An Unlucky Day
"Ayo kita putus," ucap seorang laki-laki di hadapanku. Kata-katanya lugas tanpa beban. Seakan-akan kata putus adalah sebuah kata yang sangat sepele.
Aku sebenarnya terkejut ketika dia mengatakan kata terlarang itu. Tetapi aku berusaha tenang, aku anggap dia hanya bercanda. Mencoba mencari celah keraguan atau celah main-main di matanya. Namun, aku tidak menemukan keduanya di matanya. Dia serius ketika mengatakan hal itu.
"Baiklah, terserah saja," aku mengangguk paham seakan-akan putus hubungan adalah hal yang biasa. Laki-laki di depanku mendengus lega.
"Tetapi apakah aku boleh tahu alasannya?" tanyaku lagi. Seketika laki-laki di depanku yang bernama Park Chanyeol ini berubah tegang, gelisah.
"Enggg..."
"Dia lebih memilihku," tiba-tiba seorang gadis datang menjawab pertanyaanku. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Chanyeol. Dia Park Seulgi. Primadona para laki-laki di kampusku. Baguslah, Park-Park Couple. Sangat cocok.
Aku mengangguk paham. Sekali lagi. "Baiklah, kalau itu mau kalian."
Sebelum aku berbalik meninggalkan mereka berdua, aku mengucapkan sesuatu yang terdengar sok tegar. "Semoga kalian bahagia selalu."
---
Perkataan dan perbuatan seringkali tidak sama. Di luar aku tegar, di dalam aku sakit hati. Hey dude, siapa yang tidak sakit hati dan hancur pacar empat tahunmu memutuskanmu tiba-tiba dan lebih memilih gadis lain. Parahnya lagi, gadis yang dipilihnya itu gadis primadona kampus! Nah, lho. Udah sakit hati, sekarang ketambahan insecure. Parah, parah, parah!
Setelah agak jauh, aku berhenti sebentar. Aku memegang pilar karena kakiku terasa sangat lemas bebarengan dengan sakit yang ada di hatiku. Satu-persatu bulir air mataku berjatuhan dan akhirnya aku terduduk di lantai saking lemasnya kakiku. Aku menenggelamkan kepalaku di antara kedua kakiku. Terlihat mendramatisir memang, tapi inilah kenyataannya.
Aku sakit hati dan aku ingin menangis sekarang juga!
"Baik-baik saja?" Kepalaku terangkat dan aku mendapati sapu tangan terulur padaku. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab, tetapi aku mengambil sapu tangan yang terulur itu. Aku menggunakannya untuk mengusap air mata yang membasahi pipi.
"Terimaka—" Belum sempat aku mengucapkan terimakasih dan mendongakkan kepalaku untuk melihat sosoknya, pria itu buru-buru meninggalkanku. Jadi yang bisa aku lihat adalah punggung lebarnya yang terbalut oleh kemeja putih.
Baekhyun datang berlawanan arah dari orang itu. Dia menampilkan senyuman lebarnya yang menghangatkan. Dia memanggil namaku sambil melambaikan tangannya, "Minji!!"
Aku yang melihat senyumannya langsung terasa baik-baik saja. Kesedihan yang tadi aku rasakan, menguar begitu saja.
"Ayo pulang!" ajaknya sambil menggandeng tanganku hangat.
---
Yang dimaksud Baekhyun ayo pulang adalah ayo pulang ke tempat tinggalku. Ayo mampir ke apartemenku. Yup, sekarang aku sedang berada di apartemen Baekhyun. Kecil tetapi terlihat hangat dan nyaman. Sehangat senyumannya dan senyaman pelukannya.
Begitu sampai di apartemennya, aku melemparkan diriku di sofa miliknya. Tentunya dengan sepatu dan kaos kaki yang sudah aku lepas di depan dan sudah mencuci kakiku.
Baekhyun duduk di sebelahku setelah meletakkan dua kaleng soda dan sepanci kecil ramen buatannya.
"Aku putus dengan Chanyeol," ceritaku padanya.
"Aku tahu," jawabnya santai. Aku mengernyit, bagaimana dia tahu kalau aku sudah putus dengan Chanyeol? Tahu darimana dia?
"Bagaimana aku tahu dan darimana aku tahu? Masa lupa, sih, sama aku?" tanyanya sambil menatapku kesal.
Seketika aku menepuk jidat. Benar, benar. Dia kan pangeran gosip paling terkenal di kampus kami. Gosip-gosip terhangat dan teraktual, yang tahu duluan kan dia.
"Sorry," ucapku pelan sambil meringis.
Dia meneguk minumannya. "Beritanya sudah menyebar. Apalagi kamu tahu kan, si Seulgi primadona kampus. Jadi beritanya menyebar dengan cepat. Waahh, aku tak menyangka si Kunyuk itu berani menyakiti perasaan sahabatku ini," ucapnya dengan perasaan marah.
"Mangkanya itu, jauhin dia. Jangan main dengan dia lagi. Intinya jangan terlalu menempel dengan dia sampai-sampai orang lain menilai kalian adalah pasangan gay!" omelku kepadanya.
"Iya, iya. Mulai sekarang aku akan menjauhinya. Ayo dimakan dulu!"
Aku mengangguk dan mulai menyeruput mie yang ada di dalam panci. Baekhyun tidak ikut makan karena dia sedang diet untuk penampilannya di festival kampus bulan depan. Katanya, dia ingin menampilkan rahangnya yang menawan saat penampilannya.
Teringat Baekhyun yang pangeran gosip, teringat pula pria sapu tangan yang tak sempat aku lihat wajahnya itu. Aku memutuskan untuk bertanya pada Baekhyun.
"Baekhyun, kamu tahu enggak cowok yang kamu lewati tadi? Yang di lorong itu lhoo."
"Aaa, cowok pakai kemeja putih itu? Hmm, nggak tahu ya. Aku jarang banget lihat dia di kampus. Tapi yang aku curi dengar dari para dosen, bakal ada dosen muda baru di kampus. Tepatnya di fakultasmu nanti," jelasnya.
"Bagaimana wajahnya? Sempat melihatnya enggak tadi?" tanyaku lagi dan dijawab anggukan kepala dari Baekhyun.
"Kulitnya putih seperti Edward Cullen. Terus rahangnya tegas gitu. Intinya dia ganteng," jelas Baekhyun lagi. Aku pun mengangguk mengerti.
"Kenapa? Kamu tertarik sama dia?" tanya balik Baekhyun. Jelas saja aku menggeleng. Lihat wajahnya saja belum, bagaimana bisa tertarik?
"Dia meminjamkan aku sapu tangan dan aku enggak tahu bagaimana caranya untuk mengembalikannya. Aku juga enggak tahu nama dan wajahnya."
Mulut Baekhyun membentuk huruf 'o'.
"Mau aku bantu cari tahu?" tawar Baekhyun. Aku mengangguk dan akhirnya melanjutkan aktivitas makan ramenku. Dia? Dia menyalakan DVD dan kami menonton film horor bersama.
---
Jam menunjukkan pukul lima sore. Saatnya aku pulang. Rencananya akan menginap di apartemennya Baekhyun karena besok adalah akhir pekan. Tetapi tiba-tiba ada telepon dari seseorang, tidak dikenal, mendesak diriku untuk pulang. Untungnya apartemenku dan apartemen Baekhyun hanya beda tiga unit saja. Jadi aku bisa segera pulang ke apartemenku.
"Baekhyun, aku pulang! Ada urusan mendesak!" teriakku. Aku melesat menuju apartemenku. Benar saja, di depan apartemenku banyak pria kekar berjas seperti bodyguard-bodyguard yang ada di film. Di sebelah mereka ada Kang Minjae ahjussi, pihak manajemen apartemen.
"Nona Lee Minji?" tanya salah satu dari mereka. Aku mengangguk, "Ya, ada apa?"
"Apartemen anda telah dijual. Jadi sebisa mungkin, besok pagi anda harus mengemasi barang-barang anda secepatnya," katanya yang membuatku lemas seketika.
Apa? Kenapa?
Pojok Penulis:
Versi revisi. Insya Allah versi yang lebih niat lagi. See you 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top