Roommate
Setelah menyampaikan pidato yang membosankan, setidaknya itu menurutku, kami dipersilahkan duduk di meja masing-masing ras.
"Bye, Allegra!" Bastian berjalan menuju meja Manusia Serigala.
"Sampai jumpa, Bas."
Segerombolan kakak kelas bertubuh tinggi besar dengan sayap cokelat kokoh menyalami murid baru. "Selamat bergabung!" itulah yang mereka ucapkan.
Aku memutuskan untuk duduk di ujung kursi panjang. Tempat yang tidak terlalu ramai. Hanya ada seorang cewek bersayap putih kusam dengan rambut pirang pucat bahkan nyaris putih yang menutupi sebagian wajahnya. Kelihatannya dia murid tahun pertama.
"Hai." sapaku tanpa kesan ramah padanya sembari duduk. Dia mendongak memandangku. Wajahnya sedikit terlihat. Dia memiliki mata seperti rubah, jarak yang terlalu dekat diantara kedua matanya. Dagunya berlipat dan tubuhnya agak tambun. Pipinya juga sangat bulat.
Awalnya dia memandangku dengan teliti dan serius, tapi tak lama kemudian, bibir pucatnya tertarik ke dua sudut. Dia tersenyum. "Hai juga. Siapa namamu?"
"Allegra Severin." kuulurkan tanganku padanya. Tangan pucat gadis itu menyambutnya. "Chastine Chase."
"Kau sudah dapat teman Deversorium?" tanyanya sembari menyampingkan poni panjangnya. Wajah gadis itu penuh dengan bintik-bintik merah dipipi yang kontras dengan kulit pucatnya.
Aku menggeleng. "Belum. Satu Deversorium berisi berapa orang?"
"Dua." jawab Chastine. "Kau mau menjadi teman sekamarku?"
Kelihatannya Chastine gadis yang menyenangkan walau agak aneh. Dia sama seperti aku, aneh dan mungkin sedikit introvert. Aku agak kesulitan dalam mencari teman sesama Gelminis, tali Chastine memberi respon positif. Aku mengangguk setuju.
Chastine tertawa. Tawanya melengking namun pelan. "Sepertinya kita punya kesamaan. Tadi gadis-gadis ayam itu," Chastine menunjuk ke gerombolan gadis bersayap merpati yang sedang memandang sinis pada kami. Salah satu dari mereka yang berambut pirang sepinggul menyadar pada bahu Ravel.
"Membicarakan kau. Dan tentunya juga aku." sambung Chastine.
Aku mengangguk. "Tidak usah dipikirkan, Chastine."
"Aku sudah terbiasa. Orangtua mereka dan orangtuaku sama-sama bekerja di bagian Teknis Pasukan Utama." Chastine menunduk. "Bagaimana denganmu, Allegra?"
"Eh, aku jarang keluar dari panti asuhan. Hanya beberapa kali. Saat aku masih kecil, aku nyaris tidak punya teman."
Chastine melebarkan matanya. "Serius? Tadi kulihat kau bersama para Manusia Serigala. Mereka teman kecilmu?"
"Bukan. Kami baru saja bertemu."
Kami membicarakan hal-hal kecil. Seperti makanan favorit, warna kesukaan dan kebiasaan. Ternyata Chastine mempunyai dua adik perempuan yang masih kecil di rumahnya dan dua orang kakak laki-laki yang merupakan murid tingkat 2 dan 3. Kedengarannya, rumah Chastine cukup menyenangkan. Ayah dan ibunya sangat menyayangi Chastine. Setiap Natal, Chastine bilang, semua sanak saudaranya akan datang untuk makan bersama dan berbagi kado.
Aku hanya menyimak dengan baik sampai akhirnya ada barisan kurcaci yang menyerbu masuk sembari membawa nampan berisi makanan. Selusin kurcaci berpakaian putih meletakkan paha-paha ayam bakar di depanku dan Chastine.
Mata Chastine langsung berbinar. "Makanan favoritku! Allegra, kau tau boy band Gelminis yang bernama Pars kan? Salah satu personilnya juga menyukai paha ayam bakar lho!"
Aku pernah mendengar nama band itu, tapi aku belum pernah melihat atau mendengar lagunya. Maria sangat menyukai Pars. "Aku tidak terlalu tau tentang Pars." jawabku jujur.
Chastine tetap semangat menceritakan Pars. Sembari menyantap hidangan, Chastine membicarakan Pars dengan mulut penuh. Dia berbicara tidak jelas.
"Chas, makanlah dulu. Jangan berbicara sambil makan." erangku karena terganggu dengan ocehannya yang tidak jelas. Chastine mengangguk. Aku dan dia menghabiskan satu suap terakhir.
"Kau suka band apa, Allegra?" Chastine menyeruput segelas jus anggur.
Band? Aku tidak terlalu suka musik. Mungkin satu-satunya band yang aku sukai hanyalah Queen. "Queen, band manusia."
Mata biru pucat Chastine bercahaya antusias. "Wow! Aku juga! Suara Freedie Mercury keren sekali! Kau paling suka lagu apa?"
"Ummm..." aku mengingat-ingat lagu Queen yang sering diputar Magister Karmel. "Dont Stop Me Now, Bohemian Rhapsody dan We Are The Champions."
"Aku juga suka Bohemian Rhapsody!" Chastine nyengir. "Tapi, Love of My Live tetap nomer satu di daftarku."
Aku hanya menanggapinya dengan gumaman kecil. Chastine kelihatannya cukup menyenangkan.
Makan malam pertama berjalan lancar. Ductor Deicola memerintahkan masing-masing Dewan setiap ras untuk memimpin kami ke Deversorium. Dewan kami ternyata adalah seorang laki-laki bertubuh jangkung dengan kacamata tebal yang bertengger di hidungnya. Sayapnya berwarna cokelat muda kekuningan. Beberapa anak bilang kalau warna itu mirip dengan warna tinja.
Kami kembali berbaris. Chastine dan aku berada di baris belakang. Di belakang kami ada Ravel dan seorang teman laki-lakinya yang berwajah seperti bekantan.
"Ketemu lagi, Severin." Ravel mengedipkan satu matanya. Aku nyaris muntah. "Hmm." aku hanya bergumam datar.
Ravel terkekeh. "Mana anjing-anjingmu itu?"
"Tutup mulutmu."
"Ya, tutup mulutmu, brengsek." aku tidak percaya Chastine berkata 'brengsek'. Ternyata Chastine bisa berbicara kotor, tidak bisa disangka dari penampilannya yang agak cupu.
Mata merah Ravel menatap Chastine dari atas sampai bawah. "Sepertinya satu makhluk asing masuk dalam perkumpulan anehmu, Severin."
"Dan kau tidak perlu ikut campur, Seiverner." desisku tajam.
"Aku bukannya ikut campur." Ravel tersenyum kalem. "Tapi aku peduli, Severin."
"Kau..." aku menggeram kesal karena sikap Ravel yang terlalu sok ikut campur. Chastine menahan lenganku, sepertinya dia takut aku akan menonjok Ravel. "Abaikan orang itu, Allegra."
Aku mengangguk. Kami berdua berbalik ke depan tanpa menghiraukan Ravel Seiverner.
"Namaku Claro Cornelis." ujar si Magister berkacamata ketika kami keluar dari lorong utama. Bulan keperakan menggantung di langit, lolongan Manusia Serigala terdengar dari kejauhan. Mereka pasti menuju Deversorium dengan transformasi mereka.
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Dia menatap barisan panjang anak-anak bersayap satu-persatu. "Tapi kalian bisa memanggilku Sir Claro. Tidak perlu memanggilku dengan embel-embel Magister, khusus untuk Gelminis."
"Bisakah kami memanggilmu Claro saja?" seorang cewek berambut merah cerah sepinggul berteriak dari ujung kiri barisan.
"Tidak." Sir Claro menggeleng namun tetap disertai senyuman. "Ayo, kita harus sampai di Deversorium sebelum Manusia Serigala berkeliaran. Mereka sangat... bersemangat."
Kami berjalan melewati sebuah taman di samping kastil. Pandanganku menangkap dua orang Peri laki-laki yang berlarian di sekeliling taman. Mereka berpakaian serba hijau dan topi runcing kecil.
Sir Claro berdeham keras. "Memang di sini kita dilarang keras melakukan diskriminasi berdasarkan ras. Tapi, aku rasa lebih baik kalian tidak berdekatan dengan Peri."
"Aku rasa kalian sudah tahu alasannya kan?"
Seorang gadis berambut perak sepinggul di depanku yang berbaris sendiri terkekeh geli. Dia menoleh pada aku dan Chastine. "Peri adalah makhlul paling bodoh yang aku kenal."
Gadis itu membenarkan kacamata berbingkai emas. Aku melongo melihatnya. Dia sangat tinggi, kutaksir sekitar 190. Rambutnya yang panjang bergelombang berwarna putih perak dibiarkan tergerai indah. Irisnya yang berwarna ungu tua seperti kelopak anggrek menatapku tajam.
Aku agak takjub melihat sayapnya yang indah. Berbentuk sayap merpati namun berwarna hitam jelaga dengan gradasi ungu di ujung bulunya.
"Namaku Genevieve Arcad." dia memperkenalkan diri. Pandangannya terfokus pada wajahku. "Kau bukan asli sini ya? Jarang-jarang ada siswi berwajah oriental sepertimu."
"Ngomong-ngomong, matamu aneh sekali. Kenapa ada kesan kekuningan di sekelilingnya? Biasanya, Gelminis bermata sepertimu akan mati tragis. Kau tau mitosnya kan? Mitos Casimira?"
Chastine mengangkat satu alisnya. Gadis di depanku ini terlalu ceplas-ceplos. Aku hanya membalas kalimat mengerikannya dengan tatapan dingin. "Aku pastikan kau tidak akan melihat mayat siswi seperti itu."
Casimira? Kata itu agak akrab di telingaku. Aku sepertinya pernah mendengar istilah itu. Kalau tidak salah, artinya pembawa perdamaian. Seorang Casimira hanya muncul 1 abad sekali. Aku tidak terlalu ingat tentang Casimira. Itu adalah materi Sejarah yang diajarkan Magister Karmel bertahun-tahun lalu.
Kami terus berjalan melewati taman dan pepohonan pinus. Ketika daerah pepohon itu berakhir, sebuah gapura besar dari bebatuan menyambut kami. Di atas gapura ada papan kayu bertuliskan: Deversorium Gelminis.
Lusinan rumah kecil berderet menyamping. Belum pernah aku melihat rumah seindah ini. Rumah-rumah ini memang tidak terlalu besar, tapi bentuknya keren. Berbeda dengan Deversorium Penyihir yang kami lewati tadi. Deversorium di sini memiliki pintu bulat dan undakan yang cukup tinggi. Jendelanya juga berwarna bulat.
Deversorium Gelminis dikelilingi oleh pohon-pohon pinus. "Keren." komentarku pendek. Chastine mengangguk setuju. "Kita akan ambil undian untuk Deversorium setelah ini."
"Masing-masing Deversorium berisi 2 orang, kalian bisa memilih
secara bebas. Tapi tetap laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan." Sir Claro mengambil sebuah akuarium bulat dari kaca yang berisi beragam kertas warna-warni.
Bunyi riuh dari anak-anak terdengar keras. "Aku dengan kau, Maya!"
"Tidak! Chally bersamaku!"
Beberapa menit kemudian, suasana kembali hening. Sampai-sampai kami bisa mendengar bunyi jangkrik dan burung hantu yang menggelar konser paduan suara. Sir Claro membuka gulungan lebar. "Bagi nama yang disebut, harap segera maju ke depan bersama teman Deversoriumnya."
Ia berdeham keras lalu mulai membaca nama pertama. "Theresa Hellsing."
Seorang cewek berdada padat yang menonjol maju ke depan bersama seorang temannya yang berambut merah dan tubuh mungil. Bisa terdengar suit-suit iseng dari para cowok. Siulan Ravel yang paling keras.
"Mereka sama sekali tidak bisa menghargai perempuan." Chastine menggerutu. Kedua pipi bulatnya memerah kesal. "Aku benci cowok seperti itu."
"Yeah."
Theresa Hellsing mengambil sepotong kertas hijau. "Deversorium Gelminis 11!" serunya sembari melemparkan kertas hijau ke dalam lidah api yang mengapung. Lidah api itu keluar ketika bola-bola perak dilemparkan oleh Sir Claro.
"Tradisi Pembukaan Orientasi." bisik Chastine padaku. Kelihatannya dia sangat kenal dengan seluk beluk Draserra Academy, tidak seperti aku.
Kali ini, giliran cowok berambut pirang kusam berbelahan samping. Di sampingnya, ada Ravel. Ravel berjalan mantap menuju akuarium. Hampir semua cewek di sini memandangnya dengan mata berbinar. Menjijikkan.
Tangannya meraih sebuah kertas biru. "Deversorium Gelminis 36!" dilemparnya kertas itu ke dalam lidah api. Dia dan temannya kembali ke barisannya. Ketika melewatiku, Ravel mengedipkan mata. "Aku harap Deversorium kita berdekatan, Severin."
"Dan aku harap Deversoriummu terbakar saat kau tidur pulas." sungutku tajam. Ravel hanya menyunggingkan senyuman miring dari bibirnya.
Sekitar sepuluh pasang anak maju setelah Ravel. Ada beberapa anak yang tampak sangat konyol. Salah satunya si cewek gemuk berambut keriting, dia nyaris terjungkal ketika maju.
" Allegra Severin." Sri Claro membacakan namaku. Aku segera menarik Chastine menuju akuarium. Kuulurkan tanganku ke dalam untuk meraih sebuah kertas merah.
Mata Sir Claro memandangku lekat-lekat. Matanya yang semula berwarna kelabu pucat berubah menjadi kelabu bercahaya. Bibirnya bergerak-gerak. Dia menggumamkan sebuah kata. Aku bisa mendengarnya jelas-jelas.
"Casimira."
Saat aku hendak menanyakan apa maksud dari Sir Claro, Chastine sudah menyenggol rusukku kuat-kuat. Seakan-akan aku baru saja bangun dari mimpi, mata Sir Claro kembali normal. Kugelengkan kepalaku pelan-pelan. Apa yang terjadi?
Aku dan Chastine membuka kertas merah. Sebuah huruf dan angka yang sangat horor tercetak di situ. "Deversorium Gelminis 37." kulemparkan kertas ke dalam lidah api. Sial, berdekatan dengan Deversorium Ravel.
Kertas merah itu perlahan terlahap oleh lidah api. Tidak lama kemudian, kertas itu terbakar habis. Aku dan Chastine kembali ke barisan. Saat itulah, aku mendengar bisikan berat Ravel tepat di telingaku.
"Senang mengetahui kalau Deversorium kita berjejeran. Bersiaplah, Severin."
***
Terima kasih!
Mohon maaf jika cerita ini tidak memuaskan kalian.
-ShioriChiasa26
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top