PROLOG: LULLABY OF THE DEATH

Di kedalaman samudra,
aku terasing dan sendiri.
Mimpi-mimpi bergelayut,
segalanya tentang cinta yang kandas.

Hei, kau, pujaanku,
Pada mustikaku, kau tersihir,
Pada suaraku, kau kalut,

Ingatlah, pujaanku,
Kubuang segalanya demi menemuimu.
Semua keajaibanku, pelita, dan jelita,
Kau memilikinya.

Namun, jika kau meminta lebih dari aku,
Suryamu lenyap, negerimu padam.

Coba saja ajarkan nyanyian kami,
Pada awak kapal yang berlagu sumbang,
Niscaya mereka tumbang,
Seperti tusam disapu gelombang.

Sudah kubilang, pujaanku,
Jangan berani meminta lebih,
Sebab ada yang mengamuk,
tidak satu dua kali,

Aku sasarannya,
Kau berikutnya.

***

Kau berikutnya.

Sepotong syair dari lagu itu tidak menyelinap di telinga Hale seperti biasa, tetapi berdengung dalam tempurung kepala; berdentum-dentum bagai suar yang meledak di belantara pikirannya.

Hale mengerjapkan mata, yang seiring waktu kian meredup. Air laut yang masuk ke dadanya membuat paru-parunya seakan-akan terbakar. Perjuangannya tidak lagi sepadan dengan beban kematian yang melesakkan tubuhnya hingga ke dasar. Makin lama, otot-ototnya akan melemah, menariknya turun menuju kegelapan bumi. Barangkali sebentar lagi tubuhnya bergabung bersama serpihan kapal karam dan bangkai duniawi di bawah sana.

Nyanyian itu masih terus berputar, dan sekarang syairnya laksana potongan pesan kematian yang siap mengantarnya ke alam baka.

Sudah kubilang, pujaanku,
Jangan meminta lebih.

Hale memejamkan mata, memohon waktu lebih. Dia tahu kematiannya di depan mata, dan semua permintaan ini sia-sia.

Sebab ada yang mengamuk,
Tidak satu dua kali.

Siapa gerangan yang melantunkan lagu di tengah kedalaman laut? Kalau bukan hantu, barangkali makhluk setengah manusia dan setengah ikan yang sering disebut-sebut oleh penduduk Desa Bleakmere―siren, julukannya.

Namun, apakah siren itu benar-benar ada? Dalam dua puluh tahun hidupnya, Hale tidak pernah melihat entitas misterius itu melintasi lautan. Dia hanya mendengar dongeng-dongeng gelap tentang siren dan monster laut yang disulam dan ditularkan sedemikian rupa untuk menakut-nakuti anak-anak desa. Hale mulanya tidak ingin percaya cerita itu, bahkan ketika dia mengikuti perburuan siren atas keterpaksaan situasi, dia masih menyimpan sedikit keraguan tentang ada tidaknya makhluk tersebut.

Setidaknya, itulah yang Hale pikirkan. Dia tidak pernah menyangka bahwa perjalanan laut ini membuatnya terseret gelombang dan terlempar dari kapal.

Kini, saat kematian bertengger di depan mata, perihal siren tidak lagi mengambil celah di pikiran Hale. Mungkin semua orang yang menghadapi ajal memang mendengar halusinasi aneh di kepalanya. Termasuk lagu itu―ninabobo kematian, yang dinyanyikan dengan nada menyayat dan gema magis yang menyihir kesadarannya agar tertidur selamanya. Hale tahu dan tidak menyangkal. Kematiannya akan tiba sebentar lagi. Tenggelam di dasar laut.

Dan sebelum Hale benar-benar memejamkan mata, dia melihat, dari kejauhan, sesuatu bergerak mendekatinya.

Potongan syair mengalun. Gelembung air lolos dari mulut Hale.

Aku sasarannya.
Kau berikutnya. []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top