang yang mengobrol dan hari ini Ishy sering sekali mendengar orang-orang membahas tawuran yang akan terjadi. Senyum Ishy hadir ketika Desra sudah datang membawa nampan berisi empat mangkok mie ayam.
"Lo tau gak," kata Desra langsung ketika dia sudah sampai.
"Apaan?" Ishy merespon sambil membantu Desra meletakan keempat mangkok itu di atas meja.
"Ntar bakal ada tawuran. SMA kita lawan SMK," kata Desra seraya dia duduk.
Mata Ishy terbelalak. "Hah? Serius lo?"
Desra yang baru saja meminum minumannya mengangguk dan kembali berkata. "Tadi gue dengar dari anak cowok pas mesen mie ayam."
"Gara-gara apaan?"
"Gak tau, gak jelas."
Mereka sama-sama asik menuangkan saos dan mulai mengaduk mie ayam mereka. Satu suapan mereka ambil secara bersamaan.
"Tawurannya di jam pulang sekolah atau di jam pulang les anak kelas dua belas?" Ishy kembali bertanya.
"Kayaknya sih jam pulang kita." Desra menjawab. "Ino tau gak? Atau Ino ikutan juga?"
Sesaat Ishy terdiam, dia jadi kepikiran Ino sekarang. Melihat ke sekitar dan berharap menemukan laki-laki menyebalkan itu, tapi hasilnya nihil. Lantas Ishy merogoh ponselnya dan mulai menghubungi Ino melalui pesan. Sedangkan Desra sudah sibuk mengambil kedua ponsel dua teman laki-lakinya dan itu tentu saja membuat Tio dan Job berteriak marah, bahkan Job sampai berdiri.
"Apa, ha?!" tantang Desra. Dia menunjuk mie ayam milik kedua temannya itu menggunakan mata. "Tuh mie kalian udah ngembang kayak tai. Makan dulu baru main!"
Tio dan Job hanya bisa mendengus. Mereka menurut.
"Des," Ishy memanggil. Tatapannya masih mengarah di ponsel. Sebelum mendongak ke Desra, sambil mengetik sesuatu di sana dia berkata, "gawat."
::🌈::
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top